Ada memutuskan bahwa ia akan tetap menjalani hubungannya dengan Bastian secara sembunyi-sembunyi dari Daniel. Daniel tidak mungkin kan mengintainya selama seharian penuh. Jadi, pria itu tidak akan tahu mengenai hubungan di belakangnya bersama Bastian. Selama Bastian tidak mendatangi kantornya ataupun meninggalkan bekas di tubuhnya, maka semuanya pasti akan baik-baik saja. Karena itu, Ada memberanikan dirinya menelepon Bastian malam itu dan mengutarakan keinginannya.
"Aku... minta maaf," ucap Ada dengan segala kerapuhan dalam nada dan suaranya. Bastian masih terdiam di ujung telepon sampai akhirnya terdengar suara lagi.
"Udah mendingan?" tanya Bastian lembut.
"Aku benar-benar stres berat..."
"That's okay," potong Bastian. "Aku paham. Ada banyak hal yang harus kamu urus. That's totally fine."
"Kamu... nggak marah?"
"Aku marah, tetapi aku juga berusaha menempatkan diri aku di posisi kamu," gumam Bastian dengan helaan napas pelannya. "I love you, Ada and I try to understand you. So, please talk to me if anything happens, okay?"
Mata Ada berair karena terharu. Ada merasa benar-benar seperti orang jahat sekarang, karena sudah mengkhianati Bastian. "Okay," jawab Ada seadanya, berusaha menahan tangis.
"Udah siap cerita?" tanya Bastian lagi dengan nadanya yang penuh pengertian.
Ketika Ada ingin menjawab, tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dan tak lama kemudian, pintu itu terbuka. Ketika melihat siapa yang datang, Ada langsung mematikan panggilan itu secara sepihak dan lagi-lagi perasaan bersalah itu merasukinya, karena sudah menggantungkan Bastian. Daniel menghembuskan nafas lelahnya sambil melepaskan jas, dasi dan jam tangannya, lalu melemparkannya di sofa kamar Ada.
"Kamu nggak memakainya malam ini?" tanya Daniel sambil menilai penampilan Ada.
"Pakai... apa?" tanya Ada kebingungan.
"Kamu... beli lingerie kan?" gumam Daniel membuat Ada melebarkan matanya kaget. Bagaimana bisa pria itu tahu ia membeli lingerie? Terlebih... lingerie itu rencananya Ada pakai ketika ia bersama Bastian nantinya, bukan bersama Daniel.
"Jadi itu bukan untuk aku?" tanya Daniel sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. "For whom I wonder..."
Sindiran itu membuat bulu kuduk Ada berdiri. "Aku kira kamu lembur malam ini," gumam Ada dengan nadanya yang pelan. "Aku rencananya pakai besok, waktu kamu free seharian."
Namun, Ada tahu jika Daniel terlalu cerdas untuk melewatkan segala kegugupannya. Daniel hanya menganggukkan kepalanya, menanggapi ucapan Ada. Pria itu mendekati Ada dengan langkah tenangnya, lalu meremas pundaknya. Daniel membalikkan tubuh Ada hingga posisi Ada membelakangi Daniel. Daniel menunduk, lalu mencium telinga Ada dan berbisik di sana, "What a shame excuses."
"Kamu orangnya memang overthinking-an ya..." balas Ada, sengaja melakukan gaslighting pada Daniel.
"Memang," balas Daniel, terlampau santai untuk orang yang baru saja diremehkan perasaannya. "Aku nggak akan percaya sampai kamu yang buktikan sendiri kalau lingerie itu memang untuk aku. So, prove it, Atmadja."
***
Ada meremas sprei ranjang itu sambil mendesah pelan dengan nafasnya yang tak beraturan. Ada lelah sekali, tetapi Daniel masih belum puas dengan dirinya. Kini, wajah Ada menempel di bantal dengan pinggangnya yang dinaikkan setinggi pinggang Daniel dan ditahan pria itu. Ya, posisi ini jauh lebih melegakan, sebab Ada muak harus bertatapan langsung dengan Daniel ketika suasana intim seperti ini. Ponselnya terus bergetar sejak tadi, menandakan notifikasi masuk. Ia menatap ponselnya yang berada di nakas sebelah ranjang, tetapi ia tidak berani meraih benda itu, sebab ia tahu siapa pengirim pesan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OFF TO THE RACES
RomanceDark contemporary romance (21+) Ada Atmadja lahir dari hubungan gelap antara petinggi perusahaan dan sekretarisnya. Sepuluh tahun setelah Papa meninggal, Ada nekat mengajukan dirinya sebagai direktur utama di perusahaan yang hampir bangkrut itu. Den...