Harris mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruang kelas. Ia sempat menguap cukup lebar, kemudian tangan kirinya menyenggol lengan Tama yang tengah mengikat tali sepatunya sebelum keluar dari kelas.
"Gue ngantuk, lo tetep mau ikut jalan sama Bu Endri?" tanya Harris pada Tama.
Tama menganggukan kepala. "Mau ketemu Gigi."
"Yaelah, bucin." Harris menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Yaudah ikut, tungguin gue mau minjem bolpen."
Harris menoleh ke arah kanannya duduk. Memandang Shani yang melamun sambil mengerucutkan bibir membuat Harris tak sadar ia terkikik gemas. Benaknya bertanya-tanya dan penasaran apa isi kepala gadis itu sampai ia bertingkah sebegitu lucunya padahal tampak jelas Shani sedang kesal. Harris menoleh sepenuhnya ke arah Shani berniat meminjam bolpoin pada gadis itu.
"Shan, pinjem bolpen."
Shani tak menyaut panggilan Harris dalam jarak dekat. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu sampai tak mendengar suara Harris.
"Shani."
No Answer. Dipanggilan kedua, gadis itu masih belum menjawab.
Akhirnya, Harris menusuk pipi Shani pelan dengan telunjuknya. Membuat Shani terperanjat kaget. Tadinya Harris hendak mendekat dan berbisik, tapi ia rasa sikap itu akan mengundang kericuhan dan hanya membuat Shani menghajarnya. Sekarang saja Shani terlihat menyeramkan.
"Apa?!" Shani mendelik sebal.
"Buset galak banget," kata Harris. Di dalam hati ia berseru, asik juga ngeliatin Shani kesel.
"Lo kan bisa tepuk pundak! Ngapain toel-toel segala." Shani mencebik kesal.
"Soalnya gemes." kata Harris spontan. Kalau ini antara sadar tidak sadar. Karena sedaritadi Harris memandang Shani, cewek itu lumayan gemes juga.
Shani merotasikan bola matanya malas, seraya mengambil kotak pensil dari dalam loker meja. Harris menghadapkan wajah dan tubuhnya pada Shani sepenuhnya sambil menengadahkan kedua tangan. Ia memandang Shani lamat-lamat. Tempo degup jantungnya kian meningkat saat ia makin lamat memandang Shani. Wajah Shani begitu cantik hingga Harris merasa dunianya berhenti. Tak sadar, pupil matanya membesar.
Deg, deg, deg.
Hidung Shani yang mancung.
Kulitnya yang sebening air dan sebersih susu.
Rambut hitam panjang yang cantik.
Bibirnya yang begitu mempesona.
Dan, mata yang teduh membawa bahagia.
Sejak kapan Harris melihat Shani secantik ini?
"Iya gue tau gue cakep, tapi lo lo ga usah sampe melongo gitu deh, Ris. Ngiler lo ntar." kata Shani sambil memberikan bolpoinnya pada Harris. Membuat lamunan Harris buyar.
Gadis itu berlari pergi begitu saja menyusul teman-temannya, meninggalkan Harris yang hampir dirujuk ke rumah sakit karena serangan jantung. Harris hanya tersenyum tipis sambil mengamati punggung Shani yang ditutupi rambut panjang sebahu mulai hilang dari balik pintu. Kemudian ia mengusap dadanya sendiri, berharap degup jantung yang tak normal ini berhenti.
"Naksir sama pacar orang boleh kan ya?" ujar Harris pada Tama yang membuat Tama mengerutkan dahi keheranan.
"Gelo sia, anying jangan naksir pacar rival goblok." Tama menoyor kepala Harris cukup keras kemudian melangkah pergi meninggalkan Harris yang tengah mabuk kepayang.
...ᘛ⁐̤ᕐᐷ
"Lo ga nyusul Sadewa? Dia jalan di depan loh." Khia berjalan beriringan dengan Shani, sambil ngemil biskuat yang tadi ia beli di warung pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
Teen Fictionmove on susah, balikan ga mau. *** Kalo kamu nggak pernah ketemu mantan pacarmu selama seminggu, artinya cerita kalian beneran selesai. Tapi kalo alam semesta masih mempertemukan kalian dengan cara yang tak terduga, artinya kisah manis kalian berdu...