BAB 9

207 11 0
                                    

Aiza menatap pergelangan tangannya,  atau lebih tepatnya kearah jam tangan yang terpasang apik dipergelangan tangannya. 

25 menit, sudah 25 menit Aiza menunggu kedatangan teman sekantornya yang entah nyasar kemana karena seingat Aiza, hanya butuh waktu 10 menit untuk bisa sampai ke kafe tempatnya berada dari kantor mereka dalam keadaan macet. 

Makanan mereka bahkan mungkin sudah dingin karena terlalu lama didiamkan, tapi kali ini Aiza tidak perduli, karena keterlambatan Hera justru memberi Aiza waktu untuk mengistirahatkan matanya yang tidak tertutup semalaman karena film horor yang ia tonton. Dengan tangan yang tertumpu diatas meja,  Ajza menyangga kepanya dan menutup matanya yang terasa sangat berat. 

Ini semua gara-gara film horor itu, semalam Aiza tidak bisa tidur sama sekali. Memang adalah kebiasaan buruk Aiza yang tidak mau menejamkan mata setelah menonton film horor karena setiap kali Aiza menutup mata,  ia akan teringat semua adegan menyeramkan dari film itu. 

"KEBAKARAN" 

Seketika Aiza  terjengit dari duduknya dan terbangun dari tidur singkatnya yang benar-benar singkat ditengah ramainya orang yang tengah menikmati makan siang,  beberapa orang bahkan menatap kearah mejanya dengan tahapan beragam. 

Sembari memegangi dadanya yang masih berdegup karena terkejut, Aiza menatap kearah Hera yang tertawa girang karena berhasil membuat Aiza kehilangan rasa kantuknya. Sementara itu,  Rendi yang juga sudah duduk disamping Hera hanya terkekeh geli melihat kelakuan dua orang sahabat itu. 

"Elo Ra,  ganggu orang tidur aja." Gerutu Aiza sembari meraih jus jeruk dihadapannya dan meminumnya. Setidanya,  seteguk minuman asam itu bisa sedikit membuat jantung Aiza tenang.

"Orang itu ke kafe buat makan bukan tidur." Ejek Hera yang ditanggapi dengan kekehan kacil oleh Rendi. 

"Gue gak tidur semaleman gara-gara nonton film itu." Jawab Aiza masih menikmati sensasi menggigit di lidahnya. 

"Oh iya,  lo ngajak sengsara siapa lagi semalem? Lo tidur sama siapa?" Tanya Hera semangat. 

Wanita berpakaian ketat itu tahu bagaimana rasanya tidur dengan Aiza yang sudah menonton film horor,  rasanya benar-bebar menyiksa dan ia tiak mau lagi. 

"Gerald." 

"Apa?" Wajah penuh senyum Hera seketika sirna digantikan dengan wajah terkejut.  Sementara Rendi,  lelaki itu sukses menyemburkan minuman yang tengah diteguknya. 

"Kenapa?" Tanya Aiza polos. 

"Kenapa? Lo tidur sama bos lo sendiri, Za" Pekik Hera gemas. 

"Iya,  terus kenapa?" Bals Aiza masih dengan wajah polosnya yang menahan kantuk. 

Rendi dan Hera hanya cengo melihat di reaksi Aiza yang santai seperti hal itu adalah sesuatu yang biasa terjadi. 

"Kak Aiza beneran tidur sama pak Gerald?" Sekali lagi,  pertanyaan itu terlontar,  tapi bukan dari mulut Hera melainkan Rendi.

Aiza menghela napas sembari memutar bola matanya jengah. "Kalian mikir apaan sih?  pasti hal yang jorok. Lagian Ra,  lo tahu kan kalo gue gak akan bisa tidur satelah nonton film horor. Jadi stop mikir yang engga-engga tentang gue dan Gerald." 

"Justru karena itu,  bisa aja kan kalian khilap dan ngelakuin yang iya-iya."

"Gue sama Gerald tidur di ruang tengah ditemenin sama Bi Asih,  gimana caranya kita ngelakuin hal yang iya-iya itu.  Lagian,  kalo semua itu terjadi,  semuanya gara-gara lo."

"Gara-gara gue? Kok jadi gara-gara gue?" Tanya Hera keheranan. 

"Karena lo lebih mentingin kucing bokap lo daripada gue."

Yah, saat semalam Aiza menghubungi Hera untuk menginap di apartemen wanita itu, Hera dengan lugasnya menolak dan mengatakan ingin menjaga kucing ayahnya yang sakit.  Padahal,  Aiza sangat tahu kalau Hera punya alergi parah dengan bulu kucing. 

Aiza heran kenapa orang-orang yang pernah menemaninya seakan trauma dan tidak ingin melakukannya lagi. Aiza ingat bagaimana paniknya Elena saat ia datang kerumah dan Gerald menceritakan tentang Aiza yang baru saja menonton film horor , saat itu juga Elena pergi ke kamarnya dan mengunci dirinya di kamar. Padahal, Aiza belun mengatakan niatnya untuk menginap disana dan meminta Elena menemaninya tidur. 

Rasanya Aiza tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh, ia hanya akan membangunkan orang yang menemaninya dengan cara apapun jika orang itu terlelap. Seperti semalam, Aiza membangunkan Gerald dengan cara mencabut satu helai bulu yang tumbuh di tangan laki-lakj itu hingga membuatnya benar-benar terjaga semalaman bahkan sampai pagi karena rasa sakit yang dirasakannya.  

"Oh iya,  Za. Lo jadi ke Bali sama bos?" 

"Jadi ... besok kita berangkat." Jawab Aiza sembari menyuapkan makanan ke mulutnya. 

"Wah, enak yah jadi Kak Aiza bisa kerja sambil jalan-jalan."

Enak? Yah memang sangat menyenangkan jika saja Gerald tidak merencanakannya secara mendadak. Oh ayolah, Gerald bukanlah pengangguran yang tidak memiliki kegiatan dan bebas melakukan apapun kapanpun dan dimanapun. Gerald adalah seorang pemimpin perusahaan yang memiliki sederet jadwal yang harus ia lakoni. 

Dan sialnya, yang mengatur jadwal Gerald adalah Aiza. Jadilah Aiza yang kelimpungan menghubungi sana-sini untuk mengatur ulang jadwal kembali. Padahal,  Aiza tahu dan sangat tahu kalau kunjungan Gerald ke Bali bukanlah sesuatu yang urgent. Kunjungan itu hanya alasan Gerald saja untuk bisa bertemu dengan kekasihnya.

"Tapi aneh sih, pak bos cuma ngajak lo tanpa bawa staf lain."

"Gue sama Gerald pergi kesana cuma mau survei hotel,  bukan meeting  penting atau yang lainnya."

Bohong, Aiza berbohong. Alasan Gerald hanya mengajak Aiza Adalah karena lelaki itu tidak mau  ada staf lain yang mengetahui  pertemuannya dengan sang kekasih mengingat hubungan mereka yang tidak direstui oleh kedua orangtua Gerald. Lelaki itu bahkan berencana untuk menginap di hotel pribadi milik Gerald bukan di salah satu hotel yang bernaung di perusahaan. 

"Jangan-jangan-"

"jangan-jangan apa?" Potong Aiza cepat. "Pasti lo mikir yang aneh-aneh deh."

"Yah, siapa tahu aja lo mau nikah diem-diem disana."

Aiza menelan cepat makanannya. "Mendingan lo makan, perut lapar bikin otak lo sengklek kayaknya."

Hera hanya mengangkat bahunya, lalu dengan polosnya wanita itu menyuapkan makanan ke mulutnya. 



Bersambung... 

MARRIED WITH MY FRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang