Dua Puluh Empat

1.2K 124 34
                                    

Haha, maaf ya updatenya malah malam Senin. Tapi masih tetap Minggu, kan? Masih tetap update malam. Haha ngeles 👁️👄👁️

⚠️Cerita ini tidak gratis, kalian harus membayarnya dengan memberikan vote/komen, dan berbuat baik pada orangtua kalian.





Selamat Membaca ❤️❤️









"Mas Jeno, tunggu!" Karina menarik baju Jeno, membuat Jeno berhenti melangkah. Jeno membalikkan badannya, dan saat itu pula tanpa permisi, Karina segera memeluk Jeno.

Wanita itu menopang dagunya pada pundak sang suami.

"Tolong kasi aku kesempatan," ucap Karina lirih seiring dengan pelukannya yang semakin erat.

Tangan Jeno bebas di bawah sana. Ia tak berniat membalas pelukan Karina. Ia merasakan bahwa perut sang istri sudah mulai membesar. Ternyata waktu terus bergulir, ya? Jeno baru sadar kalau perkembangan janin di dalam rahim Karina sudah berlangsung lima bulan lamanya.

"Aku udah kasih kesempatan berkali-kali sama kamu supaya kamu datang ke aku sebelum semua ini terjadi. Tapi apa?" suaranya terdengar kecewa di telinga Karina.

"Aku tau kamu gak bakal maafin aku. Aku hanya minta kesempatan supaya kamu maafin aku..."

Hening.

Keduanya masih berpelukan di teras rumah sakit. Pelukan Karina juga masih sama eratnya. Karina memejamkan matanya, membiarkan air matanya yang sudah bergumul di pelupuk matanya keluar.

Jemari Jeno bergerak. Ia ingin membalas pelukan Karina, tapi ia tak bisa. Perasaan kecewa itu sudah tertanam begitu dalam di hatinya.

"Karina," kata Jeno.

Karina segera melepas pelukannya. Wanita itu menatap manik mata sang suami dengan mata berkaca-kaca dengan air matanya yang sudah mengalir.

"Mungkin, kalaupun aku benar-benar udah bisa maafin kamu, aku gak bakal lupa sama apa yang telah kamu buat. Ibarat piring yang pecah, apa akan sama lagi setelah disatukan? Pasti ada sisa-sisa tanda kalau piring itu pecah, kan?" ucap Jeno.

Tangannya terulur meraih pipi sang istri, mengusap air mata sang istri dengan ibu jarinya.

"Maaf, Karina. Aku gak bisa. Pergi lah. Datanglah kalau kamu udah melahirkan anak kamu. Datanglah saat hari perceraian kita tiba," kata Jeno.

"Tolong... Maafin aku, ya?" tangan Karina terulur menyentuh telapak tangan Jeno yang berakhir memegang pipinya.

Tatapan keduanya berserobok.

Jeno melihat manik mata Karina yang begitu tulus meminta maaf padanya.

"Aku--" Jeno ingin berucap sesuatu, meminta Karina untuk pergi, namun ia urungkan saat melihat tindakan Karina.

Karina menggenggam erat tangannya. Wanita itu menangis dengan bahu gemetar menatap tangan Jeno yang tak pernah ia cium setiap kali ia pergi atau saat Jeno pulang dari kantor.

Jeno benar-benar tak mengerti kenapa Karina sesedih ini. Apa benar Karina memang menyesal?

Tes.

Air mata Karina jatuh tepat di atas punggung tangan Jeno. Cepat-cepat Karina mengelapnya dengan telapak tangannya.

"Izinkan aku jadi istri kamu sebelum kamu benar-benar ceraikan aku...," mohon Karina.

Wanita itu sedikit mendongak menatap iris hitam Jeno. Ia begitu berharap diberi kesempatan.

"Tolong..."

Jeno tak menjawab.

"A-aku mohon..."

"Semua udah aku kasih ke kamu. Kasih sayang, cintanya aku, uang aku, perhatian aku ke kamu walau kamu terus nyakitin aku. Kenapa kamu baru sadar? Kenapa kamu datang saat aku mutuskan untuk lupain kamu, Rin?"

4. R - ✓My Baby In Her Tummy (Jenrina)™ - (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang