"Izin, Kolonel, apakah Anda mencari saya?"
Jantra berdiri tepat di hadapan meja kerja Kolonel Sadewa. Tak lama atasan sekaligus adik dari ayahnya itu pun berjalan menghampiri Jantra seraya memberikan pelukan erat pada Jantra dan menepuk dada bidang Jantra beberapa kali.
"Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya tegas.
"Izin, Kolonel saya baik."
"Lukamu sudah pulih?"
"Siap, sudah."
Kolonel Sadewa mengangguk beberapa kali seraya menatap Jantra bangga. "Saya merasa bangga akhirnya kamu bisa kembali lagi dengan selamat. Setelah ini, kamu akan melaksanakan masa terbang transisimu dengan pesawat yang baru. Saya harap, kamu dapat segera beradaptasi dengan pesawat barumu itu karena KSAU memintamu untuk bergabung di Pangkalan Militer Rinai Natanua. Sepertinya terkait dengan penemuan bom pemusnah massa yang sempat kamu laporkan pada Marsekal dan Presiden Faizal."
Jantra diam sejenak, ia segera menatap Kolonel Sadewa. "Izin, Ndan, saya dipindahtugaskan?"
"Benar. Jika masa transisimu sudah selesai dan kamu sudah beradaptasi dengan pesawat barumu, lebih baik, segera bergabung saja dengan pangkalan militer Rinai Natanua."
"Siap, laksanakan."
Jantra berjalan keluar dari ruang kerja Kolonel Sadewa dengan surat tugas di tangannya. Ia mengembuskan napas kasar seraya berjalan menuju ruang ganti, mempersiapkan diri untuk latihan terbang masa transisinya dengan pesawat jet tempur yang baru. Jantra berlatih keras, terbang kembali sebelum nantinya resmi mengawaki pesawat jet tempur barunya itu.
"Yang, sudah makan?" tanya Jantra usai latihan terbang dan mengambil ponsel pintarnya.
"Aku masak, Mas. Makan dirumah aja."
"Lho, kan, kata dokter harus banyak istirahat. Jangan capek-capek, Sayang."
"Habis aku bingung dirumah mau ngapain. Cuma rebahan sama scroll ponsel bosen juga. Lagian ini nggak ribet, kok, aku cuma buat makanan simpel ala bento gitu."
Jantra tersenyum. "Ya sudah, aku jalan pulang sekarang."
Jantra mengganti pakaiannya dan kembali pulang ke rumah dinasnya. Hari berlalu begitu cepat hingga tanpa sadar hari sudah hampir petang.
"Sayang ...."
"Halo, Mas ... mandi dulu, deh, aku sudah siapkan air mandi dan baju gantinya. Setelah itu kita makan sama-sama," ucap Sora seraya menyambut kepulangan Jantra dengan pelukan hangatnya.
Jantra mengangguk. Sora membantu Jantra melepaskan pakaiannya dan terdiam saat ia melihat luka dan bekas jahitan di bahu Jantra. Ia berhenti sejenak dan mengusap bahu itu dengan dada yang kian lama kian sesak.
"Sora?"
"Kalau aku lihat luka ini, aku nggak bisa bayangin gimana sakitnya kamu waktu itu," ucap. Sora dengan suara bergetar.
"Jangan dibayangkan. Maaf, aku buat kamu sedih lagi. Ada hal yang aku lupa, luka ditubuhku ini akan terpatri seumur hidup dan kamu akan terus mengingat kejadian itu."
"Itulah kenapa sekarang aku takut, Mas. Aku takut mas terbang lagi dan .... "
Jantra mendekap erat tubuh Sora. "Aku pasti akan terbang lagi, Sora. Melakukan tugasku sebagai seorang penerbang. Maaf, kalau aku harus ninggalin kamu lagi besok-besok."
Sora mengernyit. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Jantra. "Mas mau ninggalin Sora lagi?" tanyanya lirih.
"Maaf. Barusan aku dapat surat untuk pindah tugas."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP GARUDA
General FictionDeclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, karakter tokoh, latar, serta alur dalam cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi penulis. Mohon maaf jika terjadi ketidakcocokan dan ketidaksesuaian di dunia nyata. Pulau Andaan adalah...