🌺Bab 19

200 37 0
                                    

Sepuluh tahun berlalu sejak malam itu. Waktu yang panjang.... Mimpi berulang dan rasa sakit yang menggerogoti sedikit demi sedikit tubuhku. Meski sudah berupaya sehat, nyatanya kondisi fisikku tak banyak membaik. Aku sudah melewati usia 18 tahun, dimana dalam novel Amalthea harusnya ditakdirkan untuk mati saat itu. Usiaku sekarang 20 tahun, aku tetap hidup, tapi dengan kondisi kesehatan yang tak menentu. Kadang muntah darah secara berkala, terkadang jatuh pingsan dengan mimisan parah hanya karena kelelahan berpikir.

Banyak hal yang tak bisa diprediksi. Aku ingin menyerah. Karena bertahan hidup itu lelah dan menyakitkan. Tidak apa-apa untuk mati. Namun sejujurnya aku sangat pengecut. Aku benci rasa sakit dan takut akan kematian. Jadi aku tak ingin mati. Tapi jika boleh memilih, akan lebih baik kalau aku tak dilahirkan sama sekali.

Hari demi hari pun berlalu. Kadang indah, kadang pula penuh badai. Ada banyak hal membahagiakan yang harus kusyukuri. Aku bangun dengan keadaan bernapas di atas kasur yang empuk dan hangat. Memikirkan berapa banyak orang yang mengkhawatirkanku di dunia ini, membuatku merasa amat dicintai. Tak ada hal yang lebih berharga dari itu. Karenanya aku harus terus membuat alasan untuk melawan rasa sakit ini.

"Anda sudah bangun, nona? Ada surat dari kediaman Hill yang tiba pagi ini untuk anda." Suara Joanna lembut menyapa. Bunyi berderit ringan dari tirai jendela terdengar. Sinar matahari pagi yang hangat kemudian perlahan masuk dan mulai menerangi kamarku.

Mataku mengerjap sesaat, berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang kuterima. "Apa itu surat dari ayah?" Tanyaku seraya merenggangkan tubuh.

"Ya, Tuan Count yang mengirim surat. Surat dari tuan muda Ronald juga akhirnya tiba kembali setelah 3 bulan. Sepertinya akan ada banyak kabar baik yang anda terima, nona." Joanna menyerahkan nampan berisi surat bersegel ke arahku. Aku menerimanya cepat dan membaca surat dari ayah terlebih dahulu.

Rasanya melegakan menerima kabar rutin dari ayah. Joanna tersenyum di hadapanku, menanti kabar bahagia yang mau kuceritakan. Aku memandang ke arahnya sendu. Delapan tahun berlalu, ada banyak hal yang berubah darinya. Joanna yang mulai rentah dengan garis senyum di wajahnya yang bertambah. Kerutannya mulai terlihat jelas. Namun satu hal yang pasti, matanya saat menatapku masih bersinar. Seolah memandang hal paling berharga yang tengah ia jaga di dunia ini.

Aku beranjak dari tempat tidurku. Memeluknya hangat dengan manja. "Apa ada hal yang anda khawatirkan, nonaku?" Ucapnya sembari mengelus rambutku perlahan.

Aku menggeleng pelan. "Tidak ada, aku hanya sedang bahagia karena menerima kabar baik."

Wilayah Hill sudah mengalami banyak perkembangan selama 10 tahun terakhir. Gagak yang tiba waktu itu tadinya akan menjadi penyebab pandemi yang menghantui kekaisaran. Tapi beruntungnya aku menemukan metode vaksin bersama James Walters dalam waktu kurang dari 2 tahun. Sehingga wabah penyakit yang menyebar ranahnya tak meluas sampai ke seluruh wilayah kekaisaran.

Pihak Count Hill dianggap bertanggung jawab untuk hal tersebut oleh kaisar. Padahal putra mereka sendiri yang melakukan kesalahan fatal dengan sihir gelap yang merusak. Bom yang sudah meledak akhirnya dipindahtangankan menjadi kesalahan Count Hill.

Mau memprotes pun sepertinya akan sia-sia. Daripada sibuk dengan protes, ayah lebih memikirkan nasib penduduk di wilayahnya. Dia mengisolasi seluruh wilayah dalam waktu singkat. Mencegah mobilitas penduduk guna mengurangi resiko penyebaran wabah ke wilayah lain. Selain itu dalam waktu 2 tahun sejak kepergianku ke villa di perbatasan, wilayah Count Hill dilanda krisis ekonomi yang parah. Bencana kelaparan yang sejak awal diperkirakan pun terjadi. Jumlah penduduk yang terjangkit penyakit semakin banyak. Roda ekonomi berhenti dengan banyaknya penduduk yang menganggur karena tak dapat bekerja di tengah kepungan wabah.

Beruntungnya ayahku memiliki hubungan baik dengan menara sihir. Sehingga bantuan logistik untuk pangan penduduk dapat terpenuhi, namun dengan pengawasan yang begitu ketat agar semua penduduk mendapatkan bagiannya. Aku belajar ilmu medis bersama James di villa perbatasan. Bekerja keras menemukan vaksin yang akhirnya mengakhiri pandemi sebelum 3 tahun. Tentu dalam proses pembuatan vaksin tersebut ada berbagai upaya yang dilakukan. Termasuk dengan terus menyedot darahku sebagai bahan penelitian. Hal itulah yang membuat kondisi fisikku semakin memburuk sejak beberapa tahun belakangan ini.

Tapi berkorban untuk masalah yang dihadapi banyak orang tetap saja merupakan keharusan. Bohong sekali jika aku mengatakan rasanya tak menyakitkan dan menyiksa. Setiap hari rasanya seolah mau mati dari dalam. Aku bersyukur karena hari itu sudah berakhir.

Aku diharuskan oleh ayah untuk tetap tinggal di villa perbatasan. Tujuannya untuk mengamankanku. Aku harus bersembunyi dari Pangeran Bradley.
Selain itu pihak kekaisaran tak boleh mengetahui jika vaksin yang digunakan untuk mengakhiri pandemi di wilayah Hill berasal dari kekuatan suci darahku. Karena jika terungkap, kaisar akan secara langsung menangkapku dan menjadikanku bahan percobaan untuk membuat pewaris tahta dengan kekuatan ganda.

Hidup bersembunyi selama bertahun-tahun sambil terus bekerja di belakang layar. Memberi komando terkait krisis yang akan terus dihadapi ke depannya membuatku merasa keren. Karena meski diam di tempat aku masih tetap terus bekerja menjalankan rencana untuk mencegah kehancuran.

Ayah bilang perbaikan ekonomi di wilayah Hill saat ini sudah stabil dan kembali seperti semula. Bisnis gula dan tekstil berkembang menjadi sangat pesat. Memberi keuntungan lebih pada wilayah karena pajak penjualan produk dari wilayah Hill ke daerah lain terbilang tinggi. Gula dan tekstil merupakan barang mahal di kekaisaran. Para saudagar harus pergi mengarungi samudera dan pergi ke benua lain untuk memperolehnya dengan biaya perjalanan yang mahal. Sementara itu wilayah Hill maju pesat dengan memproduksinya secara langsung.

Kekeringan wilayah dan bencana yang terjadi, perlahan kuubah menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Kabar yang sangat baik, aku senang mendengarnya.

Kabar baik kedua datang dari surat Ronald. Sejak kepergianku di villa perbatasan kami rutin berkirim surat hampir setiap hari. Tapi kebiasaan itu terhenti 3 tahun belakangan. Di usianya yang ke-15 tahun, Ronald diharuskan pergi ke akademi angkatan laut kekaisaran. Setiap kepala rumah tangga yang memiliki anak laki-laki berusia 15 tahun diharuskan mengirimkannya ke akademi angkatan laut kekaisaran. Aturan tersebut bahkan tak dapat dihindari oleh bangsawan dengan hak istimewa.

Pertumbuhan Pohon Sogan yang tak dapat dicegah memicu munculnya satu persatu monster di lautan. Serangan monster yang bermula di Laut Teren dan laut lainnya memakan banyak korban jiwa. Pelabuhan bahkan terpaksa tutup karena kerusakan besar yang diakibatkan para monster laut itu. Sehingga dibutuhkan banyak tentara militer angkatan laut yang siap ditugaskan sewaktu-waktu. Demi mengamankan wilayah laut, semua anak laki-laki di kekaisaran akhirnya dikirimkan ke akademi angkatan laut.

Ya, tentu saja terdapat pengecualian. Pangeran Bradley tidak pergi dan hanya sibuk melakukan hura-hura. Beberapa anak yang memiliki bakat sihir juga tak diharuskan pergi karena mereka wajib mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak menara sihir. Sebagai gantinya para penyihir yang terdaftar harus menguasai armor tempur untuk membantu pembasmian monster laut.

Kondisi wilayah di darat juga buruk hanya saja tak semengerikan wilayah laut yang dikuasai oleh monster. Wilayah darat hanya mengalami kerusakan karena bencana alam.

Tiga tahun lalu Ronald pergi ke akademi angkatan laut kekaisaran. Dua tahun kemudian dia mulai bertugas di laut dan naik pangkat menjadi kolonel dalam waktu singkat. Banyak hal yang berbeda dengan cerita aslinya. Karena saat ini ayahku masih tetap sehat dan Ronald tidak tumbuh menjadi pemuda gila yang terobsesi dengan kakaknya sendiri.

Memikirkannya membuatku menghembuskan napas penuh kelegaan. "Joanna siapkan gaun keluar dan topi lebar."

"Oh, apa anda mau pergi jalan-jalan hari ini, nona?" Joanna bertanya dengan sigap.

Aku tersenyum cerah. "Tidak, aku akan menyambut Ronald di lepas pantai terdekat. Dia bilang korpsnya akan menurunkan jangkar disana. Anak itu diperbolehkan pulang dan mengunjungiku hari ini. Siapkan juga buket mawar putih untuk menyambutnya."

"Baik akan segera saya siapkan, nona." Joanna mengangguk lantas segera melakukan hal yang kuminta. Bunga mawar putih adalah lambang persaudaraan. Jadi kurasa itu adalah bunga paling sesuai untuk menyambutnya.

SPRING HILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang