12.

660 79 15
                                        

Khaotung masuk ke dalam ruang konseling, hanya ada wali kelasnya disana. Nan dengan lembut memanggil Khaotung untuk duduk didepannya.

"Kau kesal pasti ya? Waktu belajar terganggu karena masalah ini." Nan lebih dulu meminta Khaotung untuk bersantai, ia juga menawarkan coklat dingin dalam cup untuknya, beliau juga menawarkan minuman itu pada anak muridnya yang lain, niatnya biar mereka lebih santai dengan apa yang sedang terjadi.

"Aku tidak apa-apa," jawab Khaotung dan menerima minuman itu dari Nan.

Nan tidak langsung mengajukan pertanyaan lainnya lagi, terlihat sibuk menatap catatannya yang berisi jawaban jawaban dari murid lain.

"Apa yang terjadi beberapa Minggu sebelumnya? Mereka mengatakan bahwa ada beberapa hal terjadi semenjak Pawin datang ke sekolah ini."

Khaotung terlihat sedikit gugup, takut ditanya soal tuduhan yang ia layangkan pada Pawin tanpa bukti lengkap. Karena ketika itu terjadi, semua siswa kelas 11 termasuk dirinya memutuskan untuk menyelesaikan masalah soal grup chat dan buku matematikanya tanpa melibatkan para guru.

"Jelaskan semuanya pada Bapak, oke? Tenanglah, Bapak tidak menyimpulkan apapun dalam waktu singkat."

"Apa yang harus aku jelaskan?" Tanya Khaotung balik.

"Apa yang kau rasakan saat kelas membuat grup chat tanpamu, dan bagaimana perasaanmu saat buku catatanmu berada di tas Pawin."

Khaotung tahu jika semua itu akan terbongkar dalam momen seperti ini. Siapa sangka jika kelas mereka akan melakukan penyelidikan semacam ini.

"Semua hal yang diucapkannya tidak masuk akal," jawab Khaotung dengan gumaman.

"Lalu kenapa kau memaafkan Pawin saat itu?"

"Karena aku tak punya bukti kuat untuk bukuku dan soal grup chat itu, aku mencoba memahami perasaannya terhadapku saat hari hari awal perkenalan."

Nan menganggukkan kepalanya beberapa kali, lalu kembali menatap catatan berisi jawaban-jawaban dari murid lainnya soal kejadian itu.
Cukup lama keheningan itu terjadi hingga Khaotung dibuat bingung, apa yang lainnya juga mendapatkan situasi seserius ini?

"Jadi sebenarnya, perkelahianmu dengan Neo ada hubungannya dengan semua kejadian itu?" Nan kembali menatap Khaotung.

"...."

"Khao?"

Khaotung akhirnya mengangguk. "Benar, maafkan aku."

Nan menganggukkan kepalanya, tidak apa-apa sebenarnya. Disatu sisi Nan merasa bangga karena semua siswa didiknya memiliki rasa tanggung jawab untuk mencoba menyelesaikan masalah Mereka sendiri tanpa melibatkan orang dewasa. Walaupun harus berbohong, selama itu demi kebaikan bersama maka Nan memaafkannya.

"Jadi kau belum memaafkan Pawin, kan?"

Khaotung mengerjapkan matanya, itu benar. "Aku sedang mencoba, Pak."

"Mereka mengatakan kau menyerang Pawin dengan cukup brutal, bapak bahkan terkejut saat semua temanmu mengatakan bahwa kau juga menyerang Lui dan Neo. Kesimpulannya kau yang memulai semua perkelahian itu."

"..."

"Kami sudah sepakat untuk saling memaafkan," jawab Khaotung lagi.

"Dan apakah kau benar-benar memaafkan mereka? Memaafkan Pawin yang membuat grup chat kelas tanpamu didalamnya, dan memaafkan semua temanmu yang justru diam saat mengetahuinya?"

Lagi, keheningan itu terjadi. Khaotung mencoba memproses apa yang sebenarnya ingin Nan sampaikan.

"Apa bapak menuduhku yang mencuri buku Pawin dan Louis?"

Badfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang