Penyelamatan

352 51 18
                                        

Jantra berlari sekuat tenaga, tapi bagaimana pun juga kondisi fisiknya tidaklah se-prima sebelumnya, ditambah lagi prajurit Republik Vessel kini semua memburunya. Benar kata Hana, tidak ada tempat untuk melarikan diri!

Langkah Jantra terhenti saat ia tiba di bibir tebing, nyaris saja ia jatuh bebas ke lautan yang ada di bawah tebing itu. Napas Jantra terengah-engah. Ia tahu jalannya kini mulai buntu.

"Itu dia!"

Jantra membulatkan matanya manakala ia mendengar suara teriakan seseorang. Ia tahu, itu adalah prajurit Republik Vessel!

Jantra menoleh ke kiri dan ke kanan, sebelum kemudian melanjutkan pelariannya.

Dor!

Serentetan senjata terdengar menghujani pelarian Jantra. Ia bersembunyi di balik batang pohon besar ketika peluru-peluru tajam itu terus menghujaninya.

Satu peluru bahkan menyerempet lengan kiri Jantra membuat ia kembali meringis perih.

"Keluar! Letakkan tangan di atas kepala!" Teriak salah seorang dari prajurit itu.

Jantra mengumpat. Ia hanya bisa berharap suara deru senjata itu terdengar hingga ke Pulau Rinai Natanua sehingga para penyelamat yang ditugaskan untuk mencari Jantra segera dapat mengetahui letak posisi Jantra berada.

Jantra pun akhirnya keluar dari persembunyiannya dengan kedua tangan ia letakkan di belakang kepala. Salah seorang dari prajurit segera menghampiri Jantra dan menendang punggungnya agar Jantra jatuh tersungkur, sebelum akhirnya kedua tangannya di tali dan Jantra kembali di bawa ke markas militer Republik Vessel.

Sesampainya di sana, ia terkejut ketika dibawa ke sebuah tanah lapang tepat di belakang perkemahan prajurit dan melihat seseorang sedang tergantung dalam posisi terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Tubuhnya penuh luka dan wajahnya dipenuhi darah segar. Nyaris saja Jantra tidak mengenali orang itu. Dia adalah tentara wanita yang tadi sempat membebaskannya!

Laporan penangkapan Jantra pun segera beredar luas di markas itu. Letnan Arvin sebagai komandan operasi itu pun segera menghampiri Jantra dan tertawa puas saat melihat Jantra berhasil ditangkap.

Ia tidak segan memberikan 'pukulan selamat datang' pada Jantra tepat di perut dan dadanya yang membuat Jantra menggeram tertahan. Jantra pun akhirnya diletakkan dan diikat menyatu dengan sebuah pohon besar. Ia jatuh terduduk mana kala kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuhnya.

Ia tidak hanya mendapat satu atau dua pukulan saja, tapi Letnan Arvin meminta setiap prajurit yang ada di lapangan itu memberikan satu pukulan keras pada Jantra. Kini, wajah Jantra penuh dengan lebam, ada luka robekan di sudut bibirnya, hidungnya mengeluarkan darah, ditambah mata kirinya lebam. Jangan di tanya bagaimana kondisi tubuhnya. Dada, perut, tangan, kaki, punggung, dan pinggang tidak lepas dari pukulan dan tendangan prajurit Republik Vessel.

Usai 'penyiksaan selamat datang'  itu, para prajurit meninggalkan tempat itu. Jantra mendongak dan memperhatikan apakah tentara wanita itu masih hidup atau sudah mati. Jantra baru menyadari jika ada tetesan darah yang jatuh ke tanah dari tubuh tentara wanita itu.

"Psst ... apa kamu masih hidup?" tanya Jantra dari tempatnya.

Awalnya tidak ada jawaban, tapi selang lima belas detik kemudian Jantra mendengar suara rintihan dari tentara wanita itu.

"Pilot setan payah!" ucap Hana lirih, tapi masih dapat didengar oleh Jantra.

"Mereka juga menyiksamu? Kenapa?" tanya Jantra dengan suara paraunya.

"Tidak perlu sok peduli. Ini bukan urusan kamu."

"Kau terluka. Ada darah yang terus menetes!"

Hana mendengus. Ia membuka matanya dan menatap sayu dalam posisi terbalik. Ia melihat Jantra juga terduduk lemas di bawah sana.

SAYAP GARUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang