6# New York City

34 5 0
                                    

New York adalah kamu dan cerita kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New York adalah kamu dan cerita kita.
-Nathaniel Oretha-

~••~

Two years ago.
New York City, United States.

Kota New York adalah kota terpadat di Amerika Serikat dan merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadat di dunia. Kota New York terletak di negara bagian New York bagian Tenggara, sekitar setengah jalan antara Washington, D.C. dan Boston. Dan sudah sekitar tiga tahun Nathan dan Renika menetap di kota sibuk ini. Menjadi bagian dari setiap perayaan di kota ini dalam tiga tahun terakhir.

Sore yang cukup cerah, Nathan dan Renika sudah duduk bersandingan di Brooklyn Bridge Park sambil menikmati wafel di genggaman masing-masing. Tempat ini memang selalu ramai pengunjung, dan lagi-lagi mereka berdua mengambil peran di dalamnya.

"Gue tadi pagi telponan sama El sampai gendang telinga hampir copot."

Gadis disampingnya terkekeh pelan, Nathan selalu menggebu-gebu dalam menceritakan sesuatu. Jadi mari kita dengarkan ada cerita apa hari ini.

"Kenapa tuh?"

"Katanya buah mangga di kulkas ilang tiga biji, dia udah teriak-teriak manggil nama gue sampai ke rumah lo dan baru sadar kalau kita udah lama gak di Indonesia waktu lihat motor gue di garasi udah hampir jadi fosil soalnya berdebu banget. Gue udah mau maki-maki tuh eh malah ngamuk-ngamuk gara-gara kita waktu liburan gak balik."

"Terus apa lagi katanya?"

"Katanya kangen sama lo tapi gak kangen sama gue, tapi pengen gue juga ikut. Denial banget kan Abang lo itu?!"

"Katanya itu apasih istilahnya, tsundere?"

Nathan mengangguk semangat menyetujui ucapan Renika, memang ada-ada saja kelakuan Gabriel dan Nathan.

"Padahal satu dunia juga tau kalau dia gak mau kehilangan gue."

"Mulai!"

Sudah enam bulan sejak kabar menggelikan media yang membuat Renika dan Nathan sempat bertengkar kecil. Sebenarnya tidak bertengkar juga karna Renika tidak menghiraukan kabar itu sama sekali.

Dan sudah sekitar dua bulan mereka tidak lagi menyandang status sebagai sepasang sahabat melainkan sebagai sepasang kekasih. Waktu yang cukup singkat jika dibandingkan keberadaan mereka di kota ini.

Matahari terbenam dari Brooklyn Bridge Park memang sempurna. Ditemani Renika juga banyak pengunjung membuat suasana ramai ini semakin meriah.

Nathan dan Renika punya banyak kesamaan, salah satunya sama-sama menyukai keramaian. Bedanya Renika suka menikmati dari kejauhan sedangkan Nathan suka bergabung di dalamnya.

"Weekend gini mau jalan-jalan kemana?"

"Di apart aja."

"Yaelah sesekali kemana gitu, gak ada jadwal belajar atau gue bakar buku lo! Ini weekend sayangku cintaku, harus jalan-jalan!"

Renika tertawa pelan mendengar ucapan Nathan, gemas sekali rasanya melihat pria ini mengoceh dan sedikit mengamuk.

"Inisiatif dong pacar, lo mau ngajak gue kemana?"

"Terjun payung."

"Lo terjun gue yang pegang payung!" Nathan tertawa kecil karena berhasil menyulut api amarah Renika.

Hari-hari mereka akan selalu di isi hal-hal semacam ini, bertengkar kecil, saling mengejek, saling menyulut emosi, berdebat lalu kembali akur dan tertawa bersama. Definisi healthy relationship yang sebenarnya. Meskipun Nathan adalah mantan buaya tingkat akut tapi bersama dengan Renika jangankan mendekati wanita lain berteman dengan lawan jenis saja dirinya harus meminta izin. Lucu sekali.

Setelah matahari tenggelam dengan cantik mereka benar-benar kembali menuju apartemen dan menghabiskan waktu disana. Red wine dan film kesukaan mereka berdua sudah siap di putar dengan selimut tebal. Tidak, mereka tidak sedang menikmati film horor karena Renika membencinya.

"Gua gak tau mau rewatch film ini sampai berapa kali jadi jangan bosen kalau gue ajak nonton ini lagi besok-besok."

"Mau lo rewatch sampai beranak cucu juga tetep gue jawabanin, Re. Yang penting nontonnya sama lo gue gak masalah."

Lantas film itu kembali di putar entah sudah yang ke berapa kalinya, Renika tidak pernah bosan menontonnya dan Nathan tidak pernah jengah menemani Renika menonton. Akhir dari kisah itu tetap sama saja, tragis. Tapi bukannya hidup tidak selalu memberikan akhir yang terbaik?

"Tau gak kenapa gue suka banget sama film ini?"

"Karena kangen Bang Jona?"

Renika menggeleng pelan sambil mengeratkan dekapannya pada tubuh Nathan. Sedang pria itu mengusap pelan bahu Renika memberikan kenyamanan.

"Karena ternyata akan selalu ada yang cinta sama lo jauh lebih besar dari pada cinta lo ke diri sendiri."

Nathan mengangguk, sambil memandang layar pipih di depan mereka.

"Karena sebenarnya kita lebih sering mencintai orang lain mati-matian dan membunuh diri sendiri habis-habisan."

Renika setuju, meskipun mereka punya maksud yang berbeda tentang apa yang mereka ucapkan tapi pada akhirnya mereka memahami kalimat masing-masing dengan cara mereka sendiri. Seperti saat semua orang memandang dunia dengan pemikiran mereka sendiri-sendiri.

Malam semakin larut tapi New York tidak pernah tidur, setelah puas membicarakan banyak hal Nathan berakhir kembali menginap di apartemen Renika. Selain karena malas untuk pergi ke apartemennya dia juga malas berpisah dengan kekasihnya.

Nathan mengingat jelas bagaimana awal hubungan mereka terjalin. Saat itu sudah hampir musim semi di New York, udara mulai menghangat dan mereka bisa sedikit berjalan-jalan santai di luar apartemen.

Kafe kesukaan mereka dengan kopi susu dan wafel menjadi teman bicara yang selalu menyenangkan. Berbagai topik telah mereka bicarakan semenjak pulang dari kelas sore yang menjengkelkan.

"Gimana caranya move on?"

"Pacaran sama gue."

"Gue serius!"

"Gue gak bercanda ya! Nih dengerin! Katanya kalau lo mau move on selain butuh waktu juga butuh orang baru."

Percakapan konyol mereka dua bulan lalu membuat Nathan terkekeh pelan mengingatnya. Renika sudah tidur dalam dekapannya tapi dirinya masih terjaga memerhatikan bagaimana gadis ini tertidur.

"Cantik, lo selalu cantik dan gak akan pernah berubah. Gue akan berusaha bahagiain lo tapi gimana akhir dari hubungan kita semuanya ada di tangan lo, gue gak akan marah apapun keputusan lo, gue gak akan pernah egois. Kalau suatu hari lo gak ngerasa bahagia atau nemuin apa yang lo cari di diri gue lo bebas pergi. Tapi buat sekarang ayo kita nikmatin masa-masa ini, kita jadiin New York milik kita, New York dan cerita kita."

Nathan lantas memejamkan matanya perlahan, menikmati kantuk yang perlahan menyerangnya. Setiap sudut kota New York adalah mereka, akan selalu menjadi milik mereka di kenangan Nathaniel. Suatu saat, di waktu yang mungkin jauh dari hari ini, ketika dirinya berkunjung ke New York kembali Nathan akan mengingatnya sebagai Renika Catra. Karena baginya kota New York adalah nama lain dari Renika Catra. Gadis kesayangan keluarga Oretha.

To be continue...

Scars || Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang