▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Gelak tawa memenuhi ruangan sempit itu, aroma nikotin dan alkohol menyeruak setiap ada orang yang masuk kedalamnya. Atas apa yang sudah mereka lakukan, Andrew tertawa puas melihat ekspresi Danny.
Ekspresi yang dia inginkan, ketika Danny kehilangan segalanya.
Ia meneguk alkoholnya dengan rakus, lalu menghela napas lega.
"Rencana lo bener-bener bagus, Lan." Andrew menepuk bahu Orlan dengan bangga, lalu tertawa bersama.
Orlan hanya tertawa kecil, menyesap rokoknya lalu mengetuknya di asbak. "Ini semua demi dendam Benjamin, salah siapa dia hancurin bisnisnya?"
Andrew mengepalkan tangannya, dia sungguh bersenang-senang dengan hal ini. "Gue nggak sabar mau hancurin dia lebih parah."
"Jangan gegabah, lawan kita itu keluarga konglomerat. Kalau lo buru-buru, urus sendiri."
"Ey, jangan gitu dong, Bro. Kayaknya lo takut banget sama Danny?" Andrew merangkul Orlan, tersenyum remeh kearahnya.
Terdengar helaan napas dari rekannya. "Sebelum lo lakuin sesuatu, harusnya lo kenali dulu lawan lo. Sebagai orang yang udah berhubungan, pastinya lo tau gimana keluarga Cullen. Kalau lo gegabah, yang ada lo habis sebelum rencana lo berjalan."
Ucapan Orlan ada benarnya.
Andrew jadi berpikir setelahnya. Jika diingat lagi, keluarga Cullen ini berani mengambil resiko. Mengingat bagaimana Danny menghajarnya dan melaporkan segala kelakuannya pada Ayah Andrew, membuatnya tersadar akan kuasa Danny.
Ah sial, ternyata sesusah ini lawannya.
"Tapi bukan gue namanya kalau rencana ini gagal." Andrew tersenyum tenang.
Rokoknya sudah habis, Orlan jadi berdecak sebal. Ia membuka kotak rokok baru, mengambil satu batang dan membakar ujungnya.
"Salah satu anak pengemis Benjamin diadopsi Danny 'kan?" Andrew mengangguk.
"Dan mantan lo sekarang jadi istri Danny?"
"Iya, gue berusaha buat cari celah diantara mereka berdua. Tapi nggak ada celah sedikitpun."
Orlan mengangguk mengerti. "Karena itu lo minta kita bakar panti asuhan?"
Andrew mengangguk tegas. "Karena tempat itu sesuatu yang berharga buat dia, anak-anak pekerja Benjamin juga ada disana."
Ia mengangkat kepalanya tatkala Orlan beranjak berdiri. "Hubungi mata-mata lo, siapa tau ada sesuatu yang penting."
"Lo mau kemana?"
"Penjara, mau ketemu Benjamin. Pertemuan kita 2 minggu lagi, kita lanjut rencana berikutnya."
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Jun bersenandung kecil, melangkahkan kakinya menuju meja kerjanya. Hendak masuk ke ruangan, tapi netranya justru tertuju pada hal yang mencurigakan.
Untuk apa Sora menelepon dengan bersembunyi seperti itu?
Melihat posisi Sora berada di bawah tangga sambil bersembunyi seperti itu justru membuat Jun semakin curiga. Alhasil, dia memutuskan untuk menguping di dekat tembok.
"Iya Sayang, aku akan cari berkas penting perusahaan ini."
Jun mengernyitkan dahinya, untuk apa Sora mencari itu?
"Jangan khawatir, aku sekretaris cowok itu. Tentu aku punya akses ke ruangannya, kayaknya berkas itu ada di ruangan dia."
"2 minggu lagi? Udah aku bilang Orlan nggak cocok buat kita, dia terlalu bertele-tele."
"Orlan?" gumam Jun.
"Ck, aku dekatin Jun tapi gagal. Kayaknya dia curiga dari awal sama aku. Tapi nggak papa, karena pacar kamu ini pintar."
Jun tersenyum kecil mendengarnya, semua kecurigaan dia pada Sora ternyata benar. Dia buru-buru pergi dari tempatnya menguping setelah Sora selesai menelepon.
Ia bergegas melangkah menuju ruangan Danny. Sepanjang perjalanan dia memikirkan siapa orang yang Sora sebut.
Tapi yang jelas, Sora bekerja dengannya.
"Danny!"
Sang direktur terperanjat di tempatnya begitu Jun membuka lebar pintu tanpa mengetuknya. Danny menghela napasnya, menatap malas sahabatnya yang kini duduk di depannya.
"Ada apa?"
"Mulai sekarang, lo harus awasi Sora, Dan."
Danny mengernyitkan dahinya, menutup laptop dan mulai serius. "Kenapa harus awasi dia?"
Jun melipatkan tangannya di depan dada, menatap Danny dengan serius. "Gue tadi nggak sengaja dengar dia telepon seseorang, dia bilang mau cari berkas perusahaan dan akan menyusup ke ruangan lo."
Danny berdeham, beranjak berdiri dan menuju rak berisikan berkas-berkas. Ada salah satu berkas penting perusahaan, dan dia mengambilnya."Kayaknya ini yang Sora incar."
"Mau gimanapun, lo harus simpan itu. Dia sebut rencananya 2 minggu lagi, dan dia sebut nama seseorang."
"Siapa?" Danny mengernyit.
"Orlan, lo punya kenalan yang namanya sama?"
Sebuah gelengan menjadi jawaban jika Danny tidak mengenal seseorang dengan nama itu. "Gue akan suruh Javas buat selidiki."
"Oke, gue cuma mau bilang itu. Lo langsung cabut 'kan?" Danny mengangguk.
"Gue harusnya di rumah, kesini cuma mau cek kondisi aja, jadi nggak bisa kelamaan."
Jun beranjak berdiri. "Kalau hasil dari Javas udah keluar, kita kumpul di studio aja."
Percakapan itu berakhir dengan anggukan Danny, Jun pun langsung kembali menuju meja kerjanya. Danny menggigit bibir bawahnya, menekan sebuah tombol di telepon perusahaan.
"Javas, ke ruangan saya sekarang."
Hanya perlu mengucapkan itu dan Javas langsung pergi ke ruangannya. Pekerja yang ia percayai dan selalu sigap ketika Danny memanggil, meski kadang tanpa diminta.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Javas berdiri dengan gagahnya di hadapan Danny.
"Tolong mintakan data milik Sora di HRD dan ada seseorang yang harus kamu cari tau latar belakangnya, namanya Orlan."
Javas mengangguk. "Baik, Pak. Tentang penyelidikan jirigen kemarin, hasilnya akan keluar nanti sore. Akan saya kirimkan datanya pada anda."
Danny memijat keningnya, menyita perhatian Javas yang masih setia berdiri. "Apa ada yang anda butuhkan lagi?"
"Tidak ada, kamu boleh pergi."
"Baik, Pak." Javas menunduk, lalu keluar dari ruangan Danny.
Huft, sekarang Danny harus pulang sebelum Delmara khawatir padanya.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
sesekali up banyak😭, soalnya udh aku tinggalin lama😞
jangan lupa vote dan komen yaaa
teubaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST PAPA • choi hyunsuk (sequel of Danny)
Fanfic"Untukku, dunia tanpa papa itu tidak ada artinya" 4 tahun pernikahan, keluarga Danny mulai khawatir Delmara tak bisa mendapat keturunan. Segala cara sudah mereka lakukan dan berbagai dokter kandungan sudah mereka kunjungi, tapi jawabannya masih sama...