"Kan Mama udah bilang... ngapain kamu harus balik lagi ke Darma Permai. Kamu kerja di BUMN aja udah cukup banget buat Mama," ucap Mama sambil meletakkan sepiring tempe, tahu, ayam dan juga nasi ke atas meja.
"Ma..." panggil Ada sambil menghela nafas pelan. "Kan Ada juga punya hak di perusahaan itu."
Mama tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya menyiapkan makanan. Ia menatap air mengalir di hadapannya, tampak sangat kecewa saat mendengar cerita Ada. Ada menatap punggung sempit mamanya dengan perasaan bersalah.
"Ma..." panggil Ada lagi.
"Mama udah nggak mau berurusan dengan mereka lagi," ucap Mama sambil mematikan keran air dan menatap Ada. "Kamu yang lulus SMA aja udah cukup banget buat Mama, tetapi Mama juga nggak bisa halangin kamu untuk mencapai hal yang lebih besar. Tapi... sekarang? Kamu terlalu jauh, Ada."
"Ma, kalau Ada bisa dapatin perusahaan ini, nggak akan ada lagi yang nganggep kita rendah," ucap Ada, berusaha meyakinkan mamanya.
Ada bukanlah anak angkat. Lebih tepatnya, ia adalah anak hasil hubungan gelap antara Harris Atmadja dengan sekretarisnya sendiri. Mama langsung dipecat ketika ketahuan hamil. Mama pun akhirnya keluar dan mencari nafkah dengan caranya sendiri. Ketika Ada memasuki SMA, Mama terpaksa mengirim Ada ke Papa lagi, karena tidak sanggup membiayai sekolah. Saat itu, Ada sangat membenci Mama, karena menganggap Mama menelantarkannya.
Namun, semakin dewasa, Ada sadar jika semua ini adalah untuk yang terbaik. Sekolahnya dari SMA hingga Magister dibiayai oleh keluarga Papa. Namun, sepanjang ia hidup di keluarga Papa, Ada juga diperlakukan seperti anak buangan. Ia tidak pernah dianggap oleh mama tirinya. Saudara tirinya yang lain pun jarang ada yang mau bermain dengannya, kecuali Arya. Mama tirinya selalu mengatakan jika dia anak angkat, sebab takut aib keluarga terbongkar. Tak jarang mama tirinya menjelek-jelekkan Mama langsung di depannya sendiri.
"Mama juga bisa datang dengan bangga ke acara keluarga kita tanpa perlu takut dikata-katai," ucap Ada lagi dengan nadanya yang membujuk.
"Mama nggak perlu itu, Ada. Mama udah puas sekarang. Ego seperti itu udah nggak berlaku lagi untuk Mama," gumam Mama dengan nada lembutnya. "Mama hanya ingin kita bahagia. Kamu yang balik lagi ke perusahaan itu..."
"Bagi Ada itu penting," potong Ada keras kepala. "Ada capek, Ma, dikata-katai perempuan pelacur bodoh. Ada ingin ngebuktiin kalau Ada pantas dan memang layak untuk perusahaan itu. Lalu, setelahnya kita bisa injak-injak mereka seperti mereka injak-injak kita."
"Mereka pantas injak-injak kita, Ada. Kita... alasan keluarga mereka hancur," jawab Mama lagi dengan matanya yang berair.
"Keluarga mereka hancur karena ulah mereka sendiri. Mereka hanya menimpakan semua kesalahan mereka ke kita, Ma," gumam Ada lagi sambil mengepalkan tangannya. "Ada harus mendapatkan perusahaan itu apa pun caranya."
****
Ada mengepalkan tangannya yang gemetar, berusaha menyiapkan dirinya bertemu dengan keluarga Papa. Minggu pagi itu, ia memakai terusan bermotif bunga dengan leher V yang cukup rendah tetapi sopan dan berbahan tipis serta jatuh. Ada mengikat setengah rambutnya hingga penampilannya terlihat lebih sopan dan baik. Ada membuka pintu rumah Oma-nya sembari memperbaiki letak bingkisan buah di tangan kirinya. Pintu 2 meter itu terbuka menampilkan desain interior yang kental dengan era 60an. Terdapat foto keluarga berjejer dengan cermin tepat di depan pintu masuk. Ada memasuki rumah tua nan megah itu, sebelum akhirnya sampai di ruang tamu. Ketika ia masuk, semua orang di situ langsung menatapnya. Tak biasanya semua lengkap hari itu. Empat saudara tiri beserta ibu tirinya juga hadir; Arya, Ethan, Joyce dan si bungsu Jeanne. Ada adalah anak ketiga jika digabung dengan empat saudara tirinya itu. Mereka menatapnya sepersekian detik, sebelum kembali melanjutkan aktivitas berbincang mereka.
"Oma," sapa Ada hangat. "Ini ada bingk-"
"Taruh aja di situ," ucap Oma seadanya sambil melenggang ke arah dapur. Ada berusaha mempertahankan senyumannya. Ia tidak boleh kurang ajar, sebab bagaimana pun juga ia berhutang budi pada keluarga Papa. Segera setelah ia mendapatkan perusahaan itu, Ada pastikan mereka memahami apa yang Ada rasakan selama ini.
Dan begitulah, seperti yang selalu terjadi. Tidak ada yang mau mengajaknya mengobrol, bahkan Arya sekali pun. Arya selalu mengatakan jika ia ingin dekat dengan Ada, tetapi ia takut dimarahi Oma. Karena itu, Ada selalu sendirian, bahkan sejak ia kecil sekali pun. Meskipun Ada mengajak mereka mengobrol duluan, mereka akan langsung menghindar. Ada kecil akan selalu kabur ke dapur dan bermain dengan asisten rumah tangga, tetapi kini ia sudah besar dan ia tidak bisa melakukan itu lagi. Ada harus bisa menahan dirinya di keluarga itu.
Ketika makan pagi bersama, Ada akan duduk di kursi paling ujung dan makan dalam diam. Hari itu adalah hari milik Arya Atmadja, mengingat semua orang tampak sangat tertarik dengan cerita pemilihan direktur utama.
"Ada juga mengajukan diri, Oma," ucap Arya sambil tersenyum hangat.
Senyuman Oma langsung luntur seketika. Oma menoleh ke arah Ada dan Ada langsung menyambut tatapan keras wanita tua itu dengan tatapan sopannya. "Apa alasan kamu?" tanya Oma dengan nadanya yang serius membuat meja itu langsung hening seketika.
"Papa bilang Ada juga berha-"
Tiba-tiba saja dengusan terdengar dari seberangnya. Dengusan itu perlahan-lahan berubah menjadi tawa. Mama tirinya tertawa seolah hal itu adalah hal paling lucu yang pernah ia dengar. "Kamu? Berhak?" ucap mama tirinya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kamu menganggap kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini?" tanya Oma dengan wajah sinisnya. Ada hanya bisa terdiam dan memilih untuk tidak menjawab, sebab ia tahu jika Oma memiliki darah tinggi dan hal itu bisa berbahaya untuk memancing kemarahannya.
"Batalkan pengajuannya," pinta Oma tegas.
"Hm... nggak bisa, Oma. Om Daniel sendiri yang kasih kesempatan untuk Ada," ucap Arya, membuat Oma terdiam lagi dengan wajah memerah.
Oma tiba-tiba saja menggebrak meja, melangkah lugas ke arah Ada. Ada pun refleks berdiri, menyambut Oma. Tiba-tiba saja tamparan berlabuh di pipinya. "Kamu nggak ada bedanya sama mama kamu! Pelacur! Oh nggak... kamu lebih parah. Pelacur kecil yang rakus. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau dengan tubuh kamu."
Ada mengerutkan keningnya, tidak memahami ucapan Oma. Semua orang di situ menatapnya, tetapi mereka seolah puas ketika melihat dirinya ditampar, kecuali Arya yang tampak khawatir. "Maksud... Oma?" tanya Ada bingung.
"Maksud Oma adalah kamu pasti tidur dengan Om Daniel sampai kamu dikasih kesempatan kedua," ucap Jeanne, adik tirinya. Jeanne menopang dagunya di atas meja sambil memakan rotinya dengan santai.
"Ada nggak kenal..."
"Daniel Daniswara bukan orang yang murah hati, Ada," timpal Ethan, kakak tirinya yang satu tahun lebih muda dari Arya. "Dia... nggak akan kasih kesempatan sebesar itu kalau kamu nggak kasih timbal balik yang sepadan untuk dia."
"Ada benar-benar..."
"Kamu pulang aja!" bentak Oma jengkel. "Kepala saya makin sakit lihat pelacur seperti kamu."
"Oma... udah..." balas Joyce dengan nadanya yang lembut. Joyce adalah saudara tirinya yang paling diam dan selalu menghindarinya. Adiknya itu tidak pernah mengatainya, tetapi juga tidak pernah mau berinteraksi dengannya.
Ada terdiam sesaat, masih berusaha mencerna semua perlakuan yang ia terima. Sebelum akhirnya, Ada membungkuk dengan tubuhnya yang gemetar, meraih tasnya dan berjalan keluar dari rumah yang memberinya luka itu.
TBC...
Selamat menikmati. Jangan bosan-bosan yaaww
KAMU SEDANG MEMBACA
OFF TO THE RACES
RomanceDark contemporary romance (21+) Ada Atmadja lahir dari hubungan gelap antara petinggi perusahaan dan sekretarisnya. Sepuluh tahun setelah Papa meninggal, Ada nekat mengajukan dirinya sebagai direktur utama di perusahaan yang hampir bangkrut itu. Den...