Jantra bangun pagi-pagi buta. Seperti kebiasaannya, ia sudah terjaga jam tiga dini hari dan sudah bersiap untuk melakukan rutinitas paginya, yaitu berolah raga. Sora yang masih tampak mengantuk itu pun membenarkan posisi selimutnya agar menutupi sebagian besar tubuhnya. Ia mengerjap dan menatap Jantra yang kini sedang mengenakan celana pendek olah raganya dan kaos oblong warga hijau lumut.
"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Sora seraya menatap heran ke arah Jantra.
Pria itu tersenyum, mendekat ke arah istrinya dan kembali meraup bibir Sora.
"Aku bangunin kamu, ya? Maaf. Aku biasa bangun pagi, lalu berolah raga. Kamu tidur saja lagi," ucap Jantra seraya mengusap puncak kepala Sora.
Dengan mata sayu, Sora mencari jam weker di atas nakas dan terkejut saat jam itu masih menunjukkan pukul tiga pagi.
"Kamu olah raga jam segini banget, Mas?"
"Iya, sudah biasa. Kamu tidur lagi saja."
"Mau aku siapain sarapan apa?"
Jantra tersenyum geli saat melihat Sora berulang kali membenarkan posisi selimutnya agar menutupi seluruh tubuhnya yang tidak tertutup sehelai benang pun itu.
"Nggak usah ditutupin. Aku juga sudah lihat semuanya. Duh, kamu kenapa bikin aku jadi mager olah raga, sih?"
Sora tersenyum sembari mengusap dada bidang Jantra.
"Kok aku yang salah?"
"Iya. Kamu bikin aku jadi pengen olah raga ranjang. Apa kali ini olah raganya di ganti di sini aja, ya?" ucap Jantra seraya berulang kali mengecup wajah Sora.
"Mas, geli. Lagian ini masih pagi!"
"Nggak apa-apa. Serangan fajar."
***
Pagi itu, Ishna sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk seluruh keluarganya. Wanita setengah baya itu tidak memasak terlalu banyak pagi ini, hanya nasi goreng dengan telur dan kerupuk.
"Pagi, Mah," sapa Jantra saat ia turun dan telah mengenakan seragam dinas hariannya.
"Pagi. Kamu baru bangun?"
Jantra mengangguk seraya menyeruput teh tanpa gula yang juga sudah tersedia di atas meja.
"Tumben. Biasanya bangun subuh terus lari keliling kompleks."
"Ya, kalau sudah punya istri mana mau dia lari keliling kompleks subuh-subuh lagi, Mah," ucap Nuraga yang baru saja keluar dari kamarnya.
Jantra tersenyum dan tiba-tiba saja wajahnya berubah merah.
"Selamat pagi," sapa Sora yang kini sudah tampak segar dengan rambut yang basah dan mengenakan kaos serta celana pendeknya. "Mama sudah masak? Aduh, maaf, Sora terlambat bangun jadi nggak bisa bantuin mama masak," lanjut Sora seraya duduk tepat di samping Jantra.
"Nggak masalah, Sayang. Nggak repot juga, kok, pagi ini. Lagipula ada Mbak Yem yang bantuin mama tadi."
"Dira belum bangun, Mah?" tanya Sora saat melihat kursi yang biasa di tempati Nadira kini tampak kosong.
"Sudah berangkat kekampusnya."
"Lho, pagi bener berangkatnya, Yang? Katanya kuliahnya masih jam sembilan nanti?" tanya Nuraga heran.
"Yah, gimana, orang lagi kasmaran. Dia dijemput pagi-pagi sama pacarnya. Terus pacarnya izin sama aku untuk antar Nadira dan ngajak dia sarapan di luar. Ya sudah, aku izinkan. Nggak sangka, Nadira secepat itu punya pacar. Dia temenmu, kan, Jan?"
Seketika Jantra tersedak. Ia nyaris saja sesak napas.
"Emang mereka pacaran, Mah?" tanya Jantra heran.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP GARUDA
Ficção GeralDeclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, karakter tokoh, latar, serta alur dalam cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi penulis. Mohon maaf jika terjadi ketidakcocokan dan ketidaksesuaian di dunia nyata. Pulau Andaan adalah...