🌺Bab 20

170 31 0
                                    

Ronald bilang kapalnya akan menurunkan jangkar di dermaga saat matahari senja. Karena ini hari yang indah aku memutuskan berjalan-jalan sejenak bersama Joanna dan Ethan terlebih dahulu. Kami pergi ke pasar, hanya sekedar untuk melihat-lihat, dan membeli barang yang menarik. Aku jarang menginginkan sesuatu dan membuat daftar keinginan. Jadi saat ada sesuatu yang ingin kubeli, tindakanku sangat implusif dalam menginginkannya. Di kehidupan sebelumnya aku selalu menahan diri untuk tidak membeli sesuatu karena harus mengutamakan adikku. Tapi sekarang tidak lagi... ya, bisa dibilang ini jenis balas dendam. Tak ada yang berani memprotes meski aku boros dan membeli barang tidak penting.

"Hiasan rambut dengan warna biru sangat cocok dengan nona. Pita bewarna merah juga cantik. Apa kita akan membungkus keduanya?" Joanna seperti biasa terlihat lebih bersemangat daripada siapapun dalam memilih aksesoris.

"Ya, keduanya indah. Aku akan membelinya. Kau sendiri apa tak menginginkan sesuatu? Topi ini sangat cantik, kau tidak ingin mengganti Topi lamamu dengan ini?" Aku merekomendasikan sebuah topi lebar dengan hiasan bunga yang elegan untuknya.

"Ah, saya lebih menyukai topi ini daripada apapun. Nona, sudah banyak membelikan saya aksesoris dan banyak hal. Tapi topi ini yang paling saya sukai, karena ini hadiah pertama yang saya terima dari nona." Joanna tersenyum cerah, memeluk topi itu dengan sepenuh hati.

"Padahal topi itu sudah kusam. Aku selalu bisa menghadiahkan topi baru untukmu. Ambil ini, kau harus menyimpan topi lama itu jika sangat menyayanginya. Semakin banyak kau memakainya itu akan menjadi cepat rusak." Desakku, agar Joanna mau menerima hadiahku.

"Ah, karena nona bilang begitu. Saya akan melakukannya."

Aku menghembuskan napas lega karena Joanna akhirnya menerima topi itu. Aku menegok ke arah belakang, tempat dimana Ethan mengikuti kami. Sejak tadi anak itu tak ada suaranya. Jadi aku menengok untuk memastikannya.

Aha... Mungkin ini sedang musimnya jatuh cinta. Seorang gadis muda dengan rambut coklat terang nampak terjatuh ke dalam pelukan Ethan. Aku tak tahu bagaimana wajah yang dibuat si gadis. Tapi yang kutahu wajah Ethan nampak kaku serta tubuhnya mematung di tempat.

Aku tak ingin mengganggu. Tapi gadis yang tampak malu-malu itu bangkit terburu-buru dari pelukan Ethan, dan pergi dengan gerakan salah tingkah. Ia sampai menabrak beberapa orang yang berpapasan dengannya karena kepanikannya sendiri. Ethan masih diam dan memandang kepergiannya dengan tampang yang tak berubah.

"Kau tak berniat mengejarnya?" Tanyaku saat mendekati Ethan.

Pria itu menggeleng pelan. "Saat ini tugas mengawal nona jauh lebih penting daripada apapun."

Aku tertawa kecil. "Ayolah, aku sudah dewasa dan kau masih saja kaku terhadap aturan. Sesekali kau juga bisa menikmati kehidupanmu sendiri. Barangkali pertemuanmu dengan gadis tadi adalah pertemuan takdir."

"Hah... saya tidak tertarik." Ethan membuang napasnya santai.

Aku menyikut lengannya pelan. "Serius? Wajahmu membantu saat melihatnya. Mana mungkin kau tak tertarik?" Ledekku.

"Itu hanya karena saya terkejut." Ethan masih saja menampik.

"Benarkah? Bukankah kau terpana akan kecantikan gadis itu?" Aku tak akan berhenti mendobrak pertahanan Ethan sampai dia akhirnya jujur pada perasaannya sendiri.

"Bagi saya gadis tercantik hanyalah nona seorang."

Aku tertawa terbahak-bahak mendengar penyangkalannya. "Hei, meski aku nona yang kau layani kau tak bisa membuat penyangkalan seperti itu. Lihat wajahmu sudah memerah seperti kepiting rebus sekarang. Kau pasti jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis itu, bukan?"

SPRING HILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang