BAB 20

268 12 20
                                    

"Asep! Yang bener atuh kamu nata makanan teh. Yang rapih." Tegur Reno pada pria yang baru saja mengambil nampan berisi makanan. 

Lelaki bertubuh gempal itu terdiam sejenak melihat meja yang masih bersih dan rapih tanpa makanan. Sepertinya Reno terlampau gugup menati kehadiran calon tunangan keponakannya hingga ia berlaku tidak karuan. 

"Mamang kalo tegang calik we bisi titajong."

Baru saja kata-kata keluar dari mulut Asep, Reno yang sudah rapih mengenakan setelan koko dan kopiahnya tersandung kakinya sendiri dan hampir saja terjungkal dan jatuh.

"Tuh kan kata saya juga."  Ujar Asep sembari terkekeh geli melihat kelakuan Reno. 

"Ah kamu mah, Sep."

Asep masih terkekeh sementara Reno, lelaki yang masih terlihat gagah diusianya itu memilih untuk pergi dan berkeliling melihat persiapan yang ada. Seperti pada Asep, ia juga menegur semua orang yang tengah melakukan persiapan. 

"Mang!" Panggil Asep pada Reno yang saat ini tengah sibuk menata bunga yang sebenarnya sudah tertata rapih. Terlihat sekali ia tengah mengalihkan kegugupannya. 

"Ada apa sih, Sep?" Ketus Reno yang kesal karena kegiatannya diganggu. 

"Eh! Ari si amang. Itu tamunya udah datang." Ujar Asep dengan logat sundanya yang khas. 

Saat itu juga Reno menghentikan kegiatannya dan segera membenahi penampilannya. Setelah berdehem pelan dan siap, lelaki itu lalu berjalan cepat kearah pintu keluar. Ternyata benar, mobil yang membawa calon menantu dan besannya itu sudah memasuki area rumahnya. 

Dengan perasaan tegang dan senang, Reno menyambut kedatangan sahabatnya. 

"Assalamualaikum." Sapa sang sahabat dengan semangatnya. 

"Wa'alaikumussalam. Sahabatku." Balas Reno sembari memeluk hangat  sahabatnya itu. 

Setelah bertegur sapa dan sedikit berbasa-basi. Reno akhirnya mempersilahkan tamu agungnya untuk masuk dan duduk lesehan di karpet. Bukan tanpa alasan Reno memilih untuk menggelar karpet alih-alih menambah jumlah kursi, ia hanya ingin suasana kekeluargaan lebih terasa dengan duduk melingkar bersama. Apalagi, bukan hanya keluarga yang diundang, tapi juga beberapa tetangga dekat yang ada disekitar rumah itu juga ikut diundang. 

Mereka cukup larut bercengkrana, hingga Aiza turun dari kamarnya bersama Khadijah. Hampir semua mata tertuju pada Aiza yang saat ini begitu cantik dengan riasan diwajahnya. Ia juga memakai kebaya yang begitu cantik dengan rambut yang ditata sedemikian rupa. 

Tanpa sengaja, tatapan Aiza bertemu dengan lelaki yang berada di samping pamannya. Dari penampilannya, Aiza yakin jika lelaki itu adalah orang yang akan melamarnya. Jujur, jika hanya melihat wajah Aiza cukup tertarik dengan lelaki itu. bagaimana tidak? Wajahnya benar-benar tampan, meskipun tidak setampan Ali, tapi lelaki itu lebih tampan dari Gerald yang selalu menampakan wajah dinginnya. Kulitnya juga sawo matang, bukan putih bersih seperti Reynald, tipe lelaki yang jujur Aiza sukai. 

Tapi, belum sempat Aiza mendudukan dirinya di tempat yang memang sudah disediakan. Ekor matanya tidak sengaja melihat seseorang yang sangat ia kenal. Seseorang yang tidak bisa ia hubungi beberapa hari ini karena Reno menyita HP-nya, seseorang yang sangat ia rindukan. 

"Gerald!" Mulutnya tanpa sadar mengucap nama itu, seketika atensi semua orang tertuju pada pintu masuk dimana orang yang ia panggil tengah berdiri, tidak hanya sendiri tapi ada kedua orangtuanya juga sahabat-sahabatnya. 

Ingin sekali ia menghambur ke pelukan laki-laki itu jika saja tidak ada banyak orang disana. Terlebih, ada calon tunangannya disana. 

"Bram!" Reno  segera menghampiri sahabatnya dan  mereka saling berpelukan dan saling menyapa. Sepertinya kejadian di Bali tidak merenggangkan persahabatan mereka. 

MARRIED WITH MY FRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang