Langit sangat bersinar, matahari sudah menyapa dengan udara panasnya. Mereka pun sudah sampai di puncak gunung.
"Kau yakin kristalnya ada di puncak gunung seperti ini? Sepertinya terlalu sempit untuk kristal bersembunyi" ucap minhee, dawit pun terkekeh.
"Kau hanya belum melihat sampai ke intinya" ucap dawit lalu keduanya berjalan melalui pohon-pohon rindang hingga menemukan cahaya di depan sana.
"Aku sudah memgantarmu hingga ke sini, lakukanlah tugasmu" ucap dawit, pria itu memelankan langkahnya.
"Tapi aku belum pernah melihat permata itu, dan aku tidak tahu ada apa di sana" ucap minhee, ia tidak berani berjalan sendirian.
"Aku beritahu padamu, di sana ada beberapa anjing dan bunglon, tapi tidak seharusnya kau takut pada mereka. Dan jika ada makhluk yang mengganggumu, berteriaklah" ucap dawit. Minhee yang diutus ke sini untuk mencari kristal, tugas dawit hanya membantunya di saat genting.
"Ayo, masuklah. Jika chanhee bisa menjinakkan mereka, maka kau juga bisa" hibur dawit.
"Kau yakin aku akan aman? " tanya minhee memastikan, "aku yakin, yang kau butuhkan di sana adalah kepercayaan diri dan ketelitian" jawab dawit sambil tersenyum kecil.
"Baiklah, kau sudah menjaminnya. Aku percaya padamu" ucap minhee membuat pria itu tersenyum lebar.
"Semangat, minhee! " sorak dawit saat minhee menyentuh pohon terakhir. Dalam hatinya, minhee sudah menyampaikan banyak kalimat penenang.
Satu kata yang dapat minhee sebutkan, indah. Rerumputan pendek di penuhi oleh bunga-bunga kecil. Ada juga sebuah tempat kecil yang terbuka dengan 4 pilar.
Matanya berbinar melihat benda merah mengkilap berputar di tengahnya, di atas bunga camelia.
Minhee melangkah maju, ia tidak menyangka akan semudah ini menemukan kristal.
Namun langkahnya terhenti saat mendengar geraman dari balik pepohonan. Ia pun menoleh ke sekitarnya. Setelah dilihatnya tidak ada ancaman bahaya, minhee kembali melangkahkan kakinya menuju bangunan kecil itu.
Di sana, minhee mencoba meraih kristal itu tanpa menginjak bunga yang ada di bawahnya. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba api melingkarinya. Minhee panik, apalagi di saat tangannya menyentuh kristal, benda itu malah bergerak ke sembarang arah.
'Minhee, pakai sihirmu! ' ucap liz dalam hati minhee, "apa sihirku? " tanya minhee panik.
'Berhenti mengejar kristalnya! ' suruh liz, minhee pun membulatkan matanya, "kau bilang aku harus mengumpulkannya, bukan? "
'Caramu salah, bodoh. Ikuti saja perintahku! ' ucap liz lagi, minhee pun berhenti dari pengejarannya, 'tarik nafas lalu buang! '
Minhee menurut, cara itu membuatnya lebih tenang. Ketika ia menengok kembali, kristal itu sudah berada semula di posisinya.
'Kau harus melakukannya dengan tenang, jangan terburu-buru' ucap liz.
Melihat api yang semakin tinggi, minhee menghampiri kristal itu lagi dengan perlahan.
Tenang, seperti yang dikatakan liz padanya, 'ambil kristalnya dengan satu genggaman, jangan hanya menyentuhnya' ucap liz.
Minhee berjinjit dan semakin memajukan tubuhnya, telapak tangannya sudah membuka lebar, kaki kirinya naik ke belakang untuk menyeimbangkan tubuhnya.
Dan minhee mendapatkannya, ia lalu berjalan mundur. Api yang tadi mengelilinginya juga ikut padam, terlihat dua bunglon kecil berwarna pink di depan bangunan kecil itu.
'Kau sudah mengerti sihirmu? ' tanya liz, "tidak, sama sekali tidak" jawab minhee membuat liz mendecak kesal.
'Kau bisa mengontrol sekitarmu, paham? ' ucap liz dengan nada kesal, minhee pun terkekeh dan mengangguk, "jadi, apa yang harus aku lakukan agar bisa mengontrol? " tanya minhee.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCUNA; Aiterleux Mission
Fantasia─ rembulan terus menjadi saksi bisu baginya, membiarkannya dibawa pergi untuk menemui orang tuanya di tempat yang terlalu jauh.