07. Next Time

2.3K 65 0
                                        

"Bisa ngomong bentar, Je?"

Boy membungkuk untuk mengintip Jen Nera dari balik jendela mobil. Seperti yang terakhir ia ingat - senyuman Boy memang luar biasa memikat. Tampak ramah dengan mata yang menyipit bak bulan sabit.

Jen Nera membuka pintu mobil. "Kenapa?" tanyanya tak acuh. Ia pun mengikuti langkah Boy yang agak menjauh dari kendaraan.

Seolah Boy ingin melakukan pembicaraan rahasia tanpa didengar oleh orang lain. Lelaki itu pun berhenti tatkala jarak mereka sudah cukup jauh dari sedan Cecilia.

"Kenapa Boy?" Jen Nera mengulang pertanyaan.

Boy masih membisu seraya memandang Jen melalui iris obdisiannya. Hal yang membuat Jen kembali teringat saat lelaki itu memberikannya kepuasan dengan cumbuan lidah yang memabukkan.

"Kamu bilang kita teman, kan?" sahut Boy. "Jadi bolehkah kita bertemu lagi?"

Cecilia benar. Boy pasti bakal menuntut pertemuan kedua karena ingin mendapatkan seks secara gratis.

"Entahlah, Boy." Jen Nera membuang muka. "Kamu ingin mem-booking-ku?"

"Bukan hal seperti itu, Je. Bertemu dan menghabiskan waktu seperti kemarin malam."

Jen Nera tersenyum pahit. "Boy, bagi orang-orang sepertiku, time is money, aku jarang membuang waktu untuk sekedar nongkrong atau ngobrol sama teman."

"But we had fun last night, didn't we?" Boy menatap penuh harap.

"Menyenangkan karena aku tahu paginya akan menerima bayaran dari Vincent dan teman-temanmu," jawab Jen Nera.

Boy mengangguk. Rautnya berubah sendu. "Oh begitu," gumamnya.

"Kita akan bertemu lagi kalau kamu memang ingin menyewaku, Boy. Short time atau long time, I'll be ready."

Boy tak menjawab.

"Kamu bisa meminta kontakku dari salah satu temanmu. Tadi aku sudah memberikannya pada mereka," imbuh Jen Nera.

Sudut bibir Boy membentuk tarikan tipis. "Alright, then."

"Okay." Jen Nera memundurkan langkah.

Ada rasa mengganjal yang seolah menghimpit dada Jen Nera. Ia sesungguhnya ingin kembali menemui Boy. Menghabiskan waktu dengan mengobrol tak penting dan tertawa garing. Namun, saat ini Jen dilarang mengedepankan perasaan.

Ia dan Boy sama-sama jelata.

Dan Jen Nera ada pada posisi membutuhkan uang di atas segala-galanya.

Saat Jen Nera melangkah menuju ke mobil, Boy tiba-tiba berseru, "Aku akan ada di sini kalau kamu berubah pikiran, Je."

"Huh?" Jen Nera menengok.

"Aku akan ada di sini." Boy melambaikan tangan seraya melempar senyum.

Sialan! Jen Nera benci ketika Boy memberikannya ekspresi itu. Sesuatu yang seakan menyihir Jen untuk benar-benar mencari Boy - suatu saat nanti.

"Keep dreaming, Boy!" balas Jen Nera seraya memalingkan muka.

***

Sabtu ini Jen Nera terpaksa tertahan di rumah. Tenggelam dalam deretan tugas-tugas menggunung dari Maria. Mau bagaimana lagi, tak ada pelanggan yang membuat janji temu. Padahal beberapa bulan lagi sudah waktunya membayar uang semesteran. Kalau begini caranya, Jen Nera ragu bisa cepat minggat untuk memulai hidup sendiri.

Kalau dipikir lagi - ini salah mendiang bapaknya, Yosua.

Sudah tahu termasuk dalam golongan ekonomi pas-pasan, Yosua bersikukuh mengkuliahkan Jen ke Universitas Kristen Petra - salah satu perguruan tinggi swasta elit di Surabaya. Dulu alasan Yosua simpel - ingin Jen belajar di tempat yang sama seperti anak bosnya.

POLY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang