09

887 44 1
                                    

Pagi ini Mbak Aru kembali datang kerumah Sangkara. Sejujurnya luka di pipinya kemarin masih belum sembuh, namun ia sadar kalau ada Sangkara yang harus ia urus.

Seperti saat ini. Setelah menyiapkan sarapan yang dilakukan Mbak Aru adalah menyiapkan barang-barang yang hendak dibawa kerumah sakit.

Ia tidak menemui keberadaan Nadine dirumah itu, mungkin sudah pergi kerja, pikirnya. Namun alangkah terkejutnya dia saat ada yang menyentuh pundak sebelah kanannya.

Saat berbalik ia melihat Nadine yang berdiri tepat dibelakangnya.

" Kenapa Mbak? " tanya Mbak Aru.

" Saya mau minta maaf karena permasalahan yang kemarin, maaf saya terlalu egois karena sudah tampar kamu, "

Mbak Aru mengukir senyum manisnya.

" Gak masalah, saya sudah maafkan kok Mbak. Saya juga paham kalau Mbak Nadine lagi emosi, gapapa kok Mbak santai aja, "

Nadine memgangguk lalu langsung memeluk Mbak Aru layak kakak kandungnya sendiri.

" Sekali lagi maaf ya mbak. " Mbak Aru mengangguk lalu mengelus punggung Nadine.

Selesai dengan masalah itu. Nadine langsung berangkat kerja sedangkan Sangkara baru saja keluar kamar.

Mbak Aru langsung mendorong kursi roda Sangkara menuju luar rumah. Tidak lupa mengunci rumahnya dan memasukkan kuncinya kedalam tas.

Mereka menunggu mobil jemputan datang, tidak perlu menunggu waktu yang lama mobil tersebut datang.

Dirumah sakit setelah melakukan terapi, wajah Sangkara terlihat lebih murung dari biasanya. Entah apa yang terjadi didalam.

" Kenapa mas? " Sangkara hanya menggeleng.

Mbak Aru membawa Sangkara keluar rumah sakit setelah semua urusannya selesai.

Seperti biasa, Mbak Aru akan membawanya ketaman. Sekedar menikmati indahnya matahari dipagi hari.

" Aru, seandainya saya gak bisa jalan bagaimana? " Mbak Aru menatap Sangkara dengan tatapan bingung.

" Kenapa gitu? "

" Dokter bilang belum ada kemajuan yang saya dapat dari terapi ini. Kemungkinan bisa jalan masih lama sekali, saya jadi ragu. " ucapnya sambil menundukkan kepala.

" Lagi lagi begini ya mas, kan itu masih kemungkinan. Lagipun dokter bukan Tuhan, ada kalanya semua yang diucapkan dokter itu berbeda dengan kehendak Tuhan, "

" Mas harus percaya, selagi saya ada disini, disamping mas. Saya yakin, mas bisa. Jangan takut akan kegagalan, karena saya yakin Tuhan sudah merencanakan yang terbaik itu mas Sangkara, "

" Mungkin gak sekarang, bisa jadi besok? atau kapanpun itu. Tuhan gak suka hambanya yang mudah menyerah, mas ingat kan perkataan saya waktu lalu? "

" Tuhan gak mungkin bawa mas sejauh ini kalau hanya untuk gagal, "

" Walau gak ada dukungan dari orang tersayang, tapi saya yakin mas bisa bangkit dari keterpurukan itu. Intinya jangan menyerah, "

" Saya terlalu bawel ya? " Sangkara menggeleng.

" Saya selalu merasa termotivasi setiap perkataan yang kamu ucapkan untuk saya, hanya kata terima kasih yang bisa saya ucapkan untuk kamu, "

🛶

Sore ini Nadine pulang dengan wajah yang sedikit masam. Terlihat dari raut wajahnya yang terlihat tidak menyenangkan.

Nadine langsung masuk kedalam kamar tanpa menyapa Sangkara yang berada di meja makan.

Maaf, Saya Lumpuh [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang