09. Cingulomania

1.6K 60 0
                                    

Boy menelan saliva. Ia punya prinsip soal batasan terhadap lawan jenis. Lelaki itu enggan bercinta dengan seseorang yang tidak ia sayangi.

Mungkin karena pendiriannya tadi; Boy jadi diasingkan orang-orang terdekat yang ia miliki. Dan lagi selama 26 tahun hidup, Boy hanya pernah berhubungan intim dengan dua orang perempuan. Yang satu adalah pacar pertamanya dan satu lagi adalah women crush saat mengambil pendidikan magister di Stanford.

"Could you stay here?"

Boy mungkin akan menjawab tidak jika itu bukan Jen Nera. Tetapi entah mengapa wanita itu berhasil menumbuhkan perasaan cingulomania bagi Boy. Suatu hasrat untuk memeluk seseorang demi mengutarakan keinginan yang tak tersampaikan melalui kata-kata.

Boy tertarik pada wanita bermata manipulatif itu.

Ia ketagihan memandangi paras manis berhidung bangir milik Jen. Ia juga tersihir tiap kali Jen bicara - seolah suara wanita itu adalah nyanyian berisi mantra siren.

"Apa yang harus kulakukan di sini, Je?" sahut Boy.

"Kita bisa ngobrol lagi kayak tadi."

Boy pun mengesampingkan nafsu purba yang timbul. Beruntung tubuh polos wanita itu tersembunyi di balik busa sabun. Paling tidak mengungkung segala bisikan setan akan niat menjamah Jen Nera seperti tempo lalu.

Ia lantas duduk di atas keramik caspari yang membenamkan bak tempat Jen Nera berendam. Lelaki itu bersandar santai mengikuti kemauan si wanita.

"Betewe, kamu ambil jurusan apa, Je?"

"Sastra Inggris." Jen menyesap cairan sepat yang tadi Boy berikan.

"No wonder your english is so good. Do you kind of grammar freaks, Je?"

Jen Nera menggeleng. "That is not something I really pay attention to. Kamu pikir aku ambil jurusan itu karena aku pinter ngomong Inggris, huh? Aku hanya butuh gelarnya buat ngelamar kerja sesudah lulus nanti."

"Kerja apa?"

"Sekretaris," sahut Jen. "Bos bapakku pernah nawarin kerjaan jadi sekretaris di perusahannya. Cuma dia bilang aku harus pinter berbahasa Inggris biar bisa bales email yang rata-rata berbahasa asing."

Boy terkikik. "Padahal bisa ambil kursus bahasa Inggris, kan? Nggak perlu sampai kuliah segala."

"Iya, sih. Nggak kepikiran," sesal Jen.

"I thought people are using you as human dictionary, right?" tebak Boy.

"He'em." Jen mengiakan. "People used to ask me what's the English translation of a word, and when I said I didn't know, their reaction was 'apa? Kok bisa?'"

Boy kembali tertawa. Ia lalu berusaha menghentikannya dan menatap Jen Nera lekat.

"Kamu wanita yang pintar, Je. Aku yakin kamu bisa mendapatkan pekerjaan sampingan yang lebih baik ketimbang pekerjaanmu sekarang."

Jen mengembuskan napas berat. "Pekerjaan ini menghasilkan banyak uang dalam waktu cepat."

"Kenapa kamu sangat membutuhkan uang? Bagaimana dengan orang tuamu? Mereka tahu kamu melakukan ini?" selidik Boy.

Jen tersenyum getir. "Tahu," jawabnya.

"Apa?!" Boy melotot. "Dan mereka nggak marah? Atau melarangmu?"

"Nggak," sahut Jen.

"Kenapa?" Boy mulai tersulut.

Jen lantas membisik. "Mereka tidak bisa marah karena mereka berdua sudah tak lagi ada di dunia ini."

POLY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang