Sora menatap lekat wajah Jantra yang masih tampak beberapa memar, meskipun samar. Tanpa sadar, airmata Sora menetes. Beberapa kali ia mengusap wajah Jantra yang kini sedang terlelap disampingnya.
Jantra sengaja tidur diatas brangkar. Menemani Sora yang masih tampak lemah itu. Ia memeluk tubuh istrinya, mendekapnya penuh kerinduan.
"Aku emang ganteng, nggak usah di usap-usap terus mukanya, Yang," ucap Jantra seraya tersenyum.
Tak lama pria itu membuka kedua matanya yang segera beradu pandang dengan mata sayu Sora.
"Kenapa nangis?" tanyanya lembut.
Sora tersenyum sembari menggeleng beberapa kali.
Jantra menatap sang istrinya lekat-lekat, lalu mengecup lembut puncak kepalanya.
"Kamu luka," ucap Sora lirih. "... pasti sakit, kan? Waktu kamu jatuh dan ada di zona musuh, apa aja yang kamu alami? Nggak mungkin, kan, kamu nggak luka-luka? Kamu ditawan musuh atau enggak? Disiksa atau enggak? Memar di wajah kamu ini pasti cuma sebagian kecil aja, kan? Di badan gimana?" cerocos Sora.
Jantra tersenyum tipis, ia kembali mengecup kepala Sora dan membiarkan Sora merebahkan kepala di atas dada bidang Jantra.
"Semua itu sudah nggak penting lagi, Sayang. Yang penting aku sudah di sini. Aku sudah pulang, Sayang."
"Hatiku hancur waktu tahu kalau pesawat kamu tertembak rudal. Bayanganku sudah yang bukan-bukan. Aku takut banget kehilangan kamu, Mas. Namun, justru aku yang buat anak kita nggak ada."
"Sst... jangan bicarakan ini lagi. Ikhlaskan saja dia, biar dia juga tenang di sana, Sora."
Sora membenamkan wajah di dada bidang Jantra dan kembali menangis.
"Aku tahu, hal yang paling berat dari seorang wanita adalah kehilangan anak, aku pun sebagai ayahnya berat menerima kenyataan jika dia sudah tidak ada lagi, tapi ... tidak ada yang bisa kita lakukan selain berdoa dan ikhlas, Sora. Serahkan saja pada Sang Pemberi Hidup."
"Susah, Mas."
"Mas tahu menerima hal yang tidak menyenangkan itu berat, Sora. Terlebih kehilangan. Mas yakin, jika kamu sudah siap dan mas juga sudah siap, akan ada Jantra junior di dalam rahim kamu, Sora. Aku tahu mungkin kamu sudah bosan dengar ini dari orang-orang, tapi nggak ada yang bisa kita lakukan selain berusaha dan bersabar. Jadi, sabar, ya, Sora. Semua pasti berlalu dan aku ada di sini untuk kamu. Kita lalui ini sama-sama, ya, Sayang."
***
Setelah menjalani perawatan selama beberapa hari, akhirnya Sora pun pulang kembali ke rumah dinas Jantra. Sebelum menyambut kedatangan Sora, Jantra sudah lebih dahulu membersihkan dan menata ulang rumahnya agar terlihat lebih segar."Welcome home, Sayang," ucap Jantra sembari melingkarkan tangan di pinggang Sora.
Sora tersenyum menatap isi rumah dinas itu yang seperti sudah di dekor ulang itu.
"Kamu cat ulang bagian dalamnya?"
"Iya. Biar lebih fresh. Aku juga tata ulang beberapa perabot kita."
Sora terpana, lalu tersenyum menatap Jantra.
"Kamu pasti capek dan repot banget nata ulang rumah ini? Lagipula, kenapa harus ditata ulang, sih? Yang kemarin, kan, sudah bagus, Mas."
Jantra tersenyum. Ia berjalan mendekat ke arah Sora dan memeluknya erat.
"Kata orang, kalau suasana di rumah berubah, maka kamu nggak akan trauma dan sedih lagi karena mengingat hal yang lalu-lalu. Banyak kenangan menyedihkan sebelumnya. Aku pengen ubah itu jadi kenangan yang membahagiakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP GARUDA
General FictionDeclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka, nama tokoh, tempat, karakter tokoh, latar, serta alur dalam cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi penulis. Mohon maaf jika terjadi ketidakcocokan dan ketidaksesuaian di dunia nyata. Pulau Andaan adalah...