08

1.3K 51 1
                                        

Satu bulan ini hubungan keduanya terasa jauh lebih asing dari sebelumnya. Nadine lebih sering keluar rumah untuk menemui pacarnya, sedangkan Sangkara hanya bolak-balik kerumah sakit.

Nadine akan pulang kerumah ketika jam sudah menunjukkan pukul 21:00. Sangkara tidak memperdulikan itu.

Walau dalam hatinya ia tentu risau, setiap pulang Nadine selalu terlihat senang dan sumringah, berbeda ketika berada dirumah.

Terhitung hanya satu sampai dua kali mereka saling berbicara. Sangkara ingin ada komunikasi lebih yang ia lakukan dengan istrinya.

Namun Sangkara sadar kalau dalam hati Nadine tidak ada dirinya, melainkan Putra.

Putra sering membawa Nadine jalan-jalan. Tentu ia belum mengetahui kalau Nadine sudah menikah, yang ia tahu, Nadine adalah perempuan karir yang cantik.

Sudah.

Setiap kali ada suara mobil Putra, Sangkara akan langsung masuk kedalam kamar, guna menghapus jejak dirinya.

Lelah, tentu.

Lelah dengan semua yang terjadi. Terapi yang dilakukan Sangkara masih berjalan, walau masih 30%. Yang artinya belum ada pergerakan yang signifikan.

Sangkara masih tetap rutin melakukan terapinya, ditemani Mbak Aru yang senantiasa berada di sampingnya.

Mbak Aru yang akan menyambut paginya, membuatkannya sarapan dan tentu saja membawanya jalan-jalan.

Sangkara tidak merasa kesepian karena Mbak Aru akan membawanya pergi ke restoran, taman, dan tempat indah yang lainnya.

Seperti sore ini, Sangkara dibawa oleh Mbak Aru makan bersama di sebuah restoran yang berada di Bandung.

Sangkara memesan menu yang berada di restoran tersebut. Mereka sesekali berbincang bersama, entah membicarakan tentang pekerjaan dan lainnya.

Entah kebetulan atau memang sedang sialnya Sangkara. Disana ia melihat Nadine sedang bersama dengan Putra.

Sangkara melihat Nadine dan Nadine melihat Sangkara. Pandangan keduanya bertemu, Putra yang melihat gerak-gerik aneh dari Nadine lantas ikut memandang apa yang di pandang Nadine.

" Kamu liatin apa sih? " tanyanya lalu menoleh kearah Sangkara.

Sangkara langsung mengalihkan pandangannya kearah makanan.

" Loh itu cowo yang ada dirumah sakit waktu itu kan? kok dia ada disini? itu perempuan di depannya siapanya? pacarnya? " tanya Putra beruntun.

" Oh dia temennya yang kemarin diluar ruangan ya? temen kamu dong? gabung aja kita, " ujar Putra.

Nadine menggeleng.

" Engga mas, apaansih! kita kan niatnya mau makan berdua kenapa harus gabung sama mereka? engga ah, aku gak mau ya! "

" Loh tapikan— "

" Ah udahlah kalau begini aku gak mau ikutan makan sama kamu. " Putra mengalah.

Di sebrang sana Sangkara masih menundukkan kepalanya, sampai Mbak Aru menyuruhnya untuk makan makannya.

Disaat Mbak Aru enjoy dengan makanannya, berbeda dengan Sangkara yang resah dan gelisah. Sampai mereka selesai makan pun Sangkara masih sangat takut untuk bergerak lebih.

Selesai makan, Sangkara meminta pada Mbak Aru untuk pulang. Mbak Aru menyetujuinya, lalu mereka pulang dengan gocar.

Sesampainya dirumah mereka berdua langsung bersih-bersih. Sangkara masuk kedalam kamarnya sedangkan mbak Aru membersihkan rumah.

plak!
prang!

Satu bunyi tamparan dan satu bunyi pecahan membuat atensi Sangkara berpindah keluar kamar. Sangkara bangkit dari kasurnya lalu keluar kamar.

Ia melihat Nadine yang baru sampai sedang memarahi Mbak Aru, terlihat mbak Aru memegangi pipinya.

" Maksud kamu apa bawa Sangkara ke restoran sedangkan saya ada disitu? kamu mau menghancurkan hubungan saya sama Putra? iya?! " Mbak Aru menggeleng.

" Engga Mbak, saya gak bermaksud. Saya gak tau kalau ada Mbak Nadine di restoran itu. Maaf Mbak saya gak tau, " ucap Mbak Aru.

" Gak usah kekanak-kanakan! saya yang ajak Aru kesana. Kamu gak usah menyalahkan Aru, kalaupun ada kamu disana terus kenapa? "

" Memangnya restoran itu di khususkan untuk kamu aja sama pacar kamu itu? gak ada hak kamu marah-marah ke Aru, "

" Mas gak tau apa-apa! Putra sampai mau pindah untuk gabung sama kalian karena dia tau ada kamu disana. Kamu gak akan ngerti gimana paniknya aku kan? "

" Kalau kamu gak bodoh harusnya kamu tau apa yang harus dilakukan kamu disana, mending kamu kekamar sekarang! dinginkan fikiran kamu yang gak masuk akal itu! " suruh Sangkara, Nadine masuk kedalam kamar lalu membanting pintu kamarnya.

Sangkara menyuruh Mbak Aru untuk duduk sejenak di kursi depan, namun ia menolak. Mbak Aru memilih untuk membersihkan pecahan piring tadi.

Sangkara menghela nafas lalu membantu Mbak Aru untuk mengambilkan sapu dan pengki. Selesai dengan semuanya kali ini Sangkara menyuruh Mbak Aru duduk di ruang tengah.

Sangkara membawa satu kotak P3K yang ada dirumah. Ia mulai mengobati pipi merah milik Mbak Aru dengan telaten.

" Maaf mas, gara-gara saya mas jadi berantem. " ucap Mbak Aru sambil menunduk.

" Gak perlu merasa bersalah, kamu gak salah disini. Biarin dia, fikirannya mungkin lagi kacau jadi gak bisa berfikir jernih, "

Selesai Sangkara mengobati Mbak Aru, ia kembali membereskan obat-obatan yang digunakan tadi.

" Maafkan perkataan Nadine ya? biar saya yang bantu bicara sama dia. " Mbak Aru mengangguk.

Mbak Aru bersiap untuk pulang karena jam kerjanya yang sudah habis. Ditemani Sangkara dan angin malam, Mbak Aru menunggu jemputannya di luar.

" Sudah datang, saya pulang ya mas? maaf kalau tadi saya ngerepotin. " Sangkara mengangguk.

" Bukan masalah, hati-hati dijalan. "

Setelah memastikan Mbak Aru tidak terlihat dari pandangan, Sangkara kembali masuk kedalam rumah.

" Saya gak suka banget sama sikap kamu yang seperti ini, menyalahkan orang lain hanya untuk kenyamanan kamu sendiri. " Sangkara masuk kedalam kamar dan langsung berkata demikian.

" Lagipun kalau kalian gabung sama saya dan Aru pun, saya gak akan bongkar status kita. Lagian status itu hanya bernilai diatas kertas kan? "

" Buang jauh-jauh rasa egois kamu, kamu gak berhak tampar Aru seperti itu. Saya mau kamu minta maaf saya dia besok, "

" Kamu fikir gampang apa jadi dia, harusnya kamu berterima kasih sama Aru. Karena dia semua pekerjaan rumah terurus, kamu kalau lapar tinggal makan, "

" Susah sekali menghargai orang lain, ini masalah kita, gak usah di sangkut-pautkan dengan orang lain apalagi Aru yang gak tau apa-apa! "

Nadine hanya diam saja mendengarkan omelan dari Sangkara. Selesai dengan omelannya, Sangkara memindahkan tubuhnya keatas kasur lalu mulai memejamkan matanya.

Hai, update lagi. Jangan lupa vote ya. Sekiranya ada yang typo mohon di maafkan. Bahagia selalu.

Maaf, Saya Lumpuh [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang