Kedua tungkai Jen Nera sedikit gemetar ketika Boy meraba titik intinya. Suatu kenikmatan yang hanya bisa ia dapatkan dari lelaki bermata sendu itu. Dan Jen memasrahkan diri pada Boy - orang pertama yang mengenalkannya akan candu klimaks.
"Oh, Tuhan ..." desah Jen menggema.
Boy mengecup tengkuk Jen dengan mesra. Ia mengendus aroma segar dari buah-buahan yang berasal dari bathbomb. Sama manisnya seperti rasa kulit wanita itu.
Jemari Boy kian menuntut; menerobos masuk mengobrak abrik dinding rapat yang berdenyut. Sementara tangan satunya meremas gemas gundukan sekal Jen yang kenyal.
Jen mengejan dan sesekali menggelinjang. Ia menyandarkan punggung dan kepala pada dada Boy yang tegap menopangnya. Andai bisa berteriak, Jen mungkin akan memekik keras-keras. Semua rangsangan berkumpul dalam liang Jen yang dipenuhi oleh tusukan. Daging kenyal nan lembut itu menjepit ketat jari-jari Boy yang keluar masuk menggelitik.
"Cum for me, Je." Boy mengarahkan dagu Jen untuk menoleh padanya. Ia lalu melumat habis mulut yang mengeluarkan erangan tiada henti itu.
Napas Jen Nera mulai tersendat. Urat-urat lehernya bermunculan saat ia meneleng dalam kuluman. Kenikmatan membabi buta pun semakin tak mampu Jen elak ketika Boy beralih menjamah klitorisnya. Mengusap inti sensitif itu tanpa henti dan intens.
Boy sadar Jen akan menyerah sesaat lagi. Wanita itu semakin gelisah dengan tubuh menegang. Dugaan Boy pun benar - Jen menegang ketika the big O itu datang.
"Aku keluar!" pekik Jen. "Oh, ya ...!" Tubuhnya gemetar tak terkendali.
Boy meremas buah dada Jen kuat-kuat sembari mengurung wanita itu dalam pelukan. Ia membiarkan Jen terkulai lemas pada dekapan eratnya.
"Kamu suka?" bisik Boy.
Jen mengangguk dan tersenyum. Ia menoleh untuk memandangi Boy dengan pipi yang kemerahan. "Aku sangat menyukai apa yang kamu lakukan. Kamu seolah menghapus sisa kotor yang kurasakan setelah melayani lelaki-lelaki itu."
"Kalau begitu, temui aku tiap kali kamu selesai melakukan pekerjaanmu."
"Kamu tak keberatan?" tanya Jen Nera.
Boy menggeleng. "Justru aku suka," katanya.
***
Jen dan Boy duduk berdekatan dalam satu selimut yang sama. Mereka menonton reality show asal Korea Selatan; tentang seorang koki yang membuka restoran makanan khas negaranya di Eropa.
Jen terkekeh. "Negaramu bangga banget soal culture dan produknya. Padahal itu cuma mie instan, aku saja bisa bikin," cemoohnya.
"Negaraku? Negaraku Indonesia?" sahut Boy.
Jen berkecimus. "Korea!"
"Aku berasal dari sini, Je. Aku bukan orang Korea," bantah Boy.
"Tapi, kan, dalam darahmu mengalir darah Korea, Boy."
Boy mendengkus. "Terserah kamu sajalah."
"Andai Indonesia juga begitu, ya, membuat tayangan berisi edukasi seputar budaya dan makanan-makanannya. Mempromosikan semua ke luar negeri. Bukan malah sibuk bahas berita artis penuh kontroversi dan sensasi," decih Jen.
"Korea Selatan sangat gencar soal soft diplomacy-nya terhadap dunia; mereka melakukan itu menggunakan Korean Wave yang sekarang mulai menjamur di mana-mana, mulai dari Idol, drama, sampai makanan."
Jen Nera mengangguk setuju. "Lagian menonton ini lebih menyenangkan bagiku dari pada melihat acara kita yang penuh gimmick."
"Jadi bisa dibilang mereka berhasil, kan? Membuat dunia penasaran dengan budaya mereka, membeli produk-produk buatan Korea, sekaligus mengikuti tren yang sedang populer di sana," sambut Boy.

KAMU SEDANG MEMBACA
POLY (21+)
RomansaA Dark Romance Story About Polyamorous and Open Relationship. Adult Only | 21+ Jen Nera atau Je bekerja sebagai wanita BO demi tuntutan hidup. Ia lalu bertemu dengan Boy, lelaki berdarah Korea Selatan yang memikat hati. Dalam waktu singkat, Boy berh...