//Sequel Ripple//
[Rumah Untukmu Pulang]
Mencintaimu sepadan dengan semua rasa sakit ini jadi biarkan aku tetap memeluknya erat sampai hari dimana aku tidak bisa lagi menggenggam harapan.
"Mari kembali jatuh cinta dan melakukannya dengan benar di la...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Masih kamu dan akan tetap kamu pemenangnya. -Mahendra Vega-
~••~
Jakarta, Indonesia. Two years ago.
Mahendra dan Bintang berdiri berdampingan menatap hamparan biru yang dahulu pernah menjadi tempat paling di sukai kakak sulung mereka. Tempat paling favorit bagi dia yang satu tahun lalu meninggalkan mereka sangat jauh.
"Gue denger Nathan sama Ren makin deket."
"Wajar, mereka tetangga apart dan cuma punya satu sama lain disana."
"Lo gak cemburu?"
"Jelas cemburu, tapi gue bisa apa?"
"Bisa ikhlas, Bang."
"Gak bisa, gila kali gue ikhlas gitu aja?"
"Udah empat tahun dan lo masih ngarepin dia?"
"Masih."
Bintang tertawa pelan sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes.
"Anjing, de javu!"
Mahendra terkekeh mendengarnya, "Bang Jona?"
Bintang mengangguk pelan sambil membenarkan kacamata hitam miliknya. Persis saat kakak sulungnya jatuh hati pada sahabatnya sendiri yang membuat dirinya bahkan tidak bisa beranjak meski tahu tembok dihadapannya sangat tinggi begitulah Mahendra jatuh cinta pada Renika, bedanya hubungan mereka usai karena Mahendra yang bersalah disini.
"Empat tahun lalu Ren pernah cerita banyak sama gue soal kalian. Gue gak pernah cerita sama lo karena gue pikir lo cukup mampu bikin dia bertahan sama lo, bikin dia percaya dan yakin sama hubungan kalian, tapi ekspektasi gue ketinggian ternyata."
"Soal apa?"
"Banyak, termasuk soal lo yang selalu bikin dia bingung. Lo yang gak pernah tegas sama apapun soal Aruna, lo yang dari awal cuma jadiin dia teman kesepian, dan perasaan lo yang selalu abu-abu bahkan sampai kalian putus waktu itu."
Mahendra mengangguk, membenarkan apa yang Bintang katakan. Sudah lama mereka tidak bercengkrama berdua dan berbagi cerita seperti ini. Jadi mendengar Bintang memaki-makinya juga serupa obat, pahit tapi menyembuhkan.
"Menurut lo sendiri gue gimana?"
"Brengsek. Gue gak ngerti lagi mau bilang apa soal lo di waktu itu."
Mahendra tertawa pelan sambil melihat sekilas adiknya, "Lo bener."
Mereka kemudian sama-sama terdiam, menikmati semilir angin juga suara deburan ombak yang ramai. Sore yang menenangkan untuk saling melepas rindu dan memaki kebodohan Mahendra di masa lalu.
"Gue tau gue emang salah dari awal, gue ngebuat Renika yang notabene pacar gue sendiri justru dengerin ocehan ngaco soal Aruna. Tapi gue gak pernah bohong kalau Renika jauh lebih penting dari apapun, Ta."
"Jadi kenapa lo harus ceritain mantan lo ke pacar lo waktu itu, bodoh?!"
"Gue cuma ngerasa aneh aja sama hubungan gue dan Aruna, Ta. Lo paham gak sih kita yang awalnya deket banget sama seseorang jadi canggung? Gue ngerasa kangen sama interaksi gue dan dia dan akhirnya malah bikin gue bingung antara gue masih cinta sama dia atau emang gue cuma kangen kenangannya."
"Terus?"
"Ya gue makin bingung setelahnya, gue berharap setelah gue cerita sama seseorang gue bisa lega tapi malah makin bingung."
"Dan seseorang itu Ren? Emang gila lo!"
"Gue gak punya tempat lain, Ta. Gue mau cerita sama lo juga gak mungkin, hubungan lo sama Ata juga masih abu-abu waktu itu."
Bintang menghembuskan napasnya kasar. Dirinya paham maksud Mahendra tapi kenapa harus Renika? Dari sekian banyak orang yang Mahendra kenal kenapa harus Renika?
"Gue tau isi kepala lo, gue cerita ke dia karena emang gue cuma bisa percaya sama dia, Ta. Gue percaya dia bisa kasih gue solusi, gue percaya dia bisa bikin gue tenang, dan yang pasti dia bikin gue ngerasa aman. Dia yakinin gue soal perasaan yang gak pernah salah, semua hal ada waktunya."
"Iya, dan waktu dia buat memaklumi ketololan lo udah berakhir. Gue aja yang lihat gedek abis apalagi dia?"
"Harusnya dia marah gak sih sama gue, Ta? Minimal tonjok kek atau maki-maki."
"Kenyataannya dia terlalu sayang sama lo. Sekedar ungkapin unek-unek aja dia nangis berhari-hari, inget waktu dia minta break? Dia sempet sakit, Bang, kembar sama Ata bahkan kelabakan karena Ren drop waktu itu, mana orang tuanya sering gak di rumah."
"Dia sakit apa?"
"Cuma panas aja untungnya, Ren emang gampang banget sakit."
Mahendra mengembuskan napasnya kasar, lagi-lagi dirinya tidak tahu apapun. Itu kejadian empat tahun lalu jadi bagaimana cara Mahendra menebusnya sekarang?
"Gue bahkan gak tau apa-apa."
"Dia selalu larang kita kasih tau lo kalau dia lagi sakit, katanya dia gak sepenting itu buat di perhatiin. Jujur hati gue ikut sakit waktu denger itu tapi gue lebih takut kalau gue nekat kasih tau lo, respon lo bakalan nyakitin dia."
"Maksudnya?"
"Bang, kita semua bingung soal perasaan lo. Kita semua gak tau lo beneran cinta sama dia atau enggak, mau kayak gimana pun dia juga sahabat kita semua bukan cuma cewek lo, jadi jaga perasaan dia juga penting buat kita."
"Tapi harusnya gue tau, Ta. Waktu itu gue masih jadi cowoknya, gue masih punya hak buat tau apapun soal dia."
"Lagian lo tau atau nggak itu gak akan merubah apapun, kalian tetep putus pada akhirnya karena lo masih terus fokus ke Aruna."
"Gue udah bilang berapa kali kalau gue gak punya perasaan apapun sama dia waktu itu? Gue cuma peduli sebagai teman, gak lebih."
"Apa lo pikir cuma teman itu bisa buat Ren gak cemburu, kasih tau gue gimana dia gak negatif thinking sama lo kalau notabene Aruna adalah mantan yang bahkan masih terus lo bahas?"
Mahendra terdiam, mencoba meresapi kembali kesalahan demi kesalahan yang dirinya lakukan. Nasi sudah menjadi bubur, sudah lewat empat tahun kejadian itu terjadi dan Mahendra masih terus berada di kubangan masa lalu. Renika masih pemeran utamanya dan Mahendra yakin akan selalu seperti itu nantinya.
"Kita omongin masa depan aja deh, kalau seandainya Ren nikah sama orang lain lo akan gimana?"
"Dateng."
"Perasaan lo gimana, bodoh?! Emang bener-bener minta di slepet kepalanya!"
"Sama persis waktu Bang Jona dateng ke nikahannya Kak Hara. Gue akan berdiri paling depan dengan senyum paling lebar."
"Padahal dunia lo runtuh."
"Udah dari empat tahun lalu dunia gue runtuh, Ta. Ditambah kejadian satu tahun lalu makin gak berbentuk."
"Jadi pada akhirnya?"
"Gue gak mau siapapun kecuali dia, jadi kalau dia gak milih gue ya gue gak akan maksa. Konsekuensi juga karena gue yang salah."
"Semoga yang terbaik buat kalian, kalau gak bisa saling jatuh cinta lagi ya jatuh cinta sama orang lain."
Tapi gue gak bisa, Ta. Cinta yang gue punya udah habis di dia, mau sampai kapanpun tetep dia orangnya dan gue gak mau yang lain.