Pagi ini Nadine bangun dengan badan yang begitu sakit sekali. Ia meraba keningnya dan merasa bahwa ada kompres yang menempel disana.
Nadine keluar dari kamar dan menemui Mbak Aru yang sudah berada di dapur.
" Mbak, tadi malem Mbak Aru yang nempelin kompres ke kening saya? " tanya Nadine. Mbak Aru menatap bingung lalu menggeleng.
" Habis mas Sangkara makan, saya langsung pulang. Ini baru kesini lagi. " Nadine mengangguk lalu mengingat-ingat kejadian yang terjadi malam tadi.
Namun nihil yang ia ingat hanya berdebat dengan Sangkara dan meninggalkan makan malam.
" Sangkara dimana ya? " Mbak Aru menunjuk dengan ibu jarinya ke arah luar.
Nadine melihat Sangkara yang sedang menikmati udara pagi ini, dengan kicauan burung dan angin berhembus.
Nadine paham, sepertinya kecurigaannya benar. Yang menempelkan kompres adalah Sangkara, Nadine brengsek.
Ia memaki dirinya sendiri. Kemarin ia terlalu lelah dan membuat emosinya menggebu-gebu.
Nadine keluar rumah, menghampiri Sangkara yang masih menikmati udara pagi ini. Memang sejuk, Nadine mengakui itu.
Nadine mendekat kearah Sangkara.
" Maaf untuk yang tadi malam, " ucap Nadine.
Sangkara menoleh sejenak lalu kembali menatap objek utamanya, langit.
" Untuk apa? semua yang kamu ucapkan memang benar adanya. " Nadine mengepalkan tangannya.
" Gak usah marah gitu, yang harusnya marah disini itu saya. " ucap Sangkara sedikit menekan.
Nadine membuang pandangannya.
" Saya benci sama kamu tapi saya juga cinta, maaf karena perasaan saya yang gak jelas ini. " Sangkara berbalik lalu masuk kedalam rumah.
" Kenapa sih mas? kenapa setiap aku minta maaf kamu selalu kayak gini. Kamu selalu menghindar seolah gak mau terima permintaan maaf aku, kamu fikir yang sakit disini cuman kamu? aku juga sama halnya! "
" Kalau kamu bukan anak kecil pasti kamu tau kenapa saya bersikap seperti ini. Saya gak bisa menjelaskannya sekarang, "
" Ya kenapa!? kenapa gak sekarang? "
" Nadine, saya minta tolong untuk gak ganggu saya hari ini. Untuk urusan dj maafkan atau engga nya saya akan jawab kalau saya sudah tenang, "
" Iya saya tau disini yang lelah cuman kamu, tapi saya cuman butuh ketenangan sebentar aja sampai saya mampu menatap mata kamu. " Sangkara masuk kedalam rumah meninggalkan Nadine sendiri.
Di dalam Mbak aru baru selesai menata masakan yang baru matang. Sangkara menghampiri Mbak Aru lalu mengambil nasi dan lauk pauk yang ada di atas meja.
" Mbak Nadine gak makan Mbak? " tawar mbak Aru ketika melihat Nadine lewat.
" Saya nanti aja. " Nadine berjalan begitu saja meninggalkan keduanya.
Selesai makan, Sangkara masuk kedalam kamar dan menemui Nadine yang sedang berada di atas kasur, dengan handphone yang ada di tangannya.
Sangkara memindahkan tubuhnya keatas kasur lalu mengambil benda pipih itu. Sangkara membalas pesan dari karyawan-karyawannya dan hal lainnya.
Isak tangis terdengar, Sangkara menoleh kearah Nadine dan melihat istrinya menangis terisak. Sangkara mendekatkan tubuhnya.
" Kenapa? " Nadine menggeleng.
Sangkara mengambil handphone Nadine lalu melihat satu pesan yang ada di handphonenya.
Mas Putra
| Saya muak sama sikap kamu yang seperti anak-anak
| Saya lelah punya pacar kayak kamu!Ah, pacar ya?
Sangkara menaruh kembali handphone Nadine. Ia langsung memeluk istrinya yang terlihat walau sebenarnya ia juga butuh pelukan.
Tangisannya semakin pecah disaat Sangkara memeluknya dengan erat.
Hati Sangkara sakit sekali melihat Nadine seperti ini, tapi hatinya lebih sakit saat tahu kalau laki-laki kemarin adalah pacar Nadine.
Tak terasa satu air mata jatuh ke pipi Sangkara. Ia langsung menghapusnya dan kembali memeluk Nadine.
" Kalau mau curhat, ke saya aja, " ucap Sangkara.
Sangkara mengurai pelukannya. Ia memindahkan kembali tubuhnya keatas kursi roda dan keluar kamar.
" Aru, kamu temani Nadine ya? " Mbak Aru memgangguk lalu masuk kedalam kamar pasutri itu.
Sangkara keluar rumah menuju kebun kecilnya. Disana ia meluapkan emosinya, menangis sejadi-jadinya.
Sangkara yang menawarkan tapi kenapa rasanya sangat sakit sekali. Ia jadi ingat perkataan Nadine tadi malam.
Pikirannya kembali mundur, mengingat perdebatan mereka malam tadi.
Wajar saja Nadine memacari Putra. Ia mempunyai jabatan tinggi di kantornya, tampan dan lainnya.
Sangkara ingin tidak mencintai Nadine namun rasanya begitu susah. Susah menolak untuk tidak cinta dengan Nadine.
Begitu tidak bergunanya dia di dunia ini. Mengapa Tuhan memberi ujian seberat dan sesulit ini untuknya?
Sangkara muak dengan semua yang ada di dunia, hanya bundanya yang ia punya sekarang.
🛶
Sore ini Sangkara dan Nadine jalan berdua mengunjungi taman yang ada di dekat komplek. Disana Nadine hanya diam saja merenungi semua yang terjadi.
" Gak usah berlarut dalam kesedihan, dia pasti punya alasannya bilang itu ke kamu, " ucap Sangkara.
" Mas gak pernah ngerasain jadi mas seenaknya aja ngomong gitu! " Sangkara menyinggung senyumnya lalu kembali mengunyah kacang yang berada di mulutnya.
" Justru karena saya merasakan jadi saya tahu mana yang harus saya sesali mana yang engga. Beruntung dia masih bisa nerima kamu apa adanya, "
Sangkara melempar satu kacang ke danau yang ada di depannya.
" Semua laki-laki di dunia ini juga akan merasa muak kalau sudah bertengkar sama pacarnya. Semua kata kata menyakitkan yang dia lontarkan itu sepenuhnya karena emosi, "
" Kamu harusnya memahami itu dari awal, kamu juga perlu sadar kalau dunianya bukan cuma kamu isinya. Coba di ingat lagi, apa kesalahan yang kamu buat ke dia sampai bikin dia marah, "
Nadine berfikir sejenak namun bukan memikirkan tentang Putra, melainkan semua perkataan yang di lontarkan Sangkara.
Cukup berjalan-jalan, mereka pulang saat matahari mulai tenggelam. Sampai di rumah mereka mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Maaf ya baru up lagi, beberapa hari ini sakit terus. Sekiranya ada yang typo mohon di maafkan. Bahagia selalu.
![](https://img.wattpad.com/cover/343115174-288-k578851.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Saya Lumpuh [ ON GOING ]
Teen Fiction" Kamu kenapa sih! Kamu marah karena perkataan aku? Bukannya itu semua fakta? Terus kenapa kamu harus marah? " " Iya Nadine, iya! " " Kalau kamu tau itu fakta, kenapa masih maksa saya untuk kerumah sakit untuk hal yang sia sia, saya gak akan pernah...