Merasa kelas di sampingnya sangat berisik dan dikerumuni banyak siswa, Saka mulai mengalihkan pandangannya dari buku yang ia pegang, terlihat dari kaca jendela kelas, seorang siswi tengah dirundung oleh dua orang siswi lainnya yang jelas ia ketahui siapa orangnya, dan lagi-lagi semua murid hanya bisa menontonnya, bahkan ada yang terang-terangan mengolok-olok siswi korban pembullyan itu, hal itu membuat Saka geram dan akhirnya ia harus berurusan lagi dengan si pembully.
Kakinya ia langkahkan menerobos beberapa siswi yang memenuhi pintu masuk juga menyingkirkan beberapa meja yang menghalanginya. Matanya membulat kala ia melihat dengan jelas wajah Naya yang kini terlihat pucat pasi dengan lebam keunguan dibeberapa sisi wajahnya.
"Arrabella!" seru Saka tegas.
Ara yang mendengar itu menghentikan aksinya dan melepaskan jambakannya pada rambut Naya dengan kasarnya. Batinnya berdecih saat lagi-lagi waketos ini menghentikan aksinya, mengapa Saka tak membiarkannya saja? Lagipula itu tak merugikannya.
Naya yang merasa jambakannya dilepaskan hanya bisa menutupi wajahnya malu dengan kedua tangannya, lebam diwajahnya terasa menyakitkan. Dengan langkah terburu-buru Rena menghampirinya dan menanyakan keadaannya, namun Naya hanya terdiam tanpa berkata-kata. Ia terduduk lesuh di lantai yang dingin dengan Rena yang terus menerus mengelus puncak kepalanya menenangkan sembari memberikan beberapa kata penenang.
"Hm?" balasnya dengan deheman singkat.
"Berhenti merundung dan ikut saya ke ruang BK sekarang" ucap Saka tegas.
Ara tak menghiraukan ucapan Saka, ia hanya memainkan ujung rambutnya dan menatap Saka remeh.
"Arrabel-"
"Lo gak usah ikut campur urusan gw!" ucap Ara memotong perkataan Saka.
Saka terlihat menggeram dengan jari tangan mengepal kesal, detik berikutnya dengan tidak santainya Saka menarik lengan Ara keluar dari kelas menuju ke ruang BK. Ara yang merasa cekalan tangan Saka terasa lebih kuat dari sebelumnya mulai mendesis lirih. Ia tak ingin melawan kali ini, biarkan saja waketos ini membawanya pergi.
Pintu ruang BK terbuka, namun Saka tak melihat ada penjaga ataupun guru di ruangan itu. Dengan rasa kesal bercampur marah, ia akhirnya membawa Ara ke ruangannya saja yang berada di ruang osis tanpa melepaskan cekalan tangannya pada lengan Ara yang kini terlihat semakin memerah. Mereka berjalan terburu-buru tanpa menghiraukan semua murid yang berjalan di koridor sekolah saat ini.
Tak berselang lama keduanya telah sampai di ruang osis dengan Saka yang duduk di mejanya juga Ara yang duduk berada tepat dihadapannya. Saka menatap Ara dengan perasaan dongkol, namun Ara malah terlihat sibuk dengan pergelangan tangannya yang kini terasa perih.
"Arrabella" panggil Saka.
Ara hanya menatap Saka tanpa minat, membuat Saka lagi-lagi menggelengkan kepalanya lelah.
"Kapan kamu akan berhenti merundung?" tanya Saka to the point.
"Bukan urusan lo" balasnya malas.
Saka lelah dengan segala macam perilaku siswi satu ini, dalam satu minggu, ia bisa mendapatkan kasus hingga 3-5 kali. Bahkan buku kasus Osis mungkin berisi tentang perundungan yang dilakukan olehnya.
"Kenapa kamu merundung dia?" tanya Saka lagi. Kali ini lebih lembut dari sebelumnya.
"Maksud lo jalang itu?" balas Ara.
"Arra-"
"Dia rebut cowok gw, ya gw marah lah, cewek mana yang gak marah kalo cowoknya direbut?" lanjutnya dengan intonasi santai.
"Tapi gak gitu caranya Ra" balas Saka lagi.
"Terus gw harus gimana Sak?! Lo pikir enak digiin?!" Ara menaikan intonasinya dengan wajah yang kini telah memerah padam, wajahnya ia alihkan kesamping, enggan menatap Saka yang terlihat menjengkelkan baginya. Saka bisa melihat mata hazel itu memancarkan aura kesedihan, tapi itu tak membuat Saka luluh dan membiarkan Ara dalam masalah untuk kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Dan Lukanya
Teen FictionDitinggalkan oleh ibunya sedari kecil, Naya kira pertemuannya dengan Nathan si cowok dingin di SMA Biru Langit akan menjadi hal yang baik untuknya, namun perlahan semua ekspektasinya hancur begitu saja, ia kehilangan seseorang yang ia cintai untuk k...