04. Intimacy

3.6K 71 0
                                    

Jen Nera mungkin mengantuk, tetapi ia masih memiliki kesadarannya.

Boy bilang enggan bercinta jika bukan dengan wanita yang disayangi. Lihatlah sekarang - mereka belum sehari bersama dan lelaki itu sudah mengubah ideologinya. Jen Nera pun tersenyum kecut.

"Jadi sekarang kamu tertarik bercinta denganku?"

Boy menggeleng cepat. "Jangan salah paham! Maksudku kamu bisa tidur di kamarku. Tak perlu tidur di sofa!"

"Oh?" Jen Nera gantian terhenyak. "Serius?"

"Iya. Yuk!" Boy bangkit dan membuka pintu balkon. Ia menunggu Jen masuk mendahului.

Dengan pelan, Jen Nera pun melangkah ke dalam - entah kenapa jantungnya mendadak berdebar. Padahal Boy cuma membukakannya pintu, kenapa dia harus tersipu segala? Bodoh.

"Hei, sudah tak ada suara dari dalam kamar," bisik Jen.

"Mungkin mereka tertidur," sahut Boy ikut memelankan suara.

Jen Nera menyeringai jahil. "Mau mengintip?" tawarnya.

"Jangan ngawur! Bagaimana kalau mereka ternyata masih bangun!" tahan Boy waswas.

"Ah, dasar penakut!" cibir Jen.

Boy mendengkus. "Hei, seseorang yang diusir dari kamar karena kurang pengalaman sebaiknya jangan sok-sokan menghinaku, ya!" balasnya.

"Sialan." Jen Nera mendecih. Ia mengerucutkan bibir seraya mengurungkan niat untuk mengintip ke master bedroom.

Boy mengulum senyum. Wajah Jen saat cemberut sungguh menarik dan menggemaskan.

"Baiklah." Boy menggandeng Jen. "Ayo kita lihat mereka. Biar aku yang di depan."

Jen Nera mengangguk. Sial. Lagi-lagi Boy memegang tangannya tanpa izin.

Mereka berdua lalu mengendap-endap mirip pencuri. Setibanya di depan pintu kamar, dada Jen bergemuruh kencang. Ada ketakutan sekaligus penasaran menggelitik perasaannya.

Secara hati-hati, Boy pun mendorong daun pintu dan membukanya sedikit. Netra lelaki itu terbelalak.

"Holy shit! Apa itu darah?!"

Jen Nera membekap mulut Boy. Ia menggeleng. "Itu anggur! Diamlah, Bodoh!"

Boy memegang dada seraya bernapas lega. Rasanya kepalanya pening karena sempat mengira cairan merah itu merupakan darah.

Di sisi lain - Jen Nera menelisik dengan matanya yang lentik. Ia terperangah melihat Cecilia tidur pulas di antara tiga lelaki. Dan mereka masih bugil tanpa busana. Benar-benar gila. Jen harus banyak belajar dari Cecilia. Dibanding temannya itu, dia tak ada apa-apa.

"Je, yuk."

Boy menarik lengan Jen. Ia mengantar wanita itu menuju ke kamar yang berada di samping ruang tengah. Ukuran ruangan itu memang tak seluas master bedroom, tetapi masih tergolong mewah.

"Ini kamarmu selama di sini?" Jen Nera berdecak. "Enak sekali hidupmu, Boy. Dapat fasilitas VIP dari teman-temanmu yang kaya raya."

Boy terkikik geli. "Sudah sana tidur."

"Kamu ke mana?"

"Aku akan tidur di kamar pembantu atau di sofa. Nighty, Je." Boy bersiap keluar kamar dan menutup pintu.

"Boy!" panggil Jen Nera.

Boy pun menoleh. "Huh?"

"Ranjangnya cukup besar untuk kutempati sendirian." Jen menepuk matras seraya tersenyum. "Tidurlah di sini juga. Aku sedikit takut sendirian."

POLY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang