21: Mengungkapkan Perasaan

29 8 117
                                    

Diya dan Naira kini berhenti bertengkar--mereka terdiam dengan tatapan penuh dendam, satu sama lain dengan nafas yang tak beraturan. Rayan disana terkekeh seraya menyenggol lengan Akira. "Orangtua kita ternyata musuhan ya? Untung saja kita tak saling mencintai. Jika sampai begitu, aku tak bisa membayangkannya," gumam Rayan.

Akira memeluk lengannya sendiri. "Ya untung saja, ibuku juga tak akan mau mempunyai menantu seperti kau. Apakah kau lupa? Bahwa ibuku yang mengutuk mu sewaktu masih bayi?" Akira mengingatkan kembali kutukan itu.

Biasanya Rayan akan mengeluh dan bersedih dengan penuh dramatis jika di ingatkan. Akan tetapi sekarang pria itu malah tertawa meremehkan. "Kutukan itu sudah tidak berlaku lagi kepadaku. Soalnya, aku akan segera menikah dengan Ayra... Dan kutukan sadboy itu hilang. Kami sudah dua tahun pacaran--mungkin juga kutukannya lebih menempel pada Junior, yang jelas anak kandung papi Jonas. Lihat saja dia, sampai sekarang belum punya pacar..."

Akira tersenyum meremehkan. "Ya semoga benar-benar hilang padamu ya? Bagaimana pun kalian belum resmi menikah..."

"Oke untuk para pasangan orangtua segera menempati nomernya masing-masing," ujar Liam dengan senyuman yang tak pudar--seolah bahagia melihat mereka marah-marahan.

Reza dan Elina segera pergi ke meja paling pojok disana, di tengahnya ada Jonas dan Diya lalu di samping mereka ada Gara dan Naira. Mereka lantas kebingungan karena di masing-masing meja, ada kompor dan bahan makanan lainnya. "Kita disini disuruh masak juga?!" gerutu Diya sinis.

Naira mengerling tak suka mendengar komentar Diya. "Namanya juga permainan! Tidak perlu ikutan jika tak mau!" ketusnya.

Diya berkacak pinggang seraya melirik tajam Naira. "Apa aku berbicara denganmu?"

Naira tertawa meledek dengan singkat. "Makanya kalau ngomong volume nya di kurangi mbak, kasian yang punya telinga tajam!" balas Naira.

Ayra langsung buru-buru ke tengah-tengah mereka. "Para bibi, aku mohon untuk berhenti bertengkar. Peserta lain belum memainkan yang lain..." ujar Ayra dengan halus walaupun ekspresinya terlihat takut. Bagaimana tidak? Diya terkenal galak, begitupun juga Naira. Apakah paman Jonas tak salah? Berhubungan dengan mereka?

"Oke..." keduanya langsung memeluk lengannya sendiri dengan ekspresi sombong, seraya ekor mata mereka melirik satu sama lain.

"Oke, aku lanjutkan. Jadi dipermainkan ini, kalian akan memasak nasi goreng selama 10 menit. Setelah masakannya siap--para juri yang akan menilainya dari segi penampilan dan rasa," tutur Liam yang berusaha menahan tawanya.

"Jurinya--" Diya ternganga seketika--karena juri dalam perlombaan ini adalah Luna, Junior dan Agra. Ia pun langsung mengeluh. "Kenapa jurinya mereka? Mereka anak-anaknya Naira dan Elina! Anakku tak ada, mereka pasti akan licik!"

Mendengar itu Rayan langsung memukul keningnya pelan--Akira langsung menutupi wajahnya malu. Sedangkan jurinya, menatap Diya heran. Lantas Luna menjelaskan, "Bibi, kami adil kok... Kami akan jujur..."

"Alah!" Diya tak percaya. "Ganti jurinya!"

Luna mengerling dan ingin mengamuk. "Bibi please... Kami remaja jompo merasa bosan tak ada kerjaan. Jadi kumohon bibi, biarkan kami menjadi juri..." melas Luna.

"Tidak tidak! Ganti juri!" tolak Diya lagi.

Naira menoleh lagi pada Diya dengan tatapan kesalnya. "HEI! BANYAK KOMENTAR SEKALI! LAGIPULA MEMANGNYA MASAKAN MU ENAK?! MASAK MASIH BEGITU AJA BELAGU!"

Rayan dan yang lainnya langsung membuka mulut mereka lebar, lalu seketika menutup mulutnya dengan telapak tangannya bersamaan.

Diya yang memang sudah naik darah pun, darahnya semakin naik. Ia berdiri dan berkacak pinggang. "APA KAU BILANG?! KAU PIKIR AKU TAK PANDAI MEMASAK?!"

STAY HERE [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang