[15] Dia yang kehilangan hal berharga

194 106 704
                                    

Disclaimer
Cerita ini murni dari hasil pemikiran author. Apabila ada kesamaan nama/tokoh, tandanya kita sehati.

Dilarang plagiat.
Terbuka untuk krisar atau penandaan typo.

"Kau mungkin bisa menunjukkan pada dunia seberapa kuat dirimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kau mungkin bisa menunjukkan pada dunia seberapa kuat dirimu. Tapi itu tidak akan bertahan lama."- Danil.

...


Rega memperhatikan Dara—sang ibu, yang sedang duduk sembari melihat beberapa brosur sekolah di tangannya. "Kamu mau masuk di SMA mana?"

Pertanyaan Dara seketika membuat Rega dan Razka saling bertatapan. Tidak biasanya sang ibu akan menanyakan keinginan Razka. Biasanya Dara akan langsung menentukan di mana Razka akan bersekolah.

"Anggap saja hadiah karena kamu berhasil menyelesaikan pelajaran tambahan mu dengan baik."

Razka mengembangkan senyumnya, namun tak lama. Karena selanjutnya, kalimat Dara membuat senyum pria itu luntur. "Revita, siapkan kelas tambahan untuk Razka. Kelas bisnis dan Bahasa-Inggris."

"Bisnis? Tapi untuk apa, Ma?" tanya Rega.

"Dia anak laki-laki satu-satunya di sini. Dia akan meneruskan bisnis ayahmu, kamu pikir dia mau jadi apa besok-besok?"

"Tapi Ma, Razka masih terlalu muda."

"Jika dia tidak belajar dari usia muda, kapan ia mau belajar? Saat kuliah? Dan saat itu nenekmu akan menginjak-nginjak kepala keluarga kita karena membesarkan pria tak berguna."

"Mama!"

"Rega, turunkan suaramu atau Mama berubah pikiran."

Rega terdiam dengan tangan mengepal. Neneknya, neneknya, neneknya, semua alasan Razka ditekan adalah karena neneknya. Rega pun tidak tahu, kenapa Dara selalu membawa-bawa neneknya sebagai alasan Razka harus menjadi cucu lelaki yang sempurna.

Membuat Rega jadi berpikir yang tidak-tidak pada sang nenek. Sangat menyebalkan setiap kali ibunya menjadikan neneknya sebagai tameng alasan sang ibu bersikap tegas pada Razka.

Minimal berikan alasan lebih jelas agar Rega maupun Razka dapat menerima semua perlakuan Dara tanpa ada pemikiran bahwa dirinya egois atau pemaksa. Kalau seperti ini, mana bisa mereka memahami sang ibu?

Rega duduk dengan perasaan kesal, sedangkan Razka di sampingnya mengusap bahu Rega pelan. "Bukan masalah, Kak. Aku sudah terbiasa. Lagi pula ini demi kebaikan aku dan keluarga kita juga 'kan?"

Rega tak menanggapi hal itu. Adiknya terlalu muda untuk menanggung beban besar seperti itu. Kenapa pula ayahnya harus seorang pebisnis. Kalau ayahnya hanya pekerja kantoran biasa, pasti Razka tidak perlu ditekan seperti ini.

Satu Semester Untuk Hatimu [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang