31: Satu Persatu

36 7 118
                                    

Akira baru saja pulang sehabis menjenguk Rayan dan keluarganya. Ia setiap hari selalu menemui mereka bersama Ayra. Mereka sedang berduka, dan membutuhkan seseorang, sedangkan dirumah itu yang kuat hanya Liam. Akira pun merasa sedih harus pulang.

Saat ia membukakan pintunya, langsung terdengar percakapan ibu dan ayahnya.

"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah merestui hubungan Rayan dan Akira! Aku hanya kasihan saja pada anak itu, baru berduka jadi ku biarkan Akira pergi ke rumahnya!" ujar Diya.

"Kenapa kau ini?!" Reza jadi kesal sendiri.

"Aku sudah menyiapkan calon untuk Akira, dia pemuda yang tampan dan kaya... Pokoknya Akira akan menikah dengannya! Jika dia menolak, dia harus melangkahi mayatku dulu!" terang Diya dengan santainya.

Akira memilih menutup pintunya dan pergi lagi. Ia memilih pergi keluar dari pada harus mendengar semua ini. Padahal keluarga Rayan masih berduka, tetapi Diya masih saja memikirkan hal ini.

Sedangkan disisi lain Agra disuruh berbicara oleh Liam tentang kejadian hari itu. Tetapi Agra seolah-olah tak sanggup mengatakannya. Ayra berusaha membuat Agra berbicara. "Ayo katakan saja, setelah itu kau lupakan semuanya."

Liam hanya bisa mendengar penjelasan Agra sekarang, karena Luna tak mau berbicara sama sekali.

"Hari itu..." Agra menjelaskan semuanya secara detai. Liam langsung mengepal-kan tangannya, sedangkan Ayra langsung menutup mulutnya tak percaya.

Tanpa sadar, Rayan mendengarkan semua penjelasan itu di balik pintu. Pria itu mengepal-kan tangannya geram dan pergi berlalu begitu saja sembari membawa pistol yang tersimpan di laci kamarnya.

---

Erica sedang memperhatikan kakak-kakaknya yang sedang membicarakan tentang keluarga Liam karena mereka sama sekali belum bereaksi apa-apa sampai hari ini.

Ting!

Farza❤️
Bisa ke hutan sekarang? Hutan dekat rumahku, aku sedang butuh seseorang hari ini

Erica mengernyitkan dahinya––tumben sekali Farza menghubunginya seperti ini, padahal biasanya dia akan langsung datang kerumahnya tanpa memberikan pesan apa-apa. Atau mungkin dia memang sedang sangat butuh? Baiklah aku akan kesana.

"Kak aku keluar sebentar," izin Erica sebelum pergi menuju lokasi yang diberikan Farza.

Setelah Erica sampai di hutan––ia terduduk dipinggir-pinggir seraya menunggu Farza datang. Erica berpikir kembali, seharusnya jika Farza yang mengajaknya lebih awal, dia juga seharusnya datang lebih awal di bandingkan dia.

Suara langkah kaki terdengar. Erica segera menoleh ke sumber suara––seketika wajahnya langsung pucat, panik. Ia berdiri, berjalan memundur ketika orang itu mendekatinya.

"Kenapa kau yang datang?!" tanya Erica was-was.

"Kakak mu sudah membunuh adik kesayanganku! Dan dia harus merasakan bagaimana rasanya kehilangan adik!" ujar Rayan dengan penuh dendam. Pria itu mengeluarkan pistol nya di saku celananya seraya terus mendekati Erica.

Erica mundur terus sampai terjatuh. "Kau mau apa?!"

"Apalagi? Kau kan penjahat? Masa tak tahu aku akan melakukan apa?" balas Rayan dengan ekspresi wajah yang lemas tetapi seolah bersemangat untuk membalaskan dendam.

"Tolong jangan lakukan ini--"

Rayan langsung mengarahkan pistolnya dan menembak Erica habis-habisan.

DOR

DOR

DOR!

Sedangkan disisi lain Farza mengamati ponselnya. "Sejak kapan aku memberikan pesan ini pada Erica?" gumamnya.

STAY HERE [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang