*Seperti biasa, orang, nama kapal, nama tempat di dalam cerita ini banyak yang diambil dari keadaan dan situasi asli di Labuan Bajo. Seperti ruko Bening yang jadi tempat tinggal Bening dan Yada, bisa ditengok di highlight story IG akhiriana.widi yang judulnya Sunrise At Six. Dan kalau kamu pergi ke Labuan Bajo pun, bisa kamu datangi betulan :D*
"Aku ikut kamu, ok?" Ezekiel, teman sekelas Yada berjalan tergesa-gesa selepas jam sekolah. "Bingung aku, Da. Belum dapat tempat PKL, nih. Bantu aku, e. Bilang sama Mas James kalau yang mau PKL di Compastrip itu ada tiga. Kamu, aku, dan Dea."
Yada hanya menggumam kecil sambil terus melangkah mendekati Vario-nya. "Kenapa nggak PKL di kapal papa kamu sendiri, sih, Ze? Malas sekali aku kalau PKL bareng kamu. Bisanya kamu cuma main-main aja."
"Eh, serius aku, Da. Kalau kamu tidak mau bantu aku, biar sudah aku PKL di tempat janda premium saja. Jadi tukang potong kacang panjang pun tidak masalah."
Kepala Yada berputar cepat, mendapati Ezekiel yang kini meringis dengan usil. "Bagaimana? Kamu pilih mana sudah? Bantu aku PKL di Compas atau biar aku PKL di Warung Makan Depot Solo?"
"Iya, iya. Kamu PKL sama aku nanti, Ze. Biar aku bilang ke Mas James nanti." Yada menyerah saja, Ezekiel itu orangnya nekad. Kalau dia bilang mau PKL di warung makannya, ya bisa jadi itu betulan akan terlaksana.
Daripada begitu, mendingan nanti dia bilang ke James, nama tenar dari Aries Lesmana di Labuan Bajo untuk mau menerima Ezekiel sebagai siswa PKL di kantornya.
"Eih, terbaik memang Yada ini. Cinta sekali aku sama kamu, Yada."
"Hilih! Iyuwh!" Yada pura-pura mau muntah, lalu segera menaiki motor dan pergi menjauh dari Ezekiel secepat yang ia bisa.
Agendanya sore itu lumayan padat. Yada mau diajak memancing oleh Erza dan kawan-kawannya ke Pulau Bidadari.
Tentu saja Yada mau. Kalau dapat ikan banyak, bisa buat dijual sebagai menu makanan di warung ibunya.
Seperti biasa, pulang sekolah, ia menyempatkan diri untuk membantu pekerjaan Bening di lantai dua. Setelah itu tiduran sebentar dan bersiap pergi lagi.
"Eh, anak ganteng ibu mau ke mana?" Bening sudah tahu jawaban pastinya. Apalagi di tangan Yada kini sudah ada alat pancing yang harganya 1 juta lebih, yang dibeli dengan hasil tabungan Yada sendiri.
"Mau mancing ke Bidadari sama Pak Erza, naik sekoci kapalnya Mas Moyo katanya. Doain aku, ya, Bu. Biar dapat ikan yang banyaaak!" Yada meraih tangan Bening dan menciumnya dengan sayang. "Aku sayang Ibu."
"Ibu juga sayang sama Yada. Hati-hati, ya!"
Setiap hari bagaikan hari perpisahan di hati Bening dan Yada, mereka berdua hanya memiliki satu sama lain. Sehingga ucapan-ucapan sayang itu, sering sekali mereka umbar tanpa peduli waktu dan tempatnya.
Selepas Yada pergi, Bening berdiri sendirian di warungnya. Dua gadis Manggarai yang ia pekerjakan sedang pergi mengantar pesanan, juga sedang tidak ada orang yang makan di tempat.
Bening menghela napas. Ia lalu duduk di salah satu bangku sambil menatap jalanan Labuan Bajo yang mulai dipenuhi oleh wisatawan baik lokal mau pun mancanegara yang asyik berjalan kaki di sepanjang trotoar Jalan Soekarno Hatta.
Bagi Bening, hidupnya sejak kecil sudah terbiasa penuh beban dan berat. Sekarang, meski hidup berdua bersama Yada, baginya justru adalah fase hidup paling menyenangkan sepanjang masa.
Melihat Yada tumbuh sehat dan pintar, adalah kebahagian terbesar bagi Bening.
Ia bahkan sudah melupa rasa. Rasa memiliki orang tua, rasa pernah memiliki suami, Bening tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE AT SIX
Roman d'amourJika banyak perceraian selesai dengan rujuk sebab mengatas namakan kebahagiaan anak, maka ini tidak terjadi kepada Kamacandu Danurdara Prayada. Ia justru tidak akan suka jika Bening harus kembali kepada mantan suaminya meskipun pria itu sudah melak...