Beberapa hari telah berlalu sejak Ada mengetahui dirinya hamil dan hari pernikahannya semakin dekat. Di saat Ada semakin terpuruk, Mama malah tampak sangat bahagia, tidak sabar menunggu pernikahannya. Ada menangis hampir setiap malam di kamarnya sendiri, menyesali keputusannya untuk terlibat dalam hidup psikopat seperti Daniel. Sialnya lagi, pria itu pandai mengambil hati orang, termasuk Mama sendiri. Daniel akan selalu mendatangi warungnya, menjumpai Mama dan berbincang hingga larut. Ada seringkali hanya akan mengintip dari balik tirai dengan ekspresi penuh kecemburuannya. Ketika Daniel menatap ke arahnya, Ada dengan segera menutup rapat tirai itu dan kembali ke kamarnya sendiri.
Jika Mama saja sudah di pihak Daniel, lalu siapa yang akan mendengar keluh kesahnya. Ada merasa sangat kesepian, sendirian dan menyedihkan. Kebenciannya pada Daniel menjadi tak dapat lagi dibendung. Namun, yang bisa Ada lakukan hanyalah menangis di kamarnya sendiri. Ia merasa tidak berdaya, sekaligus dipermainkan. Kehamilannya membuat keadaannya semakin melemah. Dan karena anak ini juga ia tidak bisa pergi dari Daniel. Ada merasa sangat marah pada anaknya sendiri, hingga di satu titik ia menyadari jika ia sebenarnya mulai gila.
Di sela tangisan hening Ada, tiba-tiba saja ranjangnya melesak. Pelukan erat melingkar di tubuhnya. Pelukan itu disertai tepukan lembut di lengan atasnya, seolah menenangkannya dalam tidur.
"Mama lega sekali..." bisik Mama dalam keremangan kamar. Ada menahan isakannya sebisa mungkin dan tetap berpura-pura tidur. "Akhirnya kamu menemukan pria yang sempurna, Ada."
Ada tetap hening di tempatnya dengan napasnya yang berat. "Awalnya, Mama curiga pada Daniel. Figurnya mengingatkan Mama pada Papa. Namun, semakin lama Mama mengenal Daniel, Mama semakin yakin dia-lah yang terbaik untuk kamu, Ada."
Andai Mama tahu apa yang diperbuat Daniel pada Ada...
"Tidak pernah sekalipun Mama melihat pria sebaik dia. Pria yang mencintai seseorang sebegitu dalamnya. Daniel sangat menyayangi kamu, Ada," jelas Mama lagi dan Ada bisa merasakan jika Mama tengah tersenyum sekarang. "Terkadang... Mama iri pada kamu, Ada. Dicintai sebegitu besarnya oleh seorang pria tentu menyenangkan."
Apa hanya Ada satu-satunya yang gila disini? Satu-satunya yang menyadari jika Daniel hanyalah bajingan obsesif gila? Di saat semua orang memuja pria itu, apa hanya Ada yang membenci pria itu? Ada merasa seperti akan gila sekarang.
"Akhirnya Mama bisa tenang, Ada," gumam Mama lagi sambil menyisir rambut Ada, membuat Ada ingin menangis tersedan-sedan. "Akhirnya Mama bisa tenang melihat kamu hidup bersama pria yang sangat mencintai kamu. Kamu pantas mendapatkan cinta, Ada dan Daniel adalah pria yang tepat untuk menunjukkannya pada kamu."
Ucapan Mama seperti ini hanya akan memperburuk perasaan Ada akan rencananya untuk bercerai dengan Daniel di masa yang akan datang. Haruskah ia bertahan seumur hidup di bawah kendali bajingan obsesif itu demi Mama? Atau mungkin... memang inilah takdirnya. Inilah karmanya karena sudah haus kekuasaan dan mencampakkan Bastian.
Karmanya adalah Daniel.
***
Toni menghela napas pelan, melihat sikap keras kepala Ada. Ia ingin menghampiri Ada, tetapi tentu sebagai seorang laki-laki, Toni tidak bisa masuk ke area depan bus Transjakarta, karena dikhususkan untuk perempuan. Jadilah Toni berdiri di depan pintu bus dengan gusar, sembari terus menatap Ada yang sedari tadi tidak peduli dengannya. Tak terhitung berapa kali Toni terus membujuk Ada untuk naik ke mobil Avanza yang disediakan khusus Daniel untuk calon istrinya. Namun, Ada bersikeras ingin naik Transjakarta, mengabaikan Toni. Tentu saja, Ada tidak menarik perhatian, sebab pakaiannya seperti orang normal pada umumnya, yakni kaos kebesaran, celana jins gombor, sepatu serta tas selempang. Riasannya pun seadanya dan rambutnya hanya dicepol asal-asalan. Toni-lah yang menarik perhatian dengan jas rapi dan rambutnya yang disisir ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
OFF TO THE RACES
RomanceDark contemporary romance (21+) Ada Atmadja lahir dari hubungan gelap antara petinggi perusahaan dan sekretarisnya. Sepuluh tahun setelah Papa meninggal, Ada nekat mengajukan dirinya sebagai direktur utama di perusahaan yang hampir bangkrut itu. Den...