Kata Auri, harapan itu serupa ilmu sihir. Tidak nampak namun penuh kekuatan magis.
-Selena Candravika-~••~
"Kamu serius gak ada jadwal lain, kan?"
"Nggak ada, Kak. Kalaupun iya masih ada William."
Selena mengangguk sambil terus berjalan pelan menikmati pemandangan sore di Millenium Park. Tempat dengan banyak kenangan yang masih terekam dengan jelas dikepalanya.
"Gimana Chicago, Baby Lion? Menyenangkan mana sama Kanada atau mungkin Jakarta?"
Mahendra melirik Selena sejenak dengan senyum miris, sorot matanya mengatakan banyak hal.
"Chicago terlalu sepi, Kak, dan Kanada terlalu bikin pusing."
"Gak kangen Jakarta?"
"Jujur kangen banget."
Selena mengangguk, meskipun sebenarnya tidak mengerti dengan jelas kenapa Mahendra harus tinggal di Chicago dalam dua tahun terakhir.
"Jadi kamu akan balik ke Jakarta karena pernikahan Gabriel atau karena kangen Jakarta?"
"Dua-duanya," Selena tersenyum tipis sambil menepuk bahu Mahendra pelan mendengarnya.
"Jakarta buat kamu itu kayak gimana?"
Mahendra memasukkan kedua lengannya pada saku celana, kepalanya menengadah berusaha menelan gejolak yang entah bagaimana tiba-tiba muncul karena pertanyaan sederhana dari Selena.
"Jakarta terlalu penuh sesak kenangan, Kak."
"Sama, Chicago juga terlalu penuh sesak kenangan." Selena tersenyum tipis meski kedua matanya terasa memanas.
"Baby Lion, katanya mengenang adalah cara paling nyata meminang luka. Tapi kita juga bisa sembuh dengan cara yang sama, mengenang."
Mereka masih terus berjalan-jalan pelan entah akan berakhir dimana tapi yang pasti Selena memilih untuk mengambil peran ini alih-alih menyerahkannya pada Hara ataupun Aditya.
"Auri ninggalin Jakarta karena mau sembuh tapi pada akhirnya sembuhnya dia juga ada di Jakarta, aku gak berani datang ke Chicago juga karena mau sembuh tapi ternyata jawaban sembuhku ada disini, jadi kamu harus datang ke Jakarta biar tau rasanya sembuh dengan memeluk erat-erat luka itu, Baby Lion."
"Kedengarannya gak masuk akal, Kak. Gimana bisa racun yang bikin kita sekarat bahkan hampir mati bisa jadi obat buat luka itu juga?"
"Tau gak kenapa orang di vaksin?"
Mahendra menaikkan alisnya tidak mengerti, apa hubungan antara vaksin dan pembahasan mereka?
"Vaksin itu bukan obat, vaksin itu juga penyakit yang sengaja di masukkan biar badan kita kebal sama suatu virus. Bahkan sebenarnya vaksin itu adalah penyakit yang lebih kuat dari virus itu sendiri."
"Terus hubungannya?"
"Anggap aja kenangan itu adalah virus, kamu datang kesini menghindari virus itu, tapi apa artinya disini gak ada virus? Justru sebenarnya dimanapun kamu kenangan itu tetap akan nempel di kepala dan ketika kamu mencoba buat lari kamu justru makin terjebak disana, dari pada kamu terus lari bukannya lebih baik di lawan? Caranya ya kamu harus datang kesana, hadapin rasa sakit yang mungkin jauh lebih besar biar kamu bisa berdamai sama semuanya."
Lelaki di sampingnya masih bungkam, Selena paham benar bahwa isi kepala Mahendra tidak menerima apa yang Selena sampaikan dengan baik. Masih terlalu bingung atau mungkin merasa jika perkataan Selena tidak benar.
"Kalau kamu nunggu siap untuk datang kesana, kamu gak akan pernah siap. Kalau kamu nunggu waktu untuk sembuh, kamu gak akan pernah sembuh. Waktu akan terus berjalan seperti sebelumnya tanpa nunggu siapapun, Baby Lion. Auri pernah bilang kalau waktu gak akan bisa nyembuhin luka-luka kita karena pada dasarnya kita yang harus berusaha sembuh, kita gak bisa ngandelin siapapun untuk rasa sakit itu apalagi ngandelin waktu."
Mahendra menatap dalam gadis disampingnya, dia ingat salah satu halaman di buku milik Jonathan.
Waktu gak bisa bikin kita sembuh meskipun sembuh itu perlu waktu.
"Kak, kamu baca buku diary Bang Jona?" Selena menoleh dan tersenyum tipis.
"Iya, udah aku baca berkali-kali dan udah aku tambahin kalimat panjang disana. Tapi untuk beberapa kalimat memang Auri sendiri yang bilang ke aku, dia bukan cuma teman yang baik tapi juga peta dan arah mata angin buat aku. Kamu juga bisa jadiin dia panutan, karena dia memang terlalu sempurna untuk diabaikan. Dan ini pertanyaan paling penting yang harusnya ditanyakan dua tahun lalu, kenapa kamu kabur kesini?"
Mahendra menggaruk tengkuknya salah tingkah, apakah Selena akan menertawakannya setelah ini? Alasannya benar-benar terlalu sederhana untuk waktu yang dia habiskan disini.
"Can i?"
"Jelasin aja, kalaupun alasannya lebih konyol dari kelakuan aku waktu ketemu Auri aku bisa maklum," Mahendra terkekeh pelan.
"Selain karena emang ada sedikit masalah di sini aku sempat dengar kabar pertunangan Aca sama Nathan, Kak," ujarnya menatap ujung sepatu yang dia pakai, tidak berani melihat ke arah Selena.
Kernyitan nampak jelas di dahi Selena namun setelah melihat ke arah Mahendra untuk memastikan telinganya tidak salah dengar Selena tertawa pelan.
"Aku sering lihat cuitan di tweet, pentingnya membaca sampai akhir. Dan sekarang aku nemuin orang yang tindakan cerobohnya bisa buat gonjang-ganjing lebih dari tiga keluarga karena gak baca sampai akhir, ternyata baca sampai akhir itu emang sepenting itu ya biar gak bikin kesimpulan sendiri?"
"Maksudnya?"
"Lebih bodohnya lagi kenapa aku gak nanya ke kamu satu tahun lalu waktu aku sampai kesini pertama kali ya?"
"Kak, please explain!"
Selena kembali tertawa pelan melihat tingkah kebingungan dari Mahendra, mungkin memang tahun lalu jatahnya untuk sembuh dan tahun ini adalah jatah adik-adik mereka untuk sembuh. Mungkin memang harus Selena dulu yang membaik agar bisa memberikan penjelasan pada Mahendra dengan baik juga.
"Kamu pasti langsung tarik kesimpulan karena berita recehan, iyakan? Baby Lion, rumor itu udah dibantah seminggu kemudian tapi untuk urusan mereka ada hubungan lebih dari teman atau nggak aku juga gak tau dan kamu bisa pastiin sendiri untuk itu. Kenapa hal sesepele ini harus jadi sangat besar, astaga?"
"Maksudnya mereka gak tunangan bahkan sampai sekarang."
"Nggak, kalaupun udah harusnya berita itu sampai ke kamu juga."
"Jadi mereka belum nikah?"
"Itu rumor dari mana lagi, Mahendra Vega?"
Mahendra terdiam, dirinya harus senang ataukah malu? Mahendra merutuki kebodohannya bahkan sampai membuat hubungannya dengan orang-orang terdekatnya merenggang.
"Kakak kapan balik ke Jakarta?"
"Hey! Aku bahkan baru sampai di Chicago dua jam lalu!" Selena hampir saja memukul tengkuk Mahendra saking kesalnya.
"Aku mau ikut kakak ke Jakarta, aku mau pulang. Serius mereka belum nikah, kan?"
"Kamu tuh jangan bikin aku balik ke setelan pabrik dong! Aku udah berusaha jadi orang dewasa yang bijak!"
Demi apapun perubahan suasana hati Mahendra benar-benar membuat Selena kesal bukan main, lelaki ini terlalu excited untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dirayakan. Benar bukan?
"Makasih!"
Mahendra memeluk Selena erat, persetan dengan rasa canggung atau malunya. Selena seperti duplikat Hara Syafira untuknya dan harus Mahendra akui dirinya membutuhkan sosok ini untuk beberapa waktu kedepan.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars || Mark Lee
Fanfiction//Sequel Ripple// [Rumah Untukmu Pulang] Mencintaimu sepadan dengan semua rasa sakit ini jadi biarkan aku tetap memeluknya erat sampai hari dimana aku tidak bisa lagi menggenggam harapan. "Mari kembali jatuh cinta dan melakukannya dengan benar di la...