"Bapak!"
Seorang anak kecil berlari kencang usai melihat sang ayah berjalan dengan mengenakan krug ke camp pengungsian. Teriakan itu membuat orang-orang yang ada di camp pengungsian memperhatikan. Banyak dari mereka terkejut saat melihat suami dan ayah mereka berjalan ke arah mereka. Pertemuan kembali dan melihat orang yang dicintai dalam keadaan terluka membuat dada Sora kembali terasa sesak.
Ada orang yang terluka, ada pula yang dalam keadaan baik-baik saja. Ia menoleh ke arah Heny, yang kini tengah berpelukan dengan suami tercintanya. Banyak dari mereka yang bertemu kembali dengan suami dan ayah tercinta. Namun, tidak sedikit dari mereka yang mendapati suami dan ayah mereka terbaring tidak bernyawa. Semua dikumpulkan dalam kantong-kantong jenazah di tepi landasan pacu.
"Mas Ilham!" Suara tangis dan teriakan histeris menyayat hati mengiringi pertemuan tragis itu. Pertemuan terakhir dengan orang yang dicintai yang kini telah gugur.
Sora menatap orang-orang itu. Hatinya terasa perih hingga tanpa sadar air matanya menetes deras. Ia mengusapnya beberapa kali dan sengaja memalingkan wajah dari pertemuan menyedihkan itu.
Ia kembali menengadah, menunggu helikopter lain yang membawa prajurit yang masih tersisa. Sora terus memandang ke atas dan tersenyum tipis saat melihat tiga buah helikopter datang sekaligus. Dengan sabar Sora menunggu di tepi landasan pacu. Membiarkan helikopter itu mendarat dan mematikan mesin mereka. Satu per satu prajurit turun dari helikopter tersebut. Pertemuan yang begitu haru pun kembali mewarnai tempat itu. Sora terus memperhatikan pria-pria berseragam loreng itu satu per satu.
Dari helikopter pertama, Sora tidak menemukan keberadaan Jantra. Ia berlari ke helikopter kedua dan ketiga, tidak ada Jantra di dalam sana.
"Apa helikopter ini tidak kembali ke Rinai Natanua, Pak?" tanyanya pada salah seorang petugas helikopter itu.
"Maaf, Ibu, seluruh prajurit sudah kami evakuasi seluruhnya. Tidak ada prajurit yang tersisa, Ibu."
"Tapi suami saya tidak ada. Suami saya belum di evakuasi, Pak," ucap Sora mulai panik.
Mendengar kepanikan itu, Mayor Trisna menoleh dan mulai menghampiri Sora.
"Mbak Sora ...."
Sora menoleh. Ia menghapus air matanya dan memberikan salam hormatnya pada Mayor Trisna.
"Izin, Komandan, saya mencari keberadaan suami saya. Mengapa dia tidak ada dimana-mana? Di kelompok orang-orang yang terluka dia tidak ada, di kelompok prajurit yang gugur dia tidak terlihat, sampai pada evakuasi terakhir prajurit di Rinai Natanua pun dia tidak terlihat, Ndan. Mohon izin petunjuk, Ndan," ucap Sora dengan suara paraunya.
Mayor Trisna menghela napas berat. Ia menyentuh pundak Sora erat.
"Kapten Jantra dan Kapten Swarga menjadi orang pertama dan terakhir yang terbang membalas serangan brutal dari Republik Vessel. Kapten Jantra dengan gagah berani meminta izin pada saya untuk melakukan pembalasan. Memburu musuh dan melakukan misinya. Keberanian Kapten Jantra ini patut dijadikan teladan. Dan saya sebagai komandan merasa sangat tersanjung dapat bertemu dengan beliau."
Sora mengernyit mencoba menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Mayor Trisna yang mulai sulit ia pahami.
"Mayor ...."
"Kapten Jantra dengan pesawatnya berhasil menuntaskan misinya. Menurut laporan dari Laksamana Muda Irawan Ilyas selaku komandan pada kapal Dewaruci yang membantu penyerangan musuh menyampaikan jika musuh berhasil dipukul mundur." Mayor Trisna menjeda sejenak ucapannya. Ia menatap Sora yang sudah memejamkan matanya itu. "Kru Dewaruci masih belum menemukan kabar mengenai keberadaan Kapten Jantra sampai saat ini," pungkasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP GARUDA
Ficción GeneralDeclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, karakter tokoh, latar, serta alur dalam cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi penulis. Mohon maaf jika terjadi ketidakcocokan dan ketidaksesuaian di dunia nyata. Pulau Andaan adalah...