Hidup sebatang kara membuat Hinata tidak punya pilihan selain menerima tawaran pria itu untuk tinggal di rumahnya.
Sejujurnya sebelum hidup bersama Naruto, Hinata memiliki rumah dan orang tua lengkap, akan tetapi semua direnggut secepat kedipan mata darinya. Kecelakaan beberapa waktu lalu merenggut kebahagiaan Hinata, harusnya hari dimana orang tuanya meregang nyawa adalah hari bahagia pesta ulang tahun ke 22 gadis itu
Hidup sangat berat bagi Hinata kala itu, ayahnya yang masih koma membutuhkan biaya yang tidak sedikit, walaupun pada akhirnya tetap tidak tertolong. Dengan berat hati gadis itu menjual satu-satunya rumah yang mereka miliki untuk menopang biaya rumah sakit dan kehidupan sehari-hari.
Ditambah lagi gadis itu masih menginjak bangku perkuliahan semester akhir, tidak ada siapapun yang bisa menopang hidupnya, saat itu rasanya dia ingin ikut mengakhiri hidupnya juga menyusul kedua orang tuanya.
Disanalah Hinata bertemu Naruto, rumah sakit yang jadi awal pertemuan mereka, karena pria itu yang menangani ayahnya yang sudah koma berbulan-bulan.
Naruto pernah memberitahukannya jika pria itu cukup mengenal ayahnya Hiashi, dan pria itu ingin membantu Hinata sesuai dengan apa yang ayah gadis itu pesankan sebelum kematiannya.
Cukup aneh memang, dimana ayahnya yang hanya karyawan kantoran biasa, bisa mengenal dokter muda seperti Naruto, tapi Hinata tidak menaruh curiga, dia percaya. Lagipula apa gunanya juga pria itu menipunya, dia hanya gadis biasa yang tidak punya apa-apa lagi saat ini.
Sejak saat kehilangan orang tua, Hinata tidak mempunyai siapa-siapa lagi, tapi pria itu Naruto mau mengulurkan tangan, meminta dia untuk tinggal bersama, membantu biaya Hiashi yang koma beberapa bulan di rumah sakit dan membiayai kehidupan Hinata, entah apalagi julukan selain malaikat yang bisa Hinata berikan untuk kebaikan Naruto.
.......................
Hinata mengerjapkan matanya karena sinar matahari yang masuk melalui celah jendela kamar itu. Melihat sekeliling dan dia baru menyadari kalau masih di kamar Naruto, dia tertidur sedari tadi, "Sudah jam 12" gumam wanita itu saat melihat jam di atas nakas milik Naruto
Dadanya terasa berat, ternyata pria itu masih menindihnya dalam keadaan tertidur, posisi mereka masih sama dengan awal pria itu merabahkan kepala di dadanya.
Dengan pelan Hinata mencoba memindahkan kepala pria itu ke bantal, jujur dia meresa sedikit sesak, mungkin karena bobot tubuh pria itu yang separuh menindih tubuhnya.
"Kau mau kemana?" Hinata terkejut bukan main mendengar suara serak itu, hampir saja dia terlonjak berdiri dari ranjang, apa pria itu terbangun?
Dengan gugup Hinata memutar kepalanya, menemukan pria itu masih memejamkan mata, "apa dia mengigau ?" Ucap Hinata keheranan
Gadis itu mengibaskan tangannya pelan di depan wajah pria itu, tidak ada tanda-tanda kalau dia terbangun. Hinata menghela napas pelan, dan berencana bangun untuk keluar dari kamar Naruto
Baru akan melangkahkan kakinya, jemari kekar meraih tangan Hinata dan menghentikan niat gadis itu, "mau kemana!?"
"Maaf tuan, apa anda sudah bangun?" Hinata memberanikan diri bertanya, walaupun Hinata tau jelas pria itu sudah terbangun.
Naruto membuka matanya, memandang wanita itu dalam "iya" jawabnya singkat
"Tuan saya mau menyiapkan makan siang, saya permisi dulu" Naruto masih menatap Hinata, tangannya masih menggenggam jemari mungil Hinata, tidak mau melepaskan. Hinata bingung, pria itu hanya membisu, dia jadi merasa sedikit takut dan gugup.
"Hari ini tidak perlu memasak, ikutlah dengan ku keluar nanti" Hinata makin bingung, raut wajahnya menatap Naruto seolah bertanya, kemana pria itu akan membawanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Sex Slave ?
RomantiekNaruto x Hinata Ada rahasia dari kejadian yang dialami Hinata, sehingga membuatnya harus menghabiskan hari-hari dengan Naruto, sang dokter yang berhati malaikat, setidaknya itulah anggapan Hinata awalnya.