12

1K 56 6
                                    

Sudah malam tetapi Sangkara belum diperbolehkan untuk pulang. Selama itu Aru setia menunggunya, Nadine pulang untuk mengambilkan baju ganti dan barang lainnya.

Sangkara hanya diam saja, ia memang sudah sadar. Namun setelah tahu jika kakinya kembali bermasalah, Sangkara hanya diam saja.

Aru sudah menyuruhnya makan, tapi Sangkara masih enggan membuka mulutnya. Dari ia siuman belum ada apapun yang masuk ke perutnya.

" Mas makan ya? seenggaknya satu suap aja, " bujuk Aru.

" Jangan cinta saya, Aru. Saya benci itu, "

Aru menatap bingung Sangkara. Sangkara menoleh kearah Aru.

" Jangan cinta sama saya, " ujarnya sekali lagi.

Aru menggeleng.

" Saya gak cinta sama mas Sangkara, " jawabnya.

" Nadine bilang kamu mati matian belain saya sampai bentak Nadine, saya gak suka kalau ada yang memarahi istri saya. Kamu gak ada hak untuk itu, "

" Emangnya salah membela kamu yang dihina sama istri kamu sendiri? salah saya dimana? saat mas Sangkara di bentak, mas Sangkara baik. Kenapa saya salah membentak Nadine? "

" Saya gak perlu pembelaan dari kamu. " Aru menggeleng tidak percaya.

" Terserah lah, saya muak dengan semua kebohongan. " Aru bangkit dari kursinya lalu keluar dari ruang inap itu.

" Saya pulang, seminggu kedepan saya cuti. Maaf kalau dadakan, jaga mas Sangkara, "

Nadine menatap Aru penuh bingung. Ada apa dengannya? petang tadi mereka sudah saling meminta maaf dan baik.

Nadine masuk kedalam ruangan dan menaruh barang yang ia bawa.

" Aru kenapa? " tanya Nadine.

" Saya gak tau. " Nadine mengangguk. Ia menggantikan baju Sangkara.

" Mungkin besok atau lusa kamu udah boleh pulang, sementara disini dulu. " ucap Nadine sambil membenarkan posisi selimut Sangkara.

Sangkara memejamkan matanya sejenak, lalu kembali membukanya.

" Saya mau makan, " Nadine memberinya semangkuk bubur yang ada diatas meja.

Sangkara tersenyum miris, ia kira Nadine akan menyuapinya. Memang salah berharap lebih pada istrinya sendiri.

Sangkara memakan buburnya sedikit demi sedikit, selesai makan, Sangkara kembali menidurkan dirinya diatas kasur.

" Aku gak bisa full ngurusin kamu selama seminggu, Aru cuti. Kamu bisa kan ngurusin diri kamu sendiri? " Sangkara mengangguk.

" Mas Putra telfon, aku keluar sebentar. " Nadine bangkit dari kursinya lalu keluar dari ruangan itu.

" Putra lagi Putra lagi. Begitu cintanya kamu sama dia ya, " monolog Putra.

Sangkara memutuskan untuk tidur.

🛶

Satu hari setelahnya, Sangkara diperbolehkan untuk pulang. Mereka sudah berada dirumah, setelah mengantarkan Sangkara kekamar, Nadine langsung pamit untuk ke kantor.

" Kamu gak bisa tinggal disini sebentar, temani saya, " pinta Sangkara.

" Engga bisa, aku udah berapa kali cuti, " jawabnya.

" Emang uang saya masih kurang? " Nadine berbalik dan menggeleng.

" Terus kenapa masih kerja? kamu ngejar apa? "

" Kerja itu cuman untuk pelampiasan aku, aku gak mau dirumah cuman jadi istri rumah tangga yang kerjanya ngurusin orang sakit. Capek tau, kamu gak pernah ngerti kan, " jawabnya.

" Maaf kalau jamu merasa terbebani karena saya. " Nadine kembali menoleh.

" Kata maaf terus, udah bosen aku dengernya, "

" Aku cape mas, walaupun aku bisa bebas kesana san kesini tapi tetep ada yang aneh. Setiap masuk kedalam rumah ini rasanya beban yang tadinya terlepas langsung muncul begitu aja, kita mau sampai kapan seperti ini? "

" Aku muak sama semua yang ada, aku muak ketika harus ngeliat wajah kamu setiap hari, aku muak ketika aku harus merasa bersalah setiap aku jahat sama kamu. Kita gak bisa terus kayak gini, "

" Kapan kamu mau menceraikan aku? "

Sangkara menghela nafas kasar.

" Apa kalau saya sempurna, bisa jalan kamu mau menerima saya? " Nadine terdiam.

" Apa kalau saya bisa bawa kamu pergi jalan naik motor dan melakukan kegiatan lainnya bersama menggunakan kaki saya, kamu bisa nerima saya? "

" Beberapa bulan lalu saat saya mengucapkan ijab qoubul dihadapan ayah dan semua orang, dari situ saya mulai mencintai kamu, mencoba, awalnya susah menerima kehadiran kamu namun saya terus mencoba, "

" Dan pada akhirnya, saya disini bersama kamu, berbulan bulan. Apa se gak bisa itu saya bersama kamu? pasti ada alasan, saya akan cari seribu satu alasan kenapa, mengapa saya gak bisa bersama kamu. " Sangkara menggenggam tangan Nadine.

" Apa karena saya lumpuh? apa karena saya tidak kaya? "

" Karena aku udah sama mas Putra! "

" Bahkan saya yang lebih berhak atas kamu! Putra hanya sekedar pacar! saya yang lebih berhak! "

" Tolong, tolong ingat ingat ketika rasa itu muncul. Ketika ada rasa cinta kamu untuk saya, perjalanan kita terlalu indah untuk berpisah, "

" Nadine, tolong, belajar menerima saya. Saya bahkan lebih takut rasa ini hilang di banding kehilangan diri saya sendiri, "

" Nadine, bisa ya? bertahan lebih lama? "

" Mas.... "

" Nadine, tolong. " Nadine menggeleng.

" Aku– aku gak bisa, "

Hai, maaf bener bener minta maaf. Baru bisa update sekarang, ini juga karena baru muncul lagi idenya, sekarang juga latihan mulai santai, tapi mungkin bakal lama juga updatenya karena mau mendekati kejuaraan lagi. Saya benar benar terima kasih, terima kasih atas like nya. Bahkan like dari kalian itu menjadi pendorong untuk saya, ini masih anget. Sekiranya ada yang typo mohon dimaafkan. Bahagia selalu.

Maaf, Saya Lumpuh [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang