20.

703 71 26
                                    

Khaotung juga terluka, jadi saat Louis dibawa ke rumah sakit ia pun ikut dibawa.
Kini, ia berada di ruang inapnya dengan wajah pucat.
Tangannya memiliki perban, ia terluka akibat di dorong oleh Louis.
First terlihat masuk ke dalam ruang inap Khaotung lalu duduk didepannya tanpa mengatakan apapun.

"Khao." Panggil First pada akhirnya.

Khaotung mengangkat kepalanya, menatap First dengan tatapan lemah.

"Lui sudah ditangani," jelas First. "Darahnya sudah berhenti keluar, kita datang tepat waktu."

Tapi Khaotung tetap tidak merasa lebih baik, bayang-bayang Louis yang berdarah-darah didepannya masih terngiang dengan jelas.

"Lui belum sadar?" Tanya Khaotung dan saat First mengatakan bahwa temannya itu butuh waktu lagi untuk siuman Khaotung  kembali terpuruk, seolah dialah penyebab dari kecelakaan yang menimpa Louis.

" Harus bagaimana biar dia siuman?" Tanya Khaotung.

"First, aku takut sekarang," sambungnya.

First segera menarik Khaotung ke pelukannya, dan si mulut pedas itupun akhirnya menangis diseragam sekolah First. Menangis begitu hebat mempertanyakan apa salahnya karena mendapatkan hukuman seperti ini, tuduhan yang tak ada hentinya bahkan Louis harus mengorbankan diri untuknya.

"Semua akan baik-baik saja, kau punya aku."

First selalu berharap jika Khaotung memiliki hari buruk karena merasa jika dia yang selalu memiliki hari buruk oleh mulut Khaotung. Tapi saat ini, jika hari buruk Khaotung adalah menjadikan dia selemah ini maka First tidak akan lagi berharap seperti itu.
First tidak bisa melihat Khaotung menangis seperti ini, seseorang yang bahkan tidak menangis di tekan banyak orang kini meraung memintanya untuk tidak pergi ke manapun.

"Aku tidak akan biarkan kau terluka lagi nanti. Maaf ya? Aku terlambat datang tadi, kau pasti ketakutan."

Khaotung menganggukkan kepalanya, ia sangat ketakutan dan hanya First yang datang ke lapangan itu untuk memeluknya, menghindarkan pandangan Khaotung dari tubuh Louis yang sedang menunggu ambulan datang.
Karena saat itu, walaupun Khaotung takut melihat darah, ia tak bisa memalingkan wajahnya barang sejenak dari Louis. Itulah mungkin kenapa ia sangat shock sampai sore ini

"Khaotung."

Nyonya Thana akhirnya datang bersama sang suami, segera beliau memeluk Khaotung dengan erat.

"Ibu, Lui terluka karena aku."

"Tidak, tidak. Khaotung anakku, tidak seperti itu kejadiannya."

First lalu izin pamit dari kamar inap Khaotung, membiarkan keluarganya kini yang mengurus Khaotung.
Ayah ibunya First masih belum kembali dari pekerjaan, First sudah memberitahu mereka dan katanya akan kembali pada malam hari.

"Dimana Joong?" Tanya First, tumben dia tak melihat Joong di antara teman-temannya yang saat ini menunggu Louis siuman di ruang tunggu. Keluarga Lui berada didalam ruangan.

"Pak Nan?" Tanya First lagi.

"Pak Nan pergi ke sekolah untuk memeriksa Dunk, dan Joong... Kau tahu betapa dekatnya dia dengan Dunk."

First terkejut, ia baru tahu jika pelaku  jatuhnya pot bunga itu adalah Dunk. "Lalu Pawin?"

"Belum datang, dia ada urusan keluarga." Marc yang menjawab.

"Khaotung bagaimana?" Tanya Marc, mengalihkan pembicaraan.

"Masih menangis. Tapi tidak apa-apa, sudah ada Ayah dan ibunya," jawab First.

---

"Bukan aku Pak Nan."

"Lalu kenapa kau datang dari atap?"

Badfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang