❝ Sebelum kamu pergi, tolong izinkan aku melukis wajahmu di kaki langit.❞
Akasa tidak tahu bahwa pertemuannya dengan Sadhara akan menjadi kesedihan yang beruntun. Sadhara Rinjani, perempuan yang merupakan selebgram terkenal di Italia itu mendadak me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah sekian lama waktu berjalan, aku masih tetap terluka karena sebuah kepergian.
Sekarang aku semakin yakin, bahwa aku memang tidak pernah bisa menyembuhkan.
𓋜
Sekitar delapan belas tahun lamanya, Tuhan mempertemukan kembali antara seorang ibu dan anak. Anak yang dikekang untuk tidak kembali ke tanah air, juga ibu yang setia menanti putrinya dalam diam.
Astrid bahagia, terlewat bahagia. Seharusnya ini momen mengharukan bagi dirinya. Tetapi entah mengapa, justru keresahan di dalam hatinya semakin memuncak.
Saat ini, ia dan Louve tengah duduk di ruang tamu rumah, tempat semalam Akasa dan Sadhara duduk. Louve berkeliling rumah sendirian untuk mengenang masa lalu. Secara keseluruhan, bentuk rumah tidak berubah, mungkin beberapa renovasi ruangan saja.
Louve pun membuka kamar itu. Yang pertama dilihatnya ada lukisan Gunung Rinjani yang dipajang di tembok. Ia tersenyum, putranya masih mengingatnya. Wanita cantik itu mengusap pipinya yang terasa memanas.
Diusapnya seprai tempat Akasa tertidur, ini wangi, wangi khas Akasa. Ternyata seperti ini aroma putranya. Ia bertanya-tanya, apakah putranya sudah menjadi dewasa? Apakah putranya masih mengingat wajah ibunya?
"Bu, Akasa pasti sudah besar, ya?" ucap Louve gemetar.
"Aku ibu yang buruk." Louve terisak pelan, ia menggenggam seprai Akasa dalam isakannya.
"Akasa nggak ngerasain kasih sayang orang tuanya dari kecil, ini salahku, Ibu," lanjutnya.
Astrid memeluk Louve, membiarkan wanita itu menangis sejadi-jadinya. Ia tak banyak bicara, pikirannya terbelenggu oleh hubungan antara Akasa dan Sadhara. Apa maksudnya semua ini?
Louve kemudian berjalan menuju meja belajar Akasa. Ada banyak sekali sticky notes yang ditempel dengan kalimat berbeda. Beberapa dari kalimat itu mengarah pada masa depan, musik, not balok, lirik lagu, film barat, pentas seni, dan... Ara.
Ketika melihat nama Ara di sudut lembar yang tertumpuk, Louve menjadi tertarik. Ia tertawa kecil, "bahkan Akasa udah mulai tau mencintai perempuan."
Ia mengambil lembaran itu. Ada sebuah foto di atas kalimatnya. Louve tersenyum ketika membaca kalimat itu.