"Mau apa kamu ke sini?!"
Jen membentak Boy dengan suara membisik. Kedua alis wanita itu bertautan membingkai mata melototnya.
Di luar gerbang, Boy berdiri sambil tersenyum jahil. "Katanya tadi aku disuruh ke sini."
"Kata siapa?!" Jen membeliak.
Raut Boy mendadak mengiba. "Terus gimana? Aku udah di sini."
"Naik apa kamu tadi?" Jen memanjangkan leher dan menengok kanan-kiri.
"Diantar security," balas Boy tanpa dosa.
"Nih anak gila!" Jen mendumal sebal. "Kalau budheku sampai tahu, bisa mati digantung aku!"
"Yaudah." Boy mengambil ancang-ancang. Ia menaiki teralis pagar dengan kakinya yang panjang. "Kalau gitu aku harus segera masuk, supaya nggak kelihatan."
"Gila kamu, Boy!" Jen Nera makin belingsatan.
Tak seperti Jen yang selalu kesusahan saat memanjat gerbang, langkah Boy sangat mulus tanpa kendala. Dalam hitungan detik, lelaki itu sudah melompat masuk ke dalam. Tersenyum lebar di hadapan Jen yang memandangnya dengan mata berkilat-kilat.
"Kamu bakat jadi maling, huh?!" sentak Jen.
"Sshh!" Boy membisik. "Mana kamarmu? Buruan masuk." Ia berlagak bak tuan rumah dan menerobos begitu saja ke dalam kamar Jen.
Jen kelimpungan mengikuti Boy. Secepat kilat ia menutup pintu kamar yang terhubung langsung dengan teras depan. Setelah itu, Jen mengunci rapat pintu satunya yang terkoneksi pada ruang tengah rumah.
Boy santai melepas sepatu dan jaket hoodie andalannya. Ia lalu duduk ke atas kasur seraya menelisik setiap sudut ruangan pribadi Jen. Ada seutas senyum bertahan pada bibir lelaki itu.
"Kalau sampai mereka tahu, aku bisa diusir!"
"Kan, yang penting mereka semua belum tahu," sahut Boy terkekeh. "Yuk, tadi katanya mau peluk." Ia melebarkan tangan ke arah Jen.
Jen salah tingkah bukan main. Ia melempar Boy menggunakan salah satu bantal tidurnya. "Sinting!" Wanita itu kemudian mengambil tempat di sisi Boy, merebahkan badan dengan posisi terlentang.
Boy ikut berbaring, ia memiringkan badan menghadap Jen.
"Kamu mau di sini sampai kapan? Terus nanti pulangnya gimana? Kalau kepergok satpam komplek, kamu bisa-bisa disangka pencuri, Boy," cecar Jen.
"Jangan terlalu banyak berpikir, Nona Jen Nera." Boy mengusap lembut dahi Jen, lalu memijatnya.
"Kenapa kamu nekad ke sini, sih?" tanya Jen lagi.
"Karena kamu memintaku," sahut Boy.
Jen membalas tatapan Boy. "Kamu nggak bisa bedain bercanda sama serius, ya?"
"Your words is my command, Ma-Lady." Boy memasang raut serius, berlagak bak seorang gentleman pada film kolosal Inggris.
"Jijik!" Jen akhirnya terkikik geli.
Ia mendadak membisu saat Boy mengalungkan lengan untuk memenjarakan tubuhnya. Tanpa aba-aba, lelaki itu sudah mengurung Jen dalam pelukan, memperlakukan badannya seolah-olah guling.
"Aku akan pergi ketika kamu sudah tidur," kata Boy lirih. Embusan napas hangat lelaki itu lantas menempa pelipis Jen.
Jarak kurang dari sejengkal membuat Jen mampu mengendus aroma tubuh Boy yang menguarkan wangi lembut. Ia mulai menebak-nebak apakah itu berasal dari parfum; atau mungkin musk, yang lelaki itu semprotkan. Bisa jadi wangi bargamot yang sekarang Jen cium bersumber dari helai rambut Boy yang tebal. Entahlah - yang jelas ia menyukai kesan maskulin nan menawan yang sedang ia hirup. A unique enough fragrance to remember.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLY (21+)
RomanceA Dark Romance Story About Polyamorous and Open Relationship. Adult Only | 21+ Jen Nera atau Je bekerja sebagai wanita BO demi tuntutan hidup. Ia lalu bertemu dengan Boy, lelaki berdarah Korea Selatan yang memikat hati. Dalam waktu singkat, Boy berh...