° 15. KAMI PAMIT °

78 27 2
                                    

Kini hanya kesunyian yang ada, tak ada suara apapun yang menggema. Kesendirianpun selau menjadi hal yang lelaki paruh baya ini lakukan akhir-akhir ini. Ia tak pernah membayangkan sesuatu yang benar-benar mengganggu pikirannya.

Ia ingin melawan kebenaran, bahwa Amayra adalah putrinya. Namun saat mendengar cerita dari Mariyyah hatinya sedikit goyah, banyak kemungkinan memang tentang ia adalah ayah dari Amayra. Rian menggeleng pelan, kepalanya sangat pusing akhir-akhir ini. Banyak hal yang ia pikirkan, dan semua memenuhi seisi kepala Rian.

Entah kebenarannya seperri apa, entah kepastiannya bagaimana. Namun, jika Amayra adalah putrinya juga, ia sudah menjadi ayah terburuk di dunia ini. Rian harus memastikan semuanya, ia hanya butuh waktu yang tepat. Keadaan Mariyyah yang selalu meminta untuk membawa Amayra pun selalu di pikirkan oleh Rian. Ia sering menimbang-nimbang hal terbaik yang harus ia lakukan, namun ia takut hal buruk terjadi pada putrinya Seilla. mengingat bahwa ia tak menyukai Amayra, maka akan sangat sulit untuk mendamaikan rumah ini ketika kedatangan orang baru, nantinya.

“Jika Amayra dan kakaknya hanya tinggal berdua, laki-laki yang pernah aku lihat siapa?” gumam Rian pada dirinya sendiri, waktu itu diam-diam Rian memerintah anak buahnya untuk selalu mengikuti kemana pun Mariyyah pergi. Saat pentas drama, ia juga sempat melihat laki-laki seperti mantan sahabatnya--Abian, berjalan dengan keluarganya.

“Arghhh” Rian merasa pusing. Ia memang harus menyelidiki semua ini, ia akan memastikan semuanya.

Rian mengambil alih ponsel yang ada di atas meja miliknya. Dengan cepat ia menelpon seseorang, ia meminta dia untuk menyelidiki seluk beluk keluarga dari laki-laki yang ia curigai. Juga menyelidik lebih dalam mengenai Amayra dan Aldo. Setelah suara tegasnya memerintah, ia melemparkan ponselnya ke sembarang arah.

“Daddy” suara pelan milik Seilla membuyarkan emosi Rian. Rian segera berbalik, ia menyuruh putrinya untuk mendekat.

“Daddy, aku ingin membeli motor ini” mata Rian mematap layar handphone milik Seilla. Matanya menyipit seraya tersenyum tipis.

“Kamu belum tujuh belas tahun. Tidak boleh membawa motor sendiri. Lagian ada Pak Oding yang siap antar jemput Seilla kan? ” ucap Rian penuh pengertian, bukan tak mau memenuhi keinginan putrinya, tetapi ia tak ingin putrinya melakukan hal yang memang belum seharusnya ia lakukan.

Seilla cemberut kesal, “Apasih Daddy, kenap Daddy dan Mommy akhir-akhir ini suka larang-larang aku! Aneh banget tahu. Lagian ini cuma motor Dad, teman-teman aku pada punya, masa aku enggak!” Ucap Seilla dengan kesal.

“Daddy melakukan hal ini untuk kebaikan kamu, Seil! ” geram Rian yang kelepasan sedikit membentak. Seilla yang kali pertamanya di bentak membulatkan matanya.

“Kalo nggak mau beliin, Daddy bilang aja! nggak usah bentak-bentak Seilla” Seilla bangkit dari duduknya ia segera pergi dari ruangan ayahnya dengan hati dongkol. Matanya memanas, ingin mengeluarkan air mata.

Rian diam seraya menatap punggung milik putrinya. Ia mensesah frustasi, tangannya tak berhenti mengacak-ngacak rambut miliknya. Kini keluarga harmonisnya sedang tak baik-baik saja, Ia sering bertengkar dengan istrinya, dan sekarang dengan putrinya juga. Rian menghela napasnya gusar, benar-benar kacau.

“Sialan” ucapnya seraya membanting barang-barang yang ada di sekitarnya.

°°°

“Cerah banget, beda sama hati May” Lirih Amayra seraya menatap langit.

Kebetulan hari ini adalah hari minggu, langit cerah yang menyinari semesta membuat semua seisi jiwa merasakan kehangatan dari raja sang penguasa siang. Hari ini pula hari dimana Amayra dan Aldo harus segera pindah ke kontrakan barunya.

Adik Kakak Penuh Luka { SUDAH TERBIT }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang