"Kerja bagus untuk hari ini, Thea. Kau pasti sangat lelah karena ini perjalanan jauh pertamamu. Apa ada sesuatu yang kau inginkan, anakku? Hari ini kau sudah banyak sekali membantu ayah."
Aku menoleh ke arah ayah yang duduk di bangku seberang kereta kuda dengan tatapan bingung. Karena hanya fokus memperhatikan suasana di luar selama perjalanan aku jadi tak terlalu menyimak perkataannya barusan. "Ah, sesuatu. Aku tidak menginginkan apapun. Bagiku menyenangkan membantu pekerjaan ayah dan kita jadi memiliki banyak waktu bersama hari ini."
"Maaf, karena tak bisa mengabaikan tugas sebagai kepala wilayah, ayah jadi sering meninggalkanmu dan tak bisa memiliki banyak waktu luang untuk bersama. Ayah merasa bersalah, karena saat kau jatuh sakit, ayah juga tak bisa menemanimu secara maksimal. Maaf, rasanya sangat sesak membayangkan kau selalu kesepian di mansion yang besar selama ini." Pria itu menunduk dalam-dalam mengukir tanda penyesalan jauh di dalam lubuk hatinya.
"Ayah tidak perlu khawatir. Aku tak pernah merasa kesepian selama ini. Semua orang di mansion memperlakukanku dengan baik. Jadi itu cukup menyenangkan. Lagipula aku bukan lagi seorang anak yang egois, ayah memiliki tanggung jawab untuk orang banyak, jadi jauh lebih penting untuk mendahulukannya." Aku mengangguk, menyikapi dengan bijak.
"Akan lebih baik jika kau merengek dan mengatakan tidak baik-baik saja. Kalau kau bersikap sedewasa ini ayah jadi makin merasa bersalah. Hah, aku pria yang paling buruk. Setelah istriku meninggal aku mengabaikan putriku dan membiarkannya tumbuh dewasa seorang diri. Pasti ini menyakitkan bagimu, nak. Sungguh maafkan ayah."
Apa ini? Aku tak pernah berniat membuat seseorang meneteskan air mata sekarang, ini hari yang indah jadi harus diakhiri dengan indah juga. Tapi seorang pria paruh baya berhati lemah malah kubuat menangis sampai tergugu seperti ini. Ah, aku benar-benar merasa buruk.
"Ayah, tak apa... kau sudah menjadi ayah yang hebat dan sangat peduli padaku. Aku bangga padamu karena meski mengurus banyak hal, ayah juga masih bisa menjadi pemimpin wilayah yang baik. Ayahku hebat dan terbaik di dunia ini." Aku beralih memberinya kata-kata penguatan. Entah ini berpengaruh atau tidak, tapi kuharap ia berhenti menangis dan merasa baikan.
Mata merahnya memandang ke arahku nanar. Aku menghapus sisa air matanya yang mengalir dengan ibu jariku. "Ayah tidak boleh menangis, aku belum bisa membuat sapu tangan sendiri yang bisa kuhadiahkan pada ayah."
"Kalau begitu tak perlu terburu-buru membuatnya. Karena sapu tangan dari Thea terlalu berharga untuk menyeka air mata." Dia meraih tanganku dan menggenggamnya dengan lembut.
"Ayah berjanji akan membuatmu bahagia dan tak pernah merasa kekurangan apapun, hanya ada hal-hal baik yang terjadi selamanya."
Aku menyunggingkan senyum tipis. "Ayah tak perlu berlebihan, aku hanya berharap agar ayah berumur panjang dan hidup bahagia untuk waktu yang lama."
"Selama kau baik-baik saja, ayah berjanji akan melakukannya. Terima kasih karena telah bertahan sejauh ini." Senyum cerah akhirnya terbit juga dari wajah murungnya.
Perjalanan pulang kami lalui dengan banyak perbincangan yang mengalir. Itu cukup menyenangkan. Hingga pertanyaan yang tak bisa kuprediksi akhirnya keluar juga dari mulut ayahku. "Apa kau tak ingin menjadi pemimpin keluarga di masa depan, anakku?"
"Itu..." Aku menggantungkan kalimatku sejenak. "Kondisi kesehatanku tak menentu. Aku juga bukan orang yang suka terlibat secara langsung dalam menangani masalah. Belajar juga melelahkan, akan lebih baik kalau Ronald yang meneruskan nama keluarga di masa depan. Aku akan berada di sisinya dan memberinya saran yang terbaik. Jadi tak apa-apa jika aku tak menjadi kepala keluarga."
Ayah menggaruk dagunya, nampak berpikir. "Ronald.... anak itu masih perlu banyak belajar. Tapi gurunya berkata bahwa dia cukup potensial, karena memiliki kemampuan memahami sesuatu dengan cepat. Aku akan menantikan masa depan, dimana anak-anakku memimpin keluarga Hill bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING HILL
Исторические романы[SECOND STORY] Aku mendadak terbangun menjadi Amalthea Hill dalam novel "Tears of Blood". Novel romansa tentang obsesi dan kegilaan dimana semua karakternya tidak ada yang waras sekaligus sadis. Di kehidupan ini aku hanya ingin beristirahat untuk wa...