Titik Terang

288 46 10
                                        

"Jadi, bener, Mah, Mas Jantra masih hidup? Bener dia masih hidup, Mah?" Sora bertanya dengan suara yang bergetar. Ia memeluk tubuh Ishna penuh suka cita. Akhirnya, Tuhan memberikan sedikit titik terang akan kondisi Jantra.

"Harapannya begitu, Sayang karena tim SAR juga belum menemukan posisi Jantra dimana."

Sora mengangguk. "Paling tidak Mas Jantra masih hidup, Mah," ucap Sora seraya menangis haru. Tubuhnya tiba-tiba melemah. Ia meringis seraya meremas perut bagian bawahnya yang terasa kencang tiba-tiba.

"Ah, aduh .... "

Sora mencengkeram lengan Ishna kencang saat ia merasa perutnya semakin terasa kencang dan sakit.

"Sayang, ada apa? Perut kamu sakit lagi?" tanya Ishna mulai panik saat melihat Sora memejamkan mata seraya beberapa kali berdesis.

"Astaga! Sora! Kita ke rumah sakit sekarang!" celetuk Yurike yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia terkejut saat melihat beberapa tetes darah disela-sela kaki Sora.

Dengan segera Yamada dan Nuraga membawa Sora ke mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit milik Yamada.

"Dokter Raras adalah dokter obgyn terbaik dirumah sakit ini," ucap Yurike mencoba menenangkan Ishna.

Ishna dan Nuraga hanya mengangguk pasrah.

"Mas .... "

"Kita doakan yang terbaik."

"Sora pendarahan. Semoga cucu kita masih bisa bertahan ya, Mas."

***

Jantra berlari kencang menerobos ilalang dan dahan-dahan pohon yang menghalangi langkahnya. Ia menoleh ke belakang, sepertinya Hana masih belum menyerah. Gadis itu masih setia mengekori Jantra.

Bug!

Hana melompat dari atas bebatuan besar, kaki jenjangnya menendang punggung Jantra hingga pria itu jatuh berguling dan tersungkur. Pistol yang tadi sempat dibawa Jantra pun terlepas dari tangannya.

Hana yang merasa menang segera meraih pistol itu dan tersenyum miring sembari menodongkannya pada Jantra.

Jantra yang masih tengkurap di tempatnya, melihat dari ekor matanya, ia tahu jika posisinya tidak begitu bagus, tapi bukan berarti Jantra tidak bisa melawan. Ia melihat Hana sedang menatap pistolnya hendak mengaktifkannya, tapi Jantra dengan cepat berdiri membuat Hana terkejut dan sedikit oleng karena ia menumpangkan kaki kanannya diatas punggung Jantra.

Jantra mencoba kembali berlari, tapi tangan Hana dengan cepat meraih lengannya. Perkelahian pun tak terelakkan lagi. Hana berulangkali mengarahkan pukulan pada Jantra, tapi Jantra berhasil menghindar. Saat Jantra mendapat peluang untuk melayangkan pukulan dan membuat Hana kalah, pukulan keras itu justru ditahan oleh Jantra tepat di depan perut Hana.

Sial, dia perempuan, batin Jantra.

Merasa Jantra bukan ancaman, Hana dengan cepat melayangkan pukulan ke perut Jantra, lalu berpindah ke wajah Jantra, membuat Jantra mundur beberapa langkah. Terakhir, Hana memberikan tendangan memutar dengan kaki kanannya tepat di dada Jantra membuat Jantra kembali jatuh tersungkur. Ia mengelus dada bidangnya yang terasa begitu nyeri.

Jantra menatap Hana dengan saksama, ia  perlahan berdiri dan kembali memasang kuda-kudanya usai mengusap ujung bibirnya yang sedikit robek.

"Masih punya nyali rupanya!" ucap Hana heran.

Jantra tersenyum miring. "Hanya nyali, saya punya stok banyak!"

Jantra kembali menyerang Hana, ia meraih sebuah akar pohon dan menggunakannya sebagai senjata untuk bertahan. Sudah menjadi prinsip Jantra, ia tidak akan memukul seorang wanita. Meskipun nyawanya terancam, tapi sedapat mungkin Jantra tidak menyakiti Hana secara langsung.

SAYAP GARUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang