Empat Belas

1.1K 131 10
                                    

⚠️Cerita ini tidak gratis, kalian harus membayarnya dengan memberikan vote/komen, dan berbuat baik pada orangtua kalian.






Selamat Membaca ❤️💫











“Minum dulu, Rin,” Rose memberikan segelas teh manis hangat pada Karina seusai pulang dari rumah Bram.

Karina menggeleng dengan air mata yang mengalir dengan mudahnya dari mata indahnya.

Rose meletakkan segelas teh hangat itu di atas meja ruang tamunya, lalu jemarinya bergerak menyisir rambut Karina yang sempat dijambak dengan brutal oleh Ibu Bram yang tahu kalau kematian anaknya karena dibunuh oleh Haris yang ada hubungannya dengan Karina.

Semua atensi orang-orang tertuju pada Karina yang tiba di kediaman rumah orangtua Bram. Dan saat itulah Ibu Bram menghampiri Karina dengan perasaan hancur lalu menampar dan menjambak rambut Karina dengan tak kenal ampun.

Semua orang kewalahan untuk memisahkan pertikaian tersebut. Apalagi Karina yang tak bisa melakukan apa-apa. Wanita itu menjadi bulan-bulanan Ibu Bram. Rambutnya bahkan rontok dari kepalanya karena jambakan kuat Ibu Bram.

Keluarga Bram mendapat laporan kalau Haris telah membunuh Bram. Mereka juga mendapat alasan mengapa Bram dibunuh. Untuk itulah mengapa Karina menjadi sasaran kemarahan Ibu Bram.

“Gue tau gue salah selingkuh, tapi kenapa gue yang kena? Yang bunuh kan Haris, bukan gue?” lirih Karina, berusaha membela dirinya sendiri walaupun ia tahu ia juga salah. Karena perselingkuhannya lah hal ini terjadi.

Rose menghela napasnya. “Masalahnya karena Lo berdua selingkuh jadi hal kayak gini kejadian,” kata Rose.

Karina mengusap air matanya. Wanita itu tak berhenti mengeluarkan air mata sejak meninggalkan kediaman keluarga Bram, dan Rose menjadi saksinya.

“Gue harus gimana, Rose?” tanya Karina tak berani menatap mata Rose karena ia begitu malu dengan apa yang telah terjadi.

“Gue gak tau. Lo udah hubungi keluarga Lo belum kalo Lo mau diceraikan Jeno dan dipecat?” kata Rose mengingat Karina juga memberitahu kalau ia dipecat.

Karina menggeleng. “Gue gak bisa ceritain masalah ini.”

Rose tersenyum pahit. “Ya udah, Lo santai aja. Ke sini aja kalo misal Lo udah gak nyaman tinggal di rumah Jeno. Mungkin aja bentar lagi mertua Lo marah sama Lo?”















“Mama sama Papa udah tau masalah kita,” kata Jeno ketika Karina sudah tiba di rumah. Pria itu menanti kepulangan Karina. Bukan karena khawatir. Ia hanya menantinya karena ingin bilang apa yang harus ia sampaikan pada Karina secara langsung.

Karina mengangguk. Cepat atau lambat masalah yang mereka sembunyikan pasti akan ketahuan juga.

“Jadi?” tanya Karina. Wanita itu siap dengan segala konsekuensi yang didapat. Kalau Jeno akan mengusirnya, ia juga siap. Lebih tepatnya, harus siap.

“Mama mau kita cerai,” kata Jeno.

“Oke.”

“Kamu juga gak usah tinggal di rumah ini lagi malam ini. Kemasi barang-barang kamu malam ini juga,” kata Jeno lalu berbalik meninggalkan Karina yang kakinya mendadak lemas karena diusir dari rumah.

Jam menunjukkan pukul delapan malam, dan dirinya harus pergi. Kemana?

Sepertinya Rose bisa membantu. Ah, betapa malunya Karina. Atau lebih baik ia menginap di hotel saja.

Jeno berbalik lagi mendapati Karina yang mengusap air matanya yang keluar lagi karena akhir-akhir ini cobaannya sungguh berat.

“Bawa barang yang kamu beli pakai uang kamu sendiri. Jangan bawa barang yang dibeli pakai uang aku.”

4. R - ✓My Baby In Her Tummy (Jenrina)™ - (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang