05. Harder

3.7K 64 0
                                    

Jen Nera melakukan apa yang Boy perintahkan. Ia melepas tanktop dan mini skirt yang membalut tubuh langsingnya. Terakhir — Jen pun melucuti celana dalam hitam yang ia kenakan.

Boy bergeming.

Kedua iris obdisian lelaki itu terpatri pada sosok Jen yang tanpa sehelai benang.

Dua buah dada berisi dan padat menggantung sempurna. Pucuk yang berada di tengah tampak sudah menegang. Perut Jen Nera juga sangat datar — seolah tak ada lemak yang berani menempel di sana. Lalu ... turun ke bawah, Boy bisa melihat jelas area intim milik Jen. Kewanitaannya mengintip malu dari balik rambut tipis yang sengaja dipotong rapi. Kedua lipatan membentuk garis yang menyembunyikan liang persenggamaan.

Cantik – Je luar biasa sempurna.

"Boy!" teriak Vincent membuyarkan kekaguman Boy.

Boy bergegas memelorotkan training. Ia menyisakan boxer hitam yang menutup kelelakiannya.

"Tidurlah di ranjang, Je. Tutupi tubuhmu dengan selimut. Aku akan membuka pintu kamar sekarang." kata Boy.

Jen Nera mengangguk. Ia menuruti semua titah dari Boy. Meski belum tahu apa tujuannya.

Boy kemudian membuka pintu kamar. Berpura-pura menguap seakan baru saja terbangun dari tidur nyenyak.

"Lama amat, sih, Boy!" sungut Vincent. Ia memanjangkan leher untuk mengintip ke dalam. "Ah! Benar dugaanku, Je ternyata bersamamu."

"Bukankah dia memang datang untukku?" sahut Boy.

Vincent tersungging sambil mengerutkan dahi. "Tunggu dulu?" gumamnya. "Jadi kamu sudah menidurinya?"

Boy mengangguk.

Tawa Vincent pecah. "Kamu bilang tidak berminat, huh!" Ia merangkul pundak Boy dan mengacak-acak rambutnya.

"Aku berubah pikiran. Semalam kami sudah bercinta," ujar Boy penuh kebohongan.

Raut Vincent masih ragu. Ia berjalan menghampiri Jen Nera yang masih terbaring pada ranjang. Lelaki itu lantas menarik selimut yang menutup, ia pun lalu tersungging sambil memandangi tubuh telanjang Jen. Boy serius dan tak berdusta belaka.

"Oh! Kalian benar-benar bercinta rupanya!" kelakar Vincent. "Kupikir kamu cuma pemula tak berguna, Je. Ternyata kamu justru berhasil membujuk seseorang berhati batu seperti Boy." Ia menepuk pipi Jen Nera dengan penuh kepuasan.

Jen Nera meringis. "Ya, begitulah," sahutnya.

Vincent menaikkan masker medis yang sedikit melenceng akibat terbahak. Ia lantas kembali mengalungkan sebelah lengan ke pundak Boy.

"Bagaimana? Menyenangkan, bukan, bermain dengan wanita?" selidiknya. "Segala kesedihan dan rasa penat mendadak lenyap berganti dengan pikiran yang lebih segar."

"I-iya," kekeh Boy terpaksa.

Vincent lantas membisik. "Jadi kamu tak akan lagi membantah dan berselisih paham denganku, Boy?"

"Tidak." Boy menjawab pelan.

"Bagus!" Vincent kembali terbahak. "Nah, bagaimana kalau sekarang kita orgy sebelum Sesil dan Je pulang?" tawarnya.

Boy dan Jen Nera kompak terbelalak.

"Hmm, soal itu," sanggah Boy. "Bisakah aku memakai Je untukku sendiri?"

Vincent terdiam. Ia menyilangkan tangan seraya memandang Boy dan Jen Nera secara bergantian.

"Oh, jadi kamu mau berhubungan intim lagi dengannya sekarang tanpa kami semua?"

POLY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang