EPILOG : THE REASON WHY ILU

182 43 14
                                    

Eternal Part of The Sky
Epilog : The Reason Why ILU

Eternal Part of The SkyEpilog : The Reason Why ILU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5 Bulan Kemudian

Baliho di pinggir jalan hampir menampilkan tampilan serupa, dengan tajuk yang berbeda namun inti yang sama. Ada wajah bahagia dari raut yang pernah menekuk sebelumnya. Ada senyuman secerah matahari dari mendung yang pernah berkabung di hatinya.

Lelaki berkemeja hitam dengan lengan panjang digulung itu tersenyum sembari menatap baliho-baliho di pinggir jalan. Ia menghela napas lega. Lalu di belakangnya, seorang pria yang memakai kemeja putih menghampirinya dengan senyum puas.

"Berhasil, Sa," ucap Raka sembari menepuk bahu Akasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berhasil, Sa," ucap Raka sembari menepuk bahu Akasa.

"Kak Raka duluan aja, saya harus lakuin sesuatu sebentar. Saya juga masih dikasih waktu sebelum syuting," saut Akasa senang.

"Widihh, udah jadi orang sibuk, ya? Bapak manajer pasti udah nggak sabar bawa kamu syuting," Raka tertawa pelan.

"Emang saya doang? Kak Raka juga kali."

"Mana ada."

Akasa mengintip ponsel Raka yang kembali bergetar setelah dua menit yang lalu. "Tuh, itu pasti orang-orang sibuk bikin janji."

Raka menjadi salah tingkah sendiri. Ini pertama kali baginya mendapat panggilan sebanyak ini dalam waktu beberapa jam saja. Ya Tuhan, bahkan dari mana orang-orang ini mengetahui nomor ponselnya?

Ia memenangkan kasus yang sempat dipaksa diberhenti. Astrid telah dinyatakan tidak bersalah. Raka teramat menyesal setiap kali mengingat bahwa Astrid telah berpulang. Akan tetapi, ia pun kini lega sebab setidaknya Astrid bisa beristirahat dengan tenang tanpa pandangan buruk dari orang lain.

Sementara itu, Akasa membiarkan Raka pergi mendahuluinya. Ia pun berjalan ke arah parkiran. Pengadilan yang membuatnya muak itu akhirnya bisa ia lepas dengan hati yang tenang. Akasa mengemudikan mobilnya menuju sebuah taman dengan danau yang biasa digunakan untuk berpiknik.

Namun Akasa tidak ingin berpiknik. Setelah memarkirkan mobil, lelaki itu pun berjalan santai sambil mengamati area taman yang tidak begitu ramai. Ia menolehkan pandangannya kesana-kemari, sesekali tersenyum ketika orang-orang menyapanya dari kejauhan.

Ketika melihat perempuan yang berdiri di tepi danau, Akasa pun menghampirinya. Perempuan itu terlihat jauh lebih cantik dari sosok yang ditemuinya 5 bulan yang lalu. Ia tersenyum, lantas menepuk bahu perempuan itu.

"Hai, Ara."

Perempuan yang menghadap danau pun membalikkan tubuhnya. Sama halnya dengan Akasa, ia pun terkesima mendapati lelaki yang biasa ia pantau melalui layar kini ada di hadapannya. Tampan sekali. Gaya rambut baru, tampilan baru. Namun Sadhara masih menyukai senyum Akasa yang sama sekali tidak berubah.

"Apa kabar kamu, Sa?"

Akasa tahu, dari satu pertanyaan sederhana itu, Sadhara menanyakan ribuan hal yang tidak bisa ia utarakan. Perempuan itu tahu apa saja yang sudah terjadi pada Akasa.

"Baik. Aku nggak mau tanya kamu balik, aku maunya kamu baik terus," jawab Akasa.

"Aku senang, Sa. Sekarang aku bebas dari trauma yang bertahun-tahun aku simpan," kata Sadhara berucap pelan.

"Kata papà, kamu yang kasih tau kalau Fenelon dan Fargo adalah penyebab dari trauma aku," lanjut Sadhara sembari berjalan di tepi danau.

Akasa mengikuti langkah Sadhara dari samping. "Pada akhirnya, papà kamu nemuin ponsel merah itu?"

Sadhara mengangguk, "ya... Butuh banyak waktu dan drama karena kasus ini. Tapi aku bersyukur karena papà bersikeras melindungi aku supaya mereka dihukum,"

Lelaki tampan itu tersenyum semakin lebar. Ia lega sekali. Setelah semua yang terjadi, akhirnya Sadhara mendapat keadilan dari apa yang telah dialaminya.

Mereka diam beberapa saat, hanya berjalan pelan sambil menikmati suara air dan hembusan angin. Langkah mereka pun kecil dan lambat, seolah tidak mau waktu berlalu begitu saja.

"Apa rencana kamu selanjutnya, Sa?" tanya Sadhara memecah keheningan.

Akasa menarik napasnya dalam-dalam. "Jadi musisi yang dikenal seluruh dunia. Sampai aku diizinin sama papà kamu buat nemuin Kak Kares dan Kak Lando di Itali."

Jawaban Akasa itu mengukir senyuman cantik di wajah Sadhara. "Apa rencana kamu selanjutnya, Ra?"

"Melihat kamu bahagia," jawab Sadhara spontan.

Entah sihir apa, Akasa merasakan matanya kembali memanas. Tapi ia tidak ingin menangis, ia ingin bahagia dan tersenyum. Sudah banyak hal yang ia ikhlaskan dalam hidupnya. Ia tidak mau terjebak dalam ketidak-ikhlasan yang membuatnya tidak bisa menikmati hidup.

"Ra, seandainya kamu tau, mencintai kamu adalah tentang perasaanku melawan ego untuk tidak memiliki kamu. Karena meskipun aku begitu cinta sama kamu, bukan berarti kamu mampu untuk aku miliki."

Sadhara menatap netra legam Akasa yang menyorotkan binar tenang. Seolah dunianya hanya berputar pada lelaki di hadapannya, Sadhara mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir Akasa dengan penuh rasa haru.

"Kita sudah sampai pada akhir cerita, tapi aku belum siap. Aku memilih menulis cerita lain, cerita yang kalau kamu baca mungkin kamu akan marah. Tapi, hanya itu cara supaya kamu abadi. Aku nggak mau kita berakhir dengan perpisahan. Kita mulai dan selesai tanpa ada kehilangan."

"Aku nggak yakin kalau aku bisa tanpa kamu, Sa..." elak Sadhara susah payah.

"Bisa... Kamu bisa lewati hampir setengah tahun tanpa aku. Aku nggak akan kemana-mana, aku akan selalu jadi bayangan kamu dan melindungi kamu dari jauh."

"But i love you so much!"

"Yeah, i know. So, this is the reason why i love you..."

"Ayo kita mulai semuanya dari awal, ya?" ajak Akasa dengan senyum tenangnya. Namun, matanya yang berkaca-kaca itu tidak bisa menyembunyikan rasa sesak di dalam hatinya.

"Aku akan selalu sayang kamu, Ra. Tapi aku akan menyayangi kamu dengan versi lain yang jauh lebih abadi."

Sadhara menangis sejadi-jadinya. Perempuan itu terisak kencang, terlebih ketika Akasa menarik tubuhnya ke pelukan. Benar. Rasa sayangnya tidak akan pernah hilang. Rasa sayang itu justru akan abadi dalam hubungan yang disebut persaudaraan.

A second chance doesn't always mean happy ending, it's a chance to end things right.

SELESAI

Akhirnya, kisah penuh drama ini selesai :')
Rela ga? Ya harus rela...

Ini semua bisa terlaksana berkat kalian, Epotiess sayang. Thank u so much, kalian berarti banyak buat aku💗

ETERNAL PART OF THE SKY ; Kim Sunoo [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang