Boy menelisik rumah astetik di hadapan mata. Hunian American style yang didominasi warna putih, simple tapi elegan. Rumah dua lantai itu terlihat menarik karena memiliki atap segitiga dengan kemiringan curam sebagai focal point.
"Ini rumah kamu, Je?"
Jen Nera menggeleng. "Bukan rumahku, sudah kubilang, kan, aku numpang," sahutnya. "Kenapa?"
"Rumahnya lucu." Boy tersenyum.
"Pakdeku arsitek, dia yang mendesain sendiri rumah ini." Jen lantas memeriksa gembok pagar. "Sial!" umpatnya.
"Kenapa?" selidik Boy.
"Udah dikunci!" sungut Jen.
"Terus gimana?"
"Ya manjat," jawab Jen Nera santai. "Aku sudah sering manjat. Budhe senang menyiksaku dengan tidak memperbolehkan aku punya kunci gembok gerbang."
Boy masih berkernyit. "Terus nanti masuk ke dalam rumah gimana?"
"Itu kamarku." Jen menunjuk ke arah pintu dan jendela yang terletak pada samping carport. "Aku tinggal masuk karena punya kuncinya."
Mereka berdua lalu saling berpandangan. Seakan-akan berat untuk mengucap perpisahan.
Jen Nera pun melambaikan tangan. "Yaudah. Bye!" katanya.
"Bye," balas Boy.
"Kamu nggak nyasar, kan, baliknya?" selidik Jen.
Boy meringis. "Ada gugel maps. Lagian jalanan sepi jam segini, it's okay. Kamu masuk, deh. Aku pengen lihat monyet atraksi."
"Sialan!" Jen mendengkus.
Jen pun mulai mengambil ancang-ancang; ia melepaskan ankle boot dan melemparnya melewati pagar, kemudian wanita itu mulai memanjat teralis gerbang perlahan-lahan.
Kelakuan Jen sontak membuat Boy cekikikan geli. Apa lagi ketika mini skirt wanita itu nyangkut pada salah satu ujung teralis. Celana dalam Jen lantas terekspos dan menjadi tontonan Boy yang kian terbahak.
"Lihat saja besok, Boy. Kurobek mulut tertawamu itu!" sungut Jen Nera. "Buruan pulang sana!"
"Sebentar lagi. Tunggu kamu sampai masuk." Boy berusaha menghentikan tawa.
Jen Nera pun berhasil melewati gerbang dengan selamat. Ia membetulkan pakaian beserta rambutnya yang berantakan. "Aku masuk, buruan sana pulang!" usirnya.
"Bye, Je." Boy pun menyalakan mesin motor butut yang ia tumpangi.
"Jen Nera!"
Boy kembali menoleh. "Huh?"
"Jen Nera," ulang Jen Nera setengah berteriak. "Namaku Jen Nera."
Sebuah tarikan melengkung tercipta dari kedua sudut bibir Boy yang merah. Ia lantas mematikan kembali Astrea tersebut dan turun. Boy berjalan mendekati teralis pagar.
"Nama yang cantik. Jen Nera ..." Ia menyusupkan kedua tangan untuk menangkup pipi Jen yang berdiri di depan gerbang. Melalui celah-celah teralis, lelaki itu lantas menuntun kepala Jen agar kian mendekat. Boy lalu mendaratkan ciuman pada bibir Jen Nera yang semanis madu.
Jen terpejam dan membiarkan Boy melumat bibirnya. Ia tak peduli jika ada tetangga yang bakal melihat. Ciuman Boy terlalu sayang untuk ia lewatkan.
"Aku pulang, Jen Nera," pamit Boy. "Selamat tidur, Jen Nera. Mimpi indah, Jen Nera."
Jen tersipu. "Apaan, sih, kamu?"
"Soalnya namamu cantik. Aku ingin selalu menyebutnya ... Jen Nera," sahut Boy.
![](https://img.wattpad.com/cover/344096396-288-k508269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
POLY (21+)
RomanceA Dark Romance Story About Polyamorous and Open Relationship. Adult Only | 21+ Jen Nera atau Je bekerja sebagai wanita BO demi tuntutan hidup. Ia lalu bertemu dengan Boy, lelaki berdarah Korea Selatan yang memikat hati. Dalam waktu singkat, Boy berh...