Nuraga dan Ishna berbondong-bondong menyusul Jantra ke rumah sakit pusat usai menerima kabar terkini mengenai kondisi Jantra. Pria itu kini sedang menjalani pemeriksaan secara keseluruhan.
Sora yang setia menemani itu kini sedang duduk di luar ruangan, menunggu hasil pemeriksaan radiologi. Ia berdiri saat melihat Ishna dan Nuraga berjalan cepat ke arahnya.
"Bagaimana kabarmu, Sayang? Kabar perang selama enam jam itu sempat membuat kami panik karena akses komunikasi di Pulau Rinai Natanua terputus. Bagaimana Jantra, Nak?" tanya Ishna usai memeluk tubuh ramping Sora.
"Sora baik, Mah. Hanya saja Mas Jantra yang butuh penanganan lebih. Kata dokter kemungkinan Mas Jantra menghirup soda api dan berakibat pada organ pernapasannya. Pemeriksaan sedang dilakukan. Semoga tidak terlalu buruk keadannya. Karena ancamannya, Mas Jantra tidak akan dapat terbang lagi jika kondisi paru-parunya buruk," ucap Sora lirih.
Ishna membekap bibirnya dan melingkarkan tangan kanannya pada Nuraga. Ia memeluk erat tubuh suaminya itu sembari menahan tangisnya.
Pintu ruang pemeriksaan pun terbuka. Jantra yang terbaring di atas brankar itu di bawa kembali ke ruang perawatannya. Pria itu menoleh menatap Nuraga dan Ishna seraya tersenyum tipis.
"Papa bangga sama kamu, Jantra. Papa sudah dengar cerita tentang kamu dari Panglima dan papa bangga sekaligus merasa terharu saat mengetahui jika perwira hebat yang sedang mereka bicarakan adalah anak papa," ucap Nuraga seraya berkaca-kaca.
Jantra tersenyum. "Jantra terancam nggak bisa terbang lagi kalau hasil pemeriksaan ini buruk, Pah. Maaf untuk itu," ucap Jantra dengan suara bergetar.
Nuraga menggeleng beberapa kali. Pria setengah baya itu mengusap puncak kepala Jantra seraya tersenyum.
"Kamu sudah memberikan yang terbaik yang kamu punya. Tidak masalah jika kamu berhenti di sini. Kamu berhenti dengan kepala mendongak bangga, Jantra. Orang dikenang karena kebaikannya dan negara mengenang perjuangan para pahlawan karena jasanya. Kamu sudah memberikan pengabdianmu, keberanianmu, dan keteladanan-mu membela negeri tercinta kita. Dengan gagah berani kamu berjuang memukul mundur musuh-musuh itu. Tanpa sadar, negara telah mencatat jasamu itu, Jantra.
"Sebagai prajurit, hal yang paling tidak dapat dibiarkan adalah harga diri bangsa ini diinjak-injak oleh bangsa lain. Kamu membalas penyerangan negara itu dengan berani karena memang seharusnya itu yang dilakukan seorang tentara. Kamu terlahir sebagai seorang ksatria, Jantra dengan atau tanpa terbang," ucap Nuraga dengan suara beratnya. Ia memeluk tubuh Jantra erat. Nuraga ingin menunjukkan betapa bangganya ia pada Jantra saat ini.
"Sora, tolong dukung dan temani Jantra terus, ya. Dia tampak baik-baik saja, tapi dalam hati kecilnya ia sangat rapuh. Terbang adalah impiannya sejak kecil. Jika dokter memvonis dan memberikan putusan dia tidak dapat terbang lagi, mungkin sebagian dari dunianya hancur. Support dia terus, ya, Sora," ucap Nuraga saat Sora mengantarkan mertuanya itu keluar dari ruang perawatan Jantra.
Sora mengangguk paham. Usai mengantarkan mertuanya itu keluar dari rumah sakit, Sora kembali ke ruang perawatan Jantra dengan membawa dua buah bungkusan berisi roti isi dan cokelat panas. Sora membuka pintu ruang pemeriksaan Jantra dan melihat pria itu sedang duduk di atas brankar seraya menatap keluar jendela. Tampaknya Jantra tidak menyadari kehadiran Sora di tempat itu.
Sora sengaja diam ditempatnya. Ia juga tidak terlalu banyak membuat suara. Niat awalnya ia ingin memberi Jantra sebuah kejutan, tapi pada akhirnya justru Sora yang terkejut.
Jantra menangkup wajah dengan kedua tangannya. Pria itu menangis tergugu di atas brankar. Melihat hal itu, Sora membekap mulutnya. Ingin rasanya ia menghampiri Jantra, tapi hal itu ia urungkan. Sora memilih memberikan waktu pada Jantra untuk menyendiri. Pria itu menangis seolah ingin menumpahkan segala isi hatinya. Sora mengusap air matanya dan memilih keluar dari ruangan itu perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP GARUDA
General FictionDeclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, karakter tokoh, latar, serta alur dalam cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi penulis. Mohon maaf jika terjadi ketidakcocokan dan ketidaksesuaian di dunia nyata. Pulau Andaan adalah...