° 02. DUA A °

202 30 9
                                    

Aldo menatap lekat layar laptop yang berada di hadapannya. Jemarinya tak berhenti menekan deretan alfabet demi segera menyelesaikan joki tugas yang deadlinenya saling bertubrukan. Hal ini sangat membuat Aldo ingin berteriak kencang untuk melampiaskan semua beban yang berkecamuk di kepalanya.

Helaan napas lagi-lagi terdengar dari bibirnya, walau jam sudah menunjukan pukul sebelas malam dia tetap mencoba membelakkan matanya melawan rasa kantuk yang menyerang. Sepertinya malam ini waktu istirahat baginya akan tersita lagi.

"Kak!," fokus Aldo seketika hilang saat mendengar teriakan gadis lima belas tahun di sampingnya. Helaan napas panjang kini Aldo hembuskan seraya tersenyum tipis.

"Kebiasaan teriak mulu" sindir Aldo yang membuat sang pelaku memutarkan bola matanya malas.

"Lagian, udah malam bukannya tidur malah nongkrong sama laptop" cibir Amayra lalu menata buku satu persatu menjauhkan dari hadapan sang Kakak.

Aldo tak membalas apapun, tugas joki ini memang tugas terakhir dari teman satu fakultasnya, dia bisa melanjutkan tugas itu dini hari saja, lagi pula tugasnya sedikit lagi selesai dan yang terpenting dia tak ingin membantah sang adik.

"Selesai deh" celetuk Amayra memutuskan lamunan Aldo.

"Silisi dih" cibir Aldo mengejek "kenapa belum tidur, begadang terus ya ni bocah" ujar Aldo seraya mengacak ubun kepala Amayra.

"Iiih bukan begadang, aku nggak bisa tidur Kak," keluh Amayra "oh iya, ini ada surat dari sekolah" lanjutnya seraya menyodorkan sebuah amplop kepada Aldo.

Kini keduanya duduk di tepi ranjang, di ruangan sempit berukuran 2 x 2 m. Lumrah saja kontrakan murah begini.

Setelah membaca surat pemberitahuan itu Amayra hanya melihat wajah datar kakaknya, kemungkinan untuk biaya dan kehadiran Aldo dalam pentas drama yang akan di laksanakan bulan depan oleh sekolahnya akan mendapat respon baik. Namun Amayra tak bisa berharap lebih karena kegiatan yang sudah-sudah pun kakanya banyak tak menghadiri dengan alasan sibuk bekerja dan banyak tugas.

"Kakak usahain ya" ujar Aldo yang mendapat anggukan semangat dari adiknya.

"Harus dong Kak, sudah tiga tahun aku sekolah di SMPN Binagara nggak pernah tuh Kakak datang suka rela tanpa drama pemaksaan, aku yakin kali ini Kakak bisa. Apalagi sekarang Bi Ika udah nggak ada kan" celetuk Amayra yang sangat amat menyentil hati kecil milik Aldo.

Aldo memalingkan wajahnya ke arah samping, lagi-lagi bayangan penuh luka sepuluh tahun lalu mengahantui hati dan pikirannya. Orang tua keduanya tak kembali pulang semenjak kejadian pertengkaran hebat di kala itu. Entah kemana perginya, namun Aldo tak ingin tahu. Aldo merasa marah, geram dan kecewa, karena mereka pergi dengan mudahnya tanpa ingat anak-anaknya di rumah, mereka pergi seperti tak punya tanggungan yang dimiliki. Sampai kapanpun Aldo bersumpah tak akan memafkan orang tuanya.

Sepuluh tahun pun Aldo dan Amayra di urus oleh Bi Ika--pembantu keluarganya kala itu. Bak malaikat tak bersayap, Bi Ika dengan rela mengurus keduanya tanpa upah. Setiap hari Aldo dan Amayra selalu mengandalkan Bi Ika dalam segala hal, entah itu nasihat, biaya sehari-hari bahkan kasih sayang yang melimpah. Berkat Bi Ika juga, Amayra dan Aldo tumbuh menjadi sosok ceria dan periang, mereka tak pernah sekalipun bertanya perihal keluarga dan juga orang tua mereka.

Teringat jelas Bi ika kala itu dengan luas hati membawa Aldo dan Amayra ke rumahnya, di tambah lagi Bi Ika hidup sebatang kara, dirinya amat sangat senang jika harus mengurus adik kaka ... Buangan ini.

Namun kebahagian itu tak bertahan lama, lima tahun setelahnya Bi Ika meninggal karena sakit. Rumah Bi Ika pun di jual untuk melunasi semua hutang-hutangnya, maka dari itu Aldo harus bekerja keras lima tahun terakhir ini. Banting tulang menafkahi dirinya dan juga Amayra.

Adik Kakak Penuh Luka { SUDAH TERBIT }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang