Mau sekeras apapun gue berjuang gue tetap bukan pemeran utama di hidupnya.
-Nathaniel Oretha-~••~
Sedari pagi Gabriel sudah memijat pelipisnya pening, persis seperti apa yang Nathan katakan semalam pagi ini pria itu mengguncang dunia bisnis dengan berita tidak terduga. Terkesan tiba-tiba untuk ukuran Gabriel yang tidak pernah menyinggung masalah hubungannya pada media.
"Berita hangat datang dari pengusaha besar keluarga Oretha, mereka mengabarkan bahwa akan segera menikahkan anak sulung mereka dengan cinta pertamanya. Judulnya bikin gue pengen nampol muka lo!" Gabriel membaca salah satu judul berita yang ramai dan menghebohkan jagat maya.
"Udah terpampang jelas nama Arunika disana ya! Bukan gue yang milih judulnya."
"Ini kalau sampai cewek gue kabur kayak dua bulan lalu lo harus tanggung jawab!"
"Percaya sama gue dia gak akan kabur dan pasti bentar lagi Aru nelpon lo buat minta klarifikasi."
Dan benar apa yang dikatakan Nathan, suara deringan ponsel dengan nada khusus terdengar nyaring di ruangan Gabriel. Si pemilik ponsel sudah was-was tapi si pembuat masalah hanya tersenyum tanpa dosa.
"Loudspeaker!" ujarnya berbisik masih dengan senyum selebar daun kelapa.
Meskipun perasaannya dongkol setengah mati tapi Gabriel tetap menuruti permintaan Nathaniel. Dengan sedikit menata mentalnya sebelum mengangkat telpon dari Arunika yang pasti akan memaki-maki dirinya.
"Iya, Aru?"
"Kamu kasih pengumuman apasih, Gabi? Aku dari tadi di teror terus sama fans kamu!"
"Cuma hal yang harus di sampaikan."
"Berita bohong apalagi sekarang? Bawa nama besar keluarga kamu, nama aku juga jelas banget ada disana bahkan kerjaan aku di cantumin juga?!"
"Kan kamu bilang biar jelas asal usulnya."
Suara kekehan terdengar jelas disana, Gabriel dan Nathan yakin Bintang sudah melihat berita itu dan tau siapa dalang dibaliknya. Dan pastinya Bintang adalah orang pertama yang mengabari Arunika tentang berita itu, melihat betapa tidak pedulinya Arunika dengan berita hangat tanah air selama ini.
"Kamu kenapa malah ngumumin pernikahan kita?"
"Emang mau nikah sama siapa lagi kalau bukan kamu?"
"Tapi kamu gak diskusi dulu sama aku, main bikin berita aja! Emangnya pendapat aku gak penting?"
"Justru karena aku selalu butuh pendapat kamu buat semua hal makanya aku ngelakuin ini. Kita ngobrol nanti malam face to face kamu gak boleh nolak dan aku gak akan take down berita itu."
Gabriel mematikan sambungan teleponnya, dia bisa saja tidak tahan dan lari menuju perusahaan Bintang sekarang juga tapi ada rapat setelah ini.
"Tinggal suruh sekertaris lo kirim surat undangan buat Bang Mahen."
"Tanggalnya aja belum tau, Nathaniel! Lo mau kirim undangan gak ada tanggalnya?"
"Loh siapa yang bilang belum tau? Bunda udah diskusi sama neneknya Aru dari berapa hari lalu."
Gabriel melotot mendengarnya, ini lebih tidak masuk akal dari yang dirinya kira.
"Gue udah bilang acaranya tunangan aja, buat urusan nikahan kalian sendiri yang atur. Dua minggu lagi tunangan jadi cepetan bawa Arunika ke butik."
Nathan keluar ruangan dengan ringan, meninggalkan Gabriel yang seolah kehilangan kewarasannya. Diluar ekspektasinya, dirinya kira orang tuanya akan meributkan masalah asal usul Arunika tapi ternyata justru sudah menetapkan tanggal pertunangan?
Sebuah notifikasi mengagetkan Gabriel, terpampang nama Renika disana.
Rere bocil
Gue udah bilang minimal aba-aba dulu, Rosetta udah ngereog!
Lo mau kesini kasih kita penjelasan apa gue bakar gedung Oretha sekarang juga?!
09:14Tunggu, habis rapat gue langsung kesana.
09:15Gabriel terkekeh melihat pesan dari Renika, dirinya yakin Rosetta sudah sibuk menghubungi Bintang dengan berbagai kehebohan yang pasti membuat Renika pusing.
Gabriel akui cara yang dilakukan Nathan cukup nekat melihat hubungannya masih mengambang tapi hal yang perlu dirinya waspadai sekarang adalah reaksi sang Ayah. Ini berita besar dan pasti mengguncang pria itu, di tambah dia masih bersikukuh ingin membuat pernikahan bisnis untuk kemajuan perusahaan mereka. Semoga responnya tidak membuat Arunika pergi dari sisi Gabriel, sudah cukup gadis itu menanggung sakit dan tangis seorang diri, Gabriel tidak mau menambahnya lagi.
"Pak, rapat dimulai lima menit lagi."
Gabriel mengangguk dan mulai pergi meninggalkan ruangannya, masih dengan harap-harap cemas tentang respon Ayahnya.
Sementara Nathaniel bahkan sudah meninggalkan area perusahaan dengan mobil kesayangannya. Sebuah lagu dari Langit Sore menemani perjalanannya menuju taman tempat biasa Nathan mengasingkan diri.
"Gue udah mulai satu langkah mundur, Re. Kalau pengorbanan gue kali ini masih gak berhasil bikin kalian balikan gue janji sama diri gue sendiri buat rebut lo, gue akan jadi orang paling egois. Ini kesempatan kedua sekaligus terakhir buat Bang Mahen."
Nathaniel berkendara dengan kecepatan rata-rata, dalam enam tahun terakhir dirinya belajar banyak tentang mengendalikan diri. Nathan belajar banyak tentang menekan emosi berlebihan yang bisa saja menghancurkan rencananya.
Semalam setelah berbicara dengan Gabriel di balkon kamar pria itu Nathan memutuskan menelpon kedua orang tuanya. Memang terlalu beresiko menerima Arunika dalam keluarga mereka apalagi dengan latar belakang gadis itu, tapi dengan segala cara Nathan akhirnya berhasil meyakinkan sang Ayah. Pernikahan bisnis memang sangat menguntungkan untuk perusahaan tapi sangat merugikan untuk Gabriel sendiri.
Nathan adalah saksi bagaimana Gabriel hidup serupa piala untuk Ayah mereka dengan segala hal yang pria itu capai, hidupnya didedikasikan demi nama besar keluarga. Dan kali ini Nathan ingin Gabriel hidup untuk dirinya sendiri, untuk cintanya, dan kebahagiaannya. Sudah cukup pria itu mengalah demi nama Oretha.
Sama dengan pribahasa sekali dayung dua tiga pulau terlampaui dengan berita ini selain bisa memulangkan Mahendra tanpa adu argumen Gabriel juga bisa menjadikan Arunika sebagai miliknya setelah penantian yang sangat panjang.
Nathan duduk sendirian ditemani sekaleng soda dan juga sebungkus nikotin kegemarannya. Taman di jam kerja seperti ini memang lebih sepi dan itu menenangkan. Banyak perubahan disini termasuk berjajar rapi bangku-bangku yang semula tidak ada membuat Nathan tidak perlu mengotori celana bahannya dengan duduk diatas rerumputan hijau.
"Mau berjuang kayak gimanapun kalau bukan lo ya tetep bukan lo," ujarnya terkekeh sambil menghisap sebatang nikotin yang ujungnya baru saja di bakar.
Pikirannya kembali pada kenangan di New York satu tahun lalu. Tepat di hari mereka akan kembali ke Indonesia setelah lima tahun menetap di sana.
"Kalau gue gak bilang gitu lo gak akan pernah jujur, Re. Emang bloon banget, padahal gue bilang gapapa jujur aja."
Tapi siapa juga yang akan mengatakan sebuah kejujuran yang pahit dengan begitu lantang pada orang yang disayangi? Kenyataannya manusia memang lebih suka mendengar kebohongan yang manis dari pada kenyataan yang pahit.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars || Mark Lee
Fanfic//Sequel Ripple// [Rumah Untukmu Pulang] Mencintaimu sepadan dengan semua rasa sakit ini jadi biarkan aku tetap memeluknya erat sampai hari dimana aku tidak bisa lagi menggenggam harapan. "Mari kembali jatuh cinta dan melakukannya dengan benar di la...