° 07. MENILAI SESEORANG °

94 23 7
                                    

“Belum berangkat yah?” lamunan Fathur membuyar, ia menoleh ke arah Istri dan anaknya.

“Ayah nggak pergi ke kantor dulu, kepala ayah pusing dari kemarin” balas Fathur yang di angguki Shanun dan juga Aila.

Kini ketiganya tengah berada di ruang tamu miliknya, bukan menatap televisi seperti halnya sebagian keluarga, mereka memandang arah jendela yang menggambarkan sauana komplek juga gunung di belakangnya. Pemilik rumah di hadapan rumah milik Fathur adalah Pak Ragas--ayah dari Rendi.

Mereka adalah dua kelaurga dekat yang sudah bertahun-tahun bertetangga. Itu sebabnya Rendi sangat dekat dengan Shanum, sendari kecil lalaki itu menyimpan rasa kepada Shanum namun Shanum hanya menganggap Rendi seperti Kakaknya. Setelah hati Shanum terpaut Aldo, Rendi merasa kalah saing oleh lelaki yang menurutnya gembel.

“Kenapa Rendi suka sekali cerita ada laki-laki yang selalu mengganggu kamu Num, siapa ya namanya tu, Ad, Ad siapa ya” Fathur memegang keningnya mencoba untuk mengingat.

“Aldo” sambung Shanum yang di angguki Fathur.

“Nah iya iya, kurang ajar sekali dia sampai membentak putri Ayah ” katanya dengan nada emosi yang di buat- buat, Shanum maupun Aila saling menatap.

“Sejak kapan Ayah menilai seseorang dari omongan yang belum tentu benar” ucapan sang istri mampu membuat Fathur sedikit mengerut, benar kenapa dirinya segampang itu percaya dengan orang, sedangkan ia belum pernah menemui orangnya. Namun Rendi adalah anak laki-laki yang ia percaya selama bertahun-tahun, ia selalu siap menjaga Shanum kapanpun putrinya berada.

Ada salah satu ustad juga berdakwah bahwa kita tak seharusnya mudah menilai orang, beliau berkata dalamnya laut bisa di ukur tapi dalamnya hati siapa yang tau. Jagan pernah melihat orang lain dari tampilan luarnya. Karena kita nggak pernah tau apa yang ada dalam hatinya, maka tataplah semua dengan kasih sayang itu adalah salah satu hal yang dapat meyakinkan hati kita bagaimana orang yang ada di hadapannya. Rasullulah SAW pun pernah bersabda "Cintailah yang ada di bumi, maka yang di langit akan mencintaimu"

“Ayah hanya takut Shanum kenapa-napa Bu” kata Fathur seraya meminum teh miliknya.

“Kak Aldo baik kok Ayah, Kak Rendi aja yang berlebihan. Lagian Kak Aldo sudah minta maaf perihal ketidak sengajaan dia waktu bentak Shanum” katanya yang membuat Fathur tersenyum kecil, ini adalah kali pertamanya Shanum membela seorang lelaki.

Aila yang melihat raut wajah sang suami pun terkekeh pelan. Benar, mereka mungkin berpikir sama bahwa putrinya menyukai seorang lelaki yang bernama, Aldo?

“Oh iya sayang, donat yang kamu beli untuk toko selama satu minggu ini dari mana sih, kok rasanya enak sama seperti donat olahan kamu” kini Fathur mengganti topik, ia pun merasa tertarik untuk membahas perihal donat yang mengganggu lidahnya.

“Iya itu yah, dari orang yang kita bicarakan sendari tadi” mata Fathur melebar, pertanda bahwa dirinya kaget dengan pengakuan sang istri.

“Aldo?” tanya Fathur yang di angguki kedua wanita yang berada di hadapannya.

“Syok banget sepertinya yah” ucap Shanum lalu berdiri dan pamit untuk segera pergi ke kampusnya.

Aila hanya tertawa di buatnya, mendengar cerita perihal minggu lalu tentang Aldo yang terlihat kusut membuat iba dirinya. Ia dan Shanum berpendapat bahwa lelaki itu pasti sedang menghadapi masalah, oleh sebab itu Aila memesan donat dari Aldo beberapa hari ini dan donatnya pun laris manis tanpa Aldo mengetahuinya. Selain untuk membantu keadaan ekonomi lelaki itu, toko miliknya pun semakin ramai di datangi orang.

°°°

Suasana ramai kini berganti menjadi sepi juga di tambahi bisikan-bisikan mematikan saat Amayra masuk ke arah aula latihan drama. Mereka kini tengah melalukan seperti istirahat? Ada yang makan, mengipas wajah, minum, juga mengobrol. Sangat santai sekali, seharusnya latihan sudah di mulai lima menit lalu kan.

“Bisa-bisanya masuk setelah sudah hampir selesai”

“Caper elit, datang tepat waktu sulit”

“Yang baru datang mukanya bangga banget tuh”

Amayra mendengar beberapa bisikan seperti itu. Wajahnya ia buat menunduk dan berjalan dengan cepat untuk menghampiri Bu Terisyah--guru pembimbing mereka dalam drama.

“Sudah jam berapa ini Amayra, sudah waktunya pulang, kamu malah baru datang. Tidak mendengarkan informasi kemarin? ” tubuh Amayra semakin menciut, jadi benar dirinya telat.

“Maaf Bu Teri, kemarin saya sedang mengantarkan  buku milik Pak Ahmad, itu sebabnya saya tidak sempat mendengar informasi dari Ibu” masih tetap menunduk Amayra tidak tahu betul jadwalnya jam berapa, namun kemarim Seilla memberi tahunya bahwa latihan akan di laksanakan pukul empat sore namun ternyata ini semua kebohongan.

Seilla, Linda, Moca dan teman-teman lainnya semakin mendekat ke arah Amayra, mungkin ini saat mereka menonton drama yang sesungguhnya, di depan mata mereka. Sedangkan Seilla tersenyum cerah menatap hal yang ia inginkan terjadi juga. Mempermalukan Amayra si gadis miskin yang katanya banyak prestasi.

Amayra menoleh ke arah Seilla, ia terlihat geram pada gadis itu, matanya tak bisa berbohong bahwa dirinya sangat marah saat ini.

“Ibu tidak akan memberi kamu hukuman, namun posisi kamu untuk menjadi pemeran utama akan di gantikan oleh Seilla” mata Amayra membulat sempurna, ia tak bisa terima akan keputusan yang di putuskan oleh ibu gurunya.

“Bagaimana bisa bu? Akibat saya telat juga karena informasi jam latihan saya di beri tahu ol--” suara Amayra terpotong oleh tepukan tangan yang mulai mendekat ke arahnya.

“Alasan saja yang kamu bisa, nggak mau ngakuin kalo kamu telat dan nggak terima kalo posisi kamu aku ganti? Seharusnya seorang Amayra mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya kan?” Amayra menghela napasnya kasar ia menoleh ke arah Seilla yang kini tengah tersenyum menang.

Suasana menjadi tegang, Moca yang sendari tadi melihat hanya menatap Amayra dengan sendu, ia sama sekali tak bisa jika harus membantu sahabatnya sekarang.

“Saya benar-benar salah mendengar informasi Buk, saya salah mempercayai orang sepertinya” Amayra sengaja menyindir Seilla, walau tak menyebut nama namun orang yang di maksud naik darah menahan emosinya.

“Sudah cukup memberi alasan pada ibu, keputusan ibu mutlak tidak akan berubah lagi. Sekarang tugas kamu pulang dan hapalkan peran kamu yang sekarang!”

Pundak Amayra melorot seketika, ya sudah toh ini terjadi karena ada kecerobohannya juga. Seharusnya Amayra bertanya dan memastikan bahwa jadwal jam nya memang benar.

“Apa ada yang bernama Amayra?” suara milik Pak Adam menggema di ruang aula, semua menoleh dan menunjuk Amayra.

“Ikut bapak ke ruang administrasi untuk bertanya perihal biaya drama” semua orang lagi-lagi berbisik.

Amayra mengangguk lalu mengikuti arah pak Adam, Amayra tahu apa penyebab ia harua ke ruang adsministrasi. Ia sama sekali belum membayar sepeserpun.

“Kasihan banget orang miskin harus di undang ke ruang administrasi mulu”

°°°

Maaf untuk bab ini
Karena terlalu sedikit untuk mengetik
~~~
Selamat menunggu bab selanjutnya besok!

Adik Kakak Penuh Luka { SUDAH TERBIT }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang