17

797 42 13
                                    

Dirumah sakit semua begitu panik. Ayah kalang kabut bingung hendak berbuat apa. Bunda terus menangis dan Nadine hanya mampu bertunduk di pojok tembok.

" Mas Sangkara terus ingin mengakhiri hidupnya, dia sudah lama simpan obat obatan seperti itu didalam lemarinya, " jelas Aru pada keluarga Sangkara.

" Ini salah Nadine mah, ini salah aku! " ucap Nadine sambil memukuli kepalanya.

Bunda hanya bisa menggeleng sambil membawa Nadine kepelukannya.

" Semua terjadi karena takdir, sayang, semua terjadi karena ada alasannya. Maaf karena Bunda dan orang tua kamu, kamu harus seperti ini, Sangkara harus seperti ini. " Bunda mengelus punggung Nadine.

Dokter keluar dari ruangan dimana Sangkara di tangani. Ia melepas masker yang mengait di kedua telinganya.

" Sangkara mengalami overdosis akibat obat obatan yang ia konsumsi, jadi Sangkara harus di rawat. Oh ya, kalau mau jenguk tolong jangan berisik dan saya bisa bicara dengan orang tua Sangkara? " Bunda dan Ayah pun mengangguk lalu ikut ke ruangan dimana dokter itu masuk.

Di lain sisi, Aru mensilakan Nadine untuk melihat Sangkara lebih awal. Disana ada infus yang mengalir dan oksigen yang terpasang di wajah Sangkara.

" Kenapa harus aku yang nikah sama kamu? kenapa harus kamu yang jadi suami aku mas? kenapa aku yang harus bikin kamu sengsara? "

" Semua hidup aku udah kamu semua, kapan aku bahagia? aku gak bisa menerima kamu sampai sekarang, aku capek kalau harus bikin kamu menderita untuk kamu menceraikan aku, tapi itu semua gak terjadi, "

" Kenapa cinta kamu makin bertambah setiap hari? aku ini bukan perempuan yang baik-baik. Aku sakit lihat kamu kayak gini, bangun dan ceraikan aku. " Nadine menggenggam erat tangan Sangkara.

Diruangan dokter ia sedang berbincang mengenai keadaan Sangkara.

" Maaf saya harus bicara seperti ini, apakah Sangkara mengalami depresi berlebih? "

" Saya gak tau, dia semenjak kecelakaan mulai tertutup dengan saya, " jelas bunda.

" Begini ibu, coba Sangkara dibawa ke psikolog karena saya merasa obat yang dia konsumsi bukan tanpa alasan. Saya takut kalau ini berlanjut akan mengancam nyawa Sangkara. karena Sangkara sudah termasuk parah, "

" Sangkara hanya butuh dukungan dari orang terdekat bukan obat obatan itu, saya mohon sangat pada kalian untuk terus menjaga Sangkara, "

Mendengar penjelasan dokter, orang tua Sangkara semakin merasa bersalah.

Mereka keluar dari ruangan dokter itu lalu melihat Aru yang berada di luar ruangan.

" Aru, kata dokter Sangkara perlu dukungan dari orang terdekat, saya sangat memohon dengan kamu untuk terus menjaga Sangkara dan jangan sampai dia minum obat yang gak baik lagi, saya bisa berjanji akan menambah gaji kamu. " ucap Bunda Sangkara sambil menggenggam tangan Aru.

" Bu, bahkan tanpa di gaji besar pun saya sudah ikhlas menjaga Sangkara, ibu gak usah memohon lebih dengan saya, saya janji gak akan mengecewakan kalian, "

Bunda membawa Aru ke dekapannya, memeluk Aru dengan erat sambil mengucapkan terima kasih tanpa henti. Aru membalas pelukan itu.

" Aru. " Aru menoleh tatkala ada yang memanggilnya dari belakang, ternyata itu Nadine yang baru keluar dari ruangan Sangkara.

" Iya, kenapa mbak? " tanya Aru, namun bukannya menjawab Nadine langsung memeluk erat tubuh Aru.

" Saya memang gak becus jadi istri, tapi saya mohon sama kamu untuk terus menjaga Sangkara sampai dia sembuh, "

Aru balas dekapan itu. Aru usap punggung Nadine.

" Iya mbak, itu pasti. Mbak gak usah khawatir, saya pasti selalu jaga mas Sangkara. "

...

Aru sudah berada di ruangan Sangkara. Ia lihat wajahnya yang tak berdaya. Aru bisa merasakan sedih, kecewa dan marah dari Sangkara.

Aru mendekat ke arah ranjang Sangkara. Ia usap mata yang sedang tertutup. Wajah lelahnya menuntun tangan Aru untuk mengusapnya lembut.

Oksigen masih terpasang dengan sempurna. Sampai tak sadar dirinya tertidur di samping ranjang.

Aru terbangun ketika merasakan pergerakan dari sesuatu yang ia pegang. Aru menoleh ke arah Sangkara yang ternyata sudah sadar.

Segera Aru lepas pegangan tangannya di tangan Sangkara namun itu berbanding terbalik dengan Sangkara yang makin erat memegang tangan Aru.

" Aru, saya sudah bangun. " Aru mengangguk.

" Mas mau minum? Atau mau dipanggilkan Ibu? " Sangkara menggeleng. Ia membuka oksigen yang terpasang dan melihat sekeliling.

" Saya mau pulang, "

" Iya, nanti ya mas? Lagi diurus sama Ibu. "

" Kenapa gak kamu? " Aru mengerutkan dahinya.

" Kenapa bukan kamu yang urus semua? " Aru tertawa sejenak.

" Bercanda aja. Ya gak mungkin lah saya, "

Sangkara tak menjawab. Ia lepas genggaman tangannya. Sangkara mencoba untuk duduk.

" Saya mau cari angin. " Aru membantu Sangkara untuk turun dari ranjang dan menaruhnya di kursi roda. Aru dorong kursi roda itu dengan perlahan.

Mereka berhenti di salah satu wastafel yang ada. Aru basuh tangannya dan ia percikan sedikit tangannya. Aru berlutut di depan Sangkara dan membasuh wajah Sangkara dengan  tangannya yang setengah basah.

Sangkara tak menolak. Jujur ia merasa sangat segar setelah diperlakukan seperti itu oleh Aru. Setelahnya Aru kembali menbawa Sangkara ke taman rumah sakit.

" Mas kata Ibu, mas bisa pulang hari ini. " ucap Aru setelah membuka ponselnya.

" Kamu ikut pulang kan? " Aru menggeleng. Ia harus pulang karena jam kerjanya sudah habis.

" Jam kerja saya sudah habis mas. Besok pagi saya datang lagi. " ucap Aru. Terlihat raut wajah kecewa dari Sangkara.

Setelah puas menikmati angin petang. Aru pun kembali membawa Sangkara ke ruangannya untuk bersiap pulang.

Di ruangan tidak ada siapapun. Semua barang juga belum di bereskan. Aru menghela nafas, ia kira Bunda Sangkara akan membantu.

Aru bereskan semua barang yang ada. " Maafkan Bunda, mungkin dia lupa kalau saya masih sakit, " ucap Sangkara merasa tak enak.

" Engga apa mas. Ayo kita pulang, " ajak Aru sambil menentang tas isi barang-barang Sangkara.

Sampai di parkiran pun tidak ada mobil orang tua Sangkara maupun Nadine.

Aru pun terpaksa memesan mobil online. Sangkara menjadi tidak enak.

" Maaf, " Aru menoleh ke arah Sangkara. Ia tersenyum singkat.

" Saya senang kok bisa bantu mas Sangkara. " ucapnya.

Hai sori baru bisa update. Aku kehabisan ide huhuhu. Bahagia selalu.

Maaf, Saya Lumpuh [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang