Dua Puluh Enam

2.4K 138 46
                                    

⚠️Cerita ini tidak gratis, kalian harus membayarnya dengan memberikan vote/komen, dan berbuat baik pada orangtua kalian.









Selamat Membaca ❤️❤️







“Ambil rambutnya,” bisik Yuta. Pria itu bagaikan hantu yang selalu menghantui Jeno dimanapun Jeno berada.

Bahkan saat Jeno menangis melihat sosok bayi mungil yang sudah membiru di dalam gendongannya, Yuta mengingatkan dirinya untuk mengetes DNA anak lelakinya yang sudah tak lagi bernyawa.

Rahayu ikut menangis melihat cucunya yang begitu mirip dengan Jeno saat baru lahir dulu. Mirip. Mirip sekali.

“Kalau kamu gak yakin, ambil aja,” bisik Yuta. Pria itu adalah orang yang selalu ada saat Jeno dilanda cobaan. Ia tersenyum di balik sedih yang menimpa Jeno.

“Aku yakin,” kata Jeno.

“Ambil aja walaupun kamu yakin,” saran Yuta, “perjelas apa yang kamu yakini. Bukannya sebelumnya kamu gak yakin? Apa karena Karina koma dan mungkin benar-benar ninggalin kamu?”

Air mata Jeno jatuh mendengar ucapan pedas Yuta.

Lututnya gemetar dan lemah seiring dengan kakinya yang mulai melayang karena mendapat fakta kalau anak yang ada dalam kandungan Karina sudah tak lagi bernyawa.

Mati-matian Jeno menahan untuk tidak menangis. Sayang, air matanya tetap saja jatuh di pipinya.

Seluruh tubuh bayi mungil tampan dalam gendongannya sudah membiru. Wajahnya yang tidur dengan tenang seolah mengatakan, “Maaf Papa, aku bukan anak yang Papa dan Mama harapkan, bukan? Jadi, lebih baik aku pergi saja. Aku sumber masalah kalian berdua. Maaf, Pa, Ma.”

Wajah itu terlihat sedih karena ia tak diterima oleh sang Ayah dan dituduh bukanlah anak kandung sang Ayah. Perasaan sedih sang ibu terus tersalurkan padanya, membuat bayi itu juga tak tenang hidup di alam rahim sana. Ia hanya diberi kehidupan sesaat sebelum akhirnya ia kembali lagi ke akhirat. Dunia sudah menolaknya sebelum ia lahir. Jadi, lebih baik ia pergi saja, bukan?

Malam itu juga ia menguburkan anak lelakinya bersama keluarga dan kerabatnya.

Sosok itu bahkan tak sempat Karina lihat karena Karina tak sadarkan diri.











Jeno tak menduga dengan kejadian yang menimpanya dua minggu lalu. Semuanya berlangsung dengan cepat dan tak terduga.

Kemarin ia menolak anak itu, tapi sekarang ia menyesal dengan ucapannya karena melihat hasil tes DNA yang menyatakan bahwa anak tampan itu adalah anak kandungnya. Darah dagingnya sendiri.

Jeno menangis dalam diam membaca hasil tes. Ia merasa bersalah pada Karina yang bahkan sampai hari ini tak mau menatapnya karena masih tak sadarkan diri.

Langkahnya terlihat lesu ketika berjalan ke arah ruang rawat Karina.

Wanita cantik itu masih tertidur di atas tempat tidurnya. Setelah melalui serangkaian operasi, Jeno bersyukur kalau Karina masih hidup meskipun wanita itu terlihat seperti orang mati.

Tangan Jeno terulur menyentuh kening Karina yang dibalut perban setelah operasi jahit di kepalanya.

“Karina, harusnya kita bercerai setelah anak kita lahir dan kamu nyerahin ke aku. Kamu sengaja gak bangun supaya kita gak cerai, kan?” lirih Jeno. Air matanya jatuh. Setiap hari ia menangis melihat Karina yang tak kunjung bangun dan seolah menolak untuk melihat dirinya.

Jemarinya turun menyentuh hidung kelopak mata Karina yang tertutup.

Tatap Jeno turun ke tangan kurus Karina. Ia melihat tak ada cincin pernikahan di jari manis Karina.

4. R - ✓My Baby In Her Tummy (Jenrina)™ - (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang